Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Analisis Politik

Pengamat Sebut Pimpinan DPR Wajib Respon Tanggapan Publik

Terkait hal ini Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Josef Kairupan menilai, setiap kebijakan dibuat berdasarkan urgensinya masing-masing.

Penulis: Hesly Marentek | Editor: Gryfid Talumedun
Facebook
Pengamat Politik, Josef Kairupan misalnya yang menilai jika adanya penundaan bakalan ada plus minus. 

Pelaksanaan rapat dengar pendapat umum (RDPU) adalah bentuk pelaksanaan dari partisipasi masyarakat yang merupakan perintah langsung dari Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, Pasal 96 ayat (4) UU 12/2011 juga telah mengatur bahwa setiap RUU harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Sulut Ketambahan 33 Kasus Covid-19, 1 Orang Meninggal Dunia

PWI Sulut Bentuk Panitia Rakerda, Voucke: Kami Akan Verifikasi Kartu yang Masih Aktif

Sehingga hal ini mengindikasikan menutup transparansi dan partisipasi publik.

"Saat ini reaksi yang begitu keras menolak disahkannya UU Cipta Kerja ini setidaknya telah menimbulkan keresahan bagi publik, dan kaum pekerja pada khususnya. Olehb karena itu perlunya adanya respect dari eksekutif dan legislatif untuk dapat meninjau kembali UU Cipta Kerja ini," tukas Kairupan.

Ditambahkan, Kairupan pimpinan DPR-RI sekiranya dapat lebih arif dan bijaksana merespon tanggapan publik, bisa saja dengan melakukan koreksi atas kekeliruan prosedur dan cacat substansi pada RUU Cipta Kerja dengan mengembalikan RUU ini kepada Presiden.

Bahkan juga dapat memberikan teguran kepada Pimpinan Baleg yang dengan sengaja mempercepat proses pembahasan tingkat satu RUU Cipta Kerja ini, padahal RUU ini mendapatkan penolakan dari publik, baik dari aspek substansi maupun proses pembentukannya.

"Sangat disayangkan jika kebijakan UU Cipta Kerja ini justru mengakomodir kepentingan politis dari kaum elite, bukan mengakomodir kepentingan nasional. Hal ini justru akan menimbulkan keresahan dan gejolak dari kaum pekerja di Indonesia, dengan kekuatan mereka yang membilang angka 126,51 juta orang (berdasarkan data Agustus 2019) atau 47,25 persen dari jumlah penduduk," tandas Kairupan. (hem)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved