Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Analisis Politik

Ini Tanggapan Pengamat Terkait Plus Minus Penundaan Pilkada

pandemi global covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, telah memberikan dampak buruk terhadap berbagai aktivitas baik perekonomian, sosial,

Penulis: Hesly Marentek | Editor: Gryfid Talumedun
Facebook
Pengamat Politik, Josef Kairupan misalnya yang menilai jika adanya penundaan bakalan ada plus minus. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menyusul adanya wacana penundaan Pilkada seakan menuai tanggapan sejumlah pihak.

Pengamat Politik, Josef Kairupan misalnya yang menilai jika adanya penundaan bakalan ada plus minus.

Dikatakannya pandemi global covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, telah memberikan dampak buruk terhadap berbagai aktivitas baik perekonomian, sosial, pemerintahan dan politik.

Sehingga ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir telah menimbulkan berbagai spekulasi-spekulasi mengenai formulasi vaksin bahkan obat yang dapat menghentikan pandemi, termasuk agenda nasional Pilkada serentak tahun 2020 yang semula dijadwalkan bulan September akhirnya dengan berbagai pertimbangan harus ditunda hingga menjadi bulan Desember 2020.

 Aksi Pernikahan Sejenis 2 Pemuda, Direkam Demi Cari Sensasi di TikTok agar Follower Bertambah

 BTP Kembali Dikritik Karena Umbar Borok Direksi Pertamina, Politisi Nasdem: Komisaris Punya Wewenang

 Sosok Ni Made Ayu Masnathasari, Mahasiswi Beragama Hindu yang Lulus Kuliah di Kampus Islam

"Namun sekalipun sudah diundur tiga bulan, tapi masih tetap diperhadapkan pada realita yang ada bahwa pilkada yang akan diselenggarakan ditengah pandemi covid19 lebih beresiko dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat," katanya.

Namun disisi lain, jikalaupun harus ditunda hingga tahun 2021, belum bisa menjamin bahwa pandemi covid-19 sudah berakhir, sekalipun dalam beberapa bula, kedepan akhirnya vaksin ditemukan, tidak serta merta dalam jangka waktu secepat kilat seluruh rakyat Indonesia akan terlayani vaksin.

"Pasti masih memerlukan waktu dan proses yang panjang, perlu dicermati juga bahwa beberapa Negara seperti Perancis, dan Korea Selatan tetap melaksanakan pemilihan ditengah pandemi. Walaupun ada perbedaan saat pemilihan dilangsungkan dikedua Negara tersebut terjadi turunnya kurva penularan, tetapi di Indonesia kurva penularan saat ini masih belum dapat dibendung laju penularannya," terang Akademisi Unsrat ini.

Untuk itu, dikatakan Kairupan konsekuensi pandemi covid-19 adalah pembatasan sosial, baik interaksi maupun kerumunan, harus saling jaga jarak, dan menggunakan masker.

Tapi dalam hal kecil saja seperti penggunaan masker, masih banyak masyarakat yang belum sadar dan mematuhinya.

"Disisi lain pengendalian covid19 di Indonesia termasuk di Daerah Sulawesi Utara belum signifikan dapat dikatakan berhasil, hal ini akan mengakibatkan banyaknya potensi persoalan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam proses penyelenggaraan Pilkada," ujarnya.

Sedangkan seandainya Pilkada itu hanya satu proses yaitu hanya hari ‘H’ atau hari pemungutan suara tentunya tidak akan terlalu beresiko besar terhadap penularan infeksi covid19.

Itupun harus direncanakan dengan protokol yang ketat ketika pemilih mendatangi TPS agar dibatasi dan tidak berkerumun, termasuk harus direncanakan dengan pemilih yang terkonfirmasi positif, baik yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit, atau di rumah isolasi yang disediakan pemerintah atau isolasi mandiri dirumah.

"Apakah mereka akan kehilangan hak pilihnya?? pastinya tidak seperti itu, namun bagaimana dengan prosedur pemberian hak suaranya?? apakah petugas KPPS atau petugas kesehatan yg akan mendatangi mereka?? dengan menggunakan APD lengkap?? hal ini juga yang harus dipertimbangkan secara matang. Karena konsekuensinya adalah adanya ketambahan biaya," jelas Kairupan.

Selain itu, Kairupan menyebut tahapan Pilkada itu prosesnya panjang dan kompleks, banyak memberikan peluang membuat orang-orang berkumpul, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 2 Tahun 2020 sendiri tidak memberikan solusi atas permasalahan pembatasan orang-orang tersebut.

Jusuf Kalla Sarankan Pilkada Ditunda, Begini Tanggapan Calon Bupati Boltim Amalia Landjar

"Hal paling sederhana yang sudah terjadi bahwa pada saat pendaftaran calon ke KPU tanggal 4-6 September 2020, tidak lepas dari kerumunan orang-orang yang mengantar paslon, bahkan semua paslon yang mendaftar membawa pendukungnya masing-masing. Walaupun sudah dihimbau untuk membatasi kerumunan, selanjutnya tahapan kampanye paslon, pasti tidak dapat dihindari dari kerumunan orang banyak," tukas Kairupan.

Selain itu, penundaan pilkada berdampak bagi paslon, karena harus bekerja keras, untuk tetap mempertahankan elektabilitasnya, menjaga suara pemilihnya, yang berujung kepada konsekuensi cost atau biaya yang semakin bertambah

Namun disisi lain jika pilkada tetap dilaksanakan tentunya akan berdampak bagi peningkatan ekonomi dan kesulitan-kesulitan masyarakat, dengan adanya bantuan-bantuan dari paslon dengan berbajukan bansos covid-19.

"Setidaknya dapat membantu perekonomian yang sedang lesu. Namun Pilkada tahun 2020 ini cukup besar menghabiskan Anggaran Negara ditengah-tengah pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi 5,32 persen, tentunya jika Pilkada ditunda dan anggarannya dapat digeser akan sangat besar membantu pemulihan ekonomi nasional," tandas Kairupan. (hem)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved