Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S

Mengenang Letjen S Parman, Sosok Pejuang Sejati, Gugur di Tangan Komplotan G30S, Kakak Petinggi PKI

Siswondo Parman gugur saat persitiwa Gerakan 30 September (G30S). Ia ditetapkan pahlawan revolusi Indonesia.

Editor: Rizali Posumah
(istimewa)
Letnan Jendral S Parman korban G30S. 

Pada Desember 1945, Parman diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi (PT) di Yogyakarta.

Parman bahkan ikut bergerilya hingga luar kota selama Agresi Militer II.

Setelah Agresi Militer II pada Desember 1949, Parman ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.

Parman juga sempat mengenyam pendidikan di Koninklijke Militaire Academie (semacam AKMIL) di Breda, Belanda.

Parman kemudian diangkat menjadi Asisten I Men Pangad bidang intelijen dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Pangkatnya naik menjadi Mayor Jenderal pada Agustus 1964.

Saat Parman menjabat sebagai Asisten I bidang inetelijen, pengaruh PKI telah meluas dan menjadikannya sebagai musuh angkatan darat.

PKI menyebar opini publik bahwa AD berniat menggulingkan kepemimpinan Presiden Soekarno dan mendesak presiden membentuk angkatan ke lima yang beranggotakan buruh dan tani yang dipersenjatai.

Parman merupakan satu di antara beberapa pihak yang menentang keras rencana tersebut.

Hal inilah yang kemudian membuat Parman menjadi sasaran utama PKI.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Parman diculik gerombolan G30S.

Di Lubang Buaya, Parman ditembak dan jasadnya baru ditemukan tanggal 4 Oktober 1965.

Siswondo Parman dimakamkan di TMP Kalibata pada 5 Oktober 1965 dan mendapat gelar Letnan Jenderal Anumera. (1)

Kisah sebelum wafat

Sebelum diculik dan meninggal dunia di Lubang Buaya, Siswondo Parman punya kebiasaan setiap malam Jumat, yaitu tidak tidur sebelum pukul 24.00.

Halaman
123
Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved