Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Pengakuan Algojo 1965, Pembantaian Massal Anggota & Tertuduh PKI di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah

Seusai kejadian G30S, konflik yang berujung pembunuhan terjadi di daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Editor:
Tribun Jogja/ist
Kesaksian Personel KKO AL Pengangkat Jenazah Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Bau Busuk Mayat Sampai Buat Tak Bisa Makan 2 Hari 

Hal itu disebabkan karena sebagian besar sudah dieksekusi oleh mereka yang tergabung dalam milisi Pertahanan Rakyat (Hanra) Inti, yang merupakan anggota Hanra terlatih.

Agar jumlahnya kembali sesuai dengan daftar orang yang ditangkap, pihak tentara kembali menangkapi orang, untuk memanipulasi kebenaran berita yang dibawa oleh Poncke Princen.

"Kali ini yang ditangkap bukan orang-orang PKI, melainkan pengagum Sukarno, yang sering disebut Sukarnosentris," ujar saksi mata tersebut

Meskipun Princen gagal untuk membuktikan pembantaian seperti yang dituduhkannya saat itu, namun kedatangan mobil tersebut membawa perubahan di desa tersebut.

Suwito seorang warga sekitar berkomentar perihal pengalamannnya menyaksikan tahanan politik ditangkap.

"Sebelumnya, setiap pukul tiga pagi selalu ada tahanan masuk ke kamp, kemudian siangnya dibawa entah ke mana dan menghilang," kata Suwito, warga daerah Kuw, Grobogan, Jawa Tengah

Setelan kamp tersebut dibubarkan, tahanan disebar ke tempat lain, dan ketegangan di desa tersebut berangsur terurai.

Sebelum dilakukan pembuktian, Princen mendapat kabar pembantaian itu dari Romo Wignyo Sumarto, seorang pastor di ibu kota Kabupaten Grobogan, Purwodadi.

Romo bercerita banyak ihwal orang-orang yang ditangkap kemudian dibunuh dalam operasi pembersihan PKI di Grobogan, Purwodadi yang dikenal dengan nama Operasi Kikis I dan II, pada 1967-1968.

Romo mendengar sendiri hal cerita tersebut dan terdapat pula pengakuan penjaga kamp-kamp tahanan di sebelah timur Semarang.

Dalam kesaksiannya, Romo menuturkan bahwa orang yang ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dipukul di bagian kepala menggunakan batangan besi.

Hal itu disampaikan Princen dalam biografinya yang berjudul Kemerdekaan Memilih (seperti yang dikutip Tempo).

"Ini dilakukan pada malam hari setelah kereta api Yogya lewat," ujar Princen.

Beberapa hari setelah Princen mengungkapkan cerita mengenai pembantaian PKI kepada pers, Panglima Kodam VII/ Diponegoro Mayor Jenderal Surono membuat bantahan.

Dia mengatakan apa yang disampaikan Princen adalah bentuk perang urat saraf yang dilancarkan PKI dalam rangka menggagalkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang sedang dilakukan pemerintah Orde Baru.

Sumber: TribunnewsWiki
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved