Hari Guru Internasional
Kisah Perjuangan Guru SDN Muntoi, Bolmong: Naiki Bukit, Masuk Kebun Demi Temui Siswa
Merayakan hari guru di masa Covid 19 dengan demikian berarti merayakan kisah mereka.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Musim Covid 19 membuat persekolahan tak normal. Siswa lebih banyak waktu lowong di rumah.
Ini rupanya membunuh keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
"Saya pun keluar masuk rumah, minta agar anak - anak kembali sekolah," katanya.
Ungkap Rentje, medan di Pomoman sangat sulit. Antara rumah yang satu dan lain berjauhan.
"Kadang saya harus ke kebun untuk menemui siswa," kata dia.
Rentje mengaku tak semua orang tua mudah dikasih mengerti. Mereka beralasan lebih baik anak mereka turun ke sawah daripada sekolah.
Tapi ia tak mudah menyerah. "Setiap hari saya kunjungi sampai mereka bosan melihat saya dan mengizinkan sekolah," kata dia.
Saat ada orang tua yang mau dibujuk, ia akan merasa senang luar biasa.
"Kepuasannya lebih dari uang," ujar dia.
Di tepi pantai Lolak, Rilfa Mareks berjuang menyelamatkan anak - anak nelayan dari putus sekolah.
Guru SDN Motabang ini tak pernah kendur mengadakan luring.
"Kalau saya kendur, banyak siswa disini akan hilang," katanya.
Sewaktu memulai luring sebulan lalu, ia mendapati banyak siswanya sudah lupa membaca. Ia pun berjuang keras agar mereka kembali bisa membaca.
"Saya sedih sekali. Tekad saya mereka harus bisa membaca," kata dia.
Agar siswa tak bosan, luring ia adakan secara kreatif. Misalnya belajardilaksanakan di pinggir pantai.