Kisah Mayjen TNI Hassanudin, Dulu Pedagang Asongan dan Nyaris Jadi Guru, Kini Jenderal Bintang Dua
Tekad bulat diberengi usahanya yang kuat, hingga dia pun lulus Akmil kecabangan Artleri Pertahanan Udara pada tahun 1989.
Meski sudah ke kota, namun Hassanudin tak pernah melupakan ibunya di kampung.
Saban tahun saat libur, dia selalu pulang untuk menjenguk ibunya.
Singkat cerita, setelah menyelesaikan pendidikan di jenjang SMP, Hassanudin kemudian melanjutkan kembali pendidikannya ke SMA.
Saat itulah, Hassanudin bingung karena waknya meminta Hassanudin masuk ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) karena bisa mendapat beasiswa atau dibiayai pemerintah.
Namun, Hassanudin sendiri ingin melanjutkan ke SMA.
Waknya tetap bersikeras agar dia masuk ke SPG agar kelak mudah diterima menjadi guru.
“Wak saya bilang, mau masuk SMA kamu, siapa yang biayai? Dibilang saya tidak tahu diri, saya dimarahi. Kalau SPG saya boleh tinggal di situ,” ungkap Hassanudin mengenang kisah itu.
Akhirnya, adik ibunya yang paling bontot meminta Hassanudin untuk tinggal bersamanya.
Dia pun ikut, kebetulan pamannya ini adalah seorang polisi.
“Beliau bilang, kamu ikut saya saja sekolah. Akhirnya saya mau dan beliau menyekolahkan saya, saya sekolah di SMA,” ujarnya.
Saat itu, Hassanudin tak lagi menjadi pedagang asongan. Dia fokus sekolah dan hidup berdua dengan pamannya tersebut.
Setelah lulus, Mayjen Hassanudin kembali dihadapkan dilema besar, waknya kembali meminta Hassanudin melanjutkan kuliah ke D1 PGSD (pendidikan guru).
“Saya turuti, saya masuk dan lulus. Namun setelah kuliah, saya pikir tidak mungkin melanjutkan ini,” kisahnya.
Cita-cita Hassanudin sejak kecil yang ingin menjadi tentara kembali bergejolak dalam batinnya.
Saat itulah, Hassanudin yang baru saja duduk di bangku kuliah memilih untuk mengakhiri studinya sebagai calon guru dan memantapkan niatnya untuk mengikuti seleksi Akademi Militer.