Mengenal Hukum Lese-majeste di Thailand, Hukum Paling Ketat di Dunia, Raja Tak Boleh Dikritik
PBB telah berulang kali meminta Thailand untuk mengubahnya. Namun, pemerintah mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk melindungi monarki
Bagaimana penerapannya?
Meskipun undang-undang tersebut telah ada sejak lama, jumlah penuntutan telah meningkat dan hukuman semakin berat sejak militer mengambil alih kekuasaan.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan jumlah orang yang diselidiki untuk lese-majeste telah meningkat.
Peningkatan terjadi lebih dari dua kali lipat jumlah yang diselidiki dalam 12 tahun sebelumnya.
Hanya 4% dari mereka pada tahun 2016 dibebaskan.
Ada berbagai macam pelanggar, dari seorang kakek yang mengirim pesan teks yang dianggap menghina ratu, hingga seorang warga negara Swiss yang saat mabuk menyemprotkan poster-poster mendiang raja.
Orang-orang juga telah ditangkap karena lese-majeste atas aktivitas online.
Contohnya seperti memposting gambar anjing favorit mendiang Raja Bhumibol di Facebook, dan mengklik tombol "suka" di Facebook pada postingan yang dianggap menyinggung.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah menggunakan undang-undang sebagai alat politik untuk membungkam ucapan kritis, terutama secara online.
Undang-undang tersebut, kata Amnesty International, telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat secara damai dan memenjarakan tahanan yang tidak bersalah".
Pada Februari 2017, pelapor khusus PBB untuk promosi opini dan ekspresi, David Kaye, mengatakan "fakta bahwa beberapa bentuk ekspresi yang dianggap menghina seorang tokoh publik tidak cukup untuk membenarkan pembatasan atau hukuman".
Dia menyerukan pencabutan undang-undang, dengan mengatakan bahwa "ketentuan lese-majeste tidak memiliki tempat di negara demokratis".
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Apa Itu Hukum Lese-majeste? Hukum Paling Ketat di Dunia, Raja Thailand Tak Boleh Dikritik