NEWS
Jerinx Dibela Aliansi Masyarakat Sipil, Minta Aparat Hati-hati Terapkan UU ITE: Ini Tidak Tepat
Penggunaan Pasal 28 ayat (2) untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya jelas tidaklah tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) atau Institute for Policy Research and Advocacy bersama jaringan dari Aliansi Masyarakat Sipil meminta kepolisian agar segera menghentikan penyidikan tersangka I Gede Ary Astina alias Jerinx.
Menurut mereka, kasus ini tidak tepat dijerat menggunakan pasal pidana baik Undang-Undang ITE maupun KUHAP.
"Kami berpendapat, penggunaan pasal pidana UU ITE untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya ini tidaklah tepat. Lebih lanjut, penahanan yang dikenakan terhadapnya tidaklah perlu untuk dilakukan dan cenderung dipaksakan," kata Deputi Direktur Advokasi ELSAM, Andi Muttaqien dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/8/2020)
Adapun pernyataan Jerinx terhadap penanganan Covid-19 yang kontraproduktif, menurut Aliansi Masyarakat Sipil, perlu menjadi pemicu untuk menghadirkan diskursus publik yang lebih sehat, ketimbang menggunakan jalur kriminalisasi melalui instrumen UU ITE.

Andi menjelaskan, Penggunaan Pasal 28 ayat (2) untuk menjerat Jerinx atas postingan yang dibuatnya jelas tidaklah tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut.
Sebab, menurut dia, ketentuan tersebut pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang termasuk ke dalam kategori _incitement to hatred/violence/discriminate_ atau penghasutan untuk melakukan suatu tindakan kebencian/kekerasan/ diskriminasi berdasarkan SARA.
"Elemen penting dalam ketentuan itu yakni 'menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)' Niat menjadi satu komponen yang paling penting untuk membedakan antara ekspresi yang sah (legitimate expression) dengan ekspresi yang termasuk ke dalam ujaran kebencian," jelas Andi
Mereka juga berpendapat bahwa ekspresi yang disampaikan oleh Jerinx di dalam postingan Instagramnya tersebut--yang merujuk kepada IDI sebagai “kacung WHO”--sangat jauh untuk dapat dikatakan memenuhi unsur ini.
Ia menjelaskan, untuk dapat mengetahui apakah sebuah ekspresi masuk kualifikasi sebagai penyebaran ujaran kebencian, ada beberapa hal yang harus dilihat.
Pertama, menurut Andi, di dalam ekspresi, kedua yakni posisi dan status individu yang menyampaikan ekspresi tersebut, kemudian niat dari penyampaian ekspresi untuk mengadvokasikan kebencian dan menghasut, kemudian Kekuatan muatan dari ekspresi, jangkauan dan dampak dari ekspresi terhadap audiens, dan kemungkinan dan potensi bahaya yang mengancam atas disampaikan ekspresi.
"Rentannya penyalahgunaan pasal incitement to hatred ini, mengharuskan aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam menilai suatu ekspresi memiliki muatan bahaya (harmful) serius, sehingga dapat dipidana. Sedangkan dalam peristiwa ini, kualifikasi bahaya tersebut belum terpenuhi," jelas Andi
Bahkan, menurut Aliansi Masyarakat Sipil, tidak hanya penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE terhadap Jerinx yang tidak tepat, penggunaan Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik juga sama sekali tidak berdasar.
Sebab, menurut Andi, Pasal 27 ayat (3) dalam penerapannya haruslah mengacu kepada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang mengatur mengenai pencemaran terhadap individu.
"Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan terhadap orang perseorangan, bukan terhadap institusi ataupun badan hukum," ujarnya.

Pun demikian dengan Pasal 27 ayat (3) KUHP yang merupakan delik aduan absolut yang artinya individu yang dicemarkan itu sendiri yang harus melaporkan perbuatan pidana terhadapnya dan bukan perwakilannya.