PK Djoko Tjandra Tidak Dapat Diterima
Pihak pengadilan negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan buronan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pihak pengadilan negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan buronan kasus dugaan korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra tidak dapat diterima. "Permohonan PK dinyatakan tidak dapat diterima. Berkas perkara tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung. (Kami,-red) tidak melanjutkan ke Mahkamah Agung," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Suharno, Selasa(29/7).
• PDIP Minta Kader Siap Siaga: Dua Kali Diteror Molotov
Dia menjelaskan para pihak berperkara sudah mengetahui ketetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang ditetapkan pada 28 Juli 2020 tersebut. Dia mengimbau seluruh pihak yang berencana mengajukan upaya hukum PK, supaya memenuhi syarat materil dan formil. "Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 28 Juli 2020," ujarnya.
Suharno mengatakan permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formil yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Edaran yang dimaksud yaitu, SEMA Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana juncto SEMA Nomor 7 Tahun 2014. “Tidak memenuhi syarat formil sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2012 juncto SEMA Nomor 7 Tahun 2014,” tutur dia.
Jika menilik SEMA Nomor 1 Tahun 2012, MA menegaskan bahwa permintaan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Dalam SEMA juga tertulis bahwa permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum tanpa dihadiri terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA.
Diketahui, PN Jaksel telah menggelar sidang permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra sebanyak empat kali, yaitu 29 Juni 2020, 6 Juli 2020, 20 Juli 2020, dan Senin 27 Juli 2020. Namun, Djoko Tjandra tak pernah menghadiri sidang dengan alasan sakit. Djoko bahkan menulis surat yang dibacakan pada sidang tanggal 20 Juli 2020 dan meminta sidang digelar secara virtual .
• Mana yang Lebih Sehat, Daging Kambing atau Daging Sapi?
Kemudian, jaksa meminta majelis hakim menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko Tjandra. “JPU meminta dengan hormat kepada majelis hakim berkenan untuk menyatakan, satu, permohonan PK yang diajukan pemohon Djoko Sugiarto Tjandra harus dinyatakan ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” ucap salah satu jaksa saat sidang di PN Jaksel.
PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah. Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby. Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.
Terpisah, Badan Intelijen Negara(BIN) angkat bicara mengenai adanya desakan evaluasi kinerja Kepala BIN Budi Gunawan sehubungan dengan lolosnya buronan kasus korupsi Bank Bali Djoko Tjandra. BIN disebut-sebut tidak mampu melacak keberadaan Djoko Tjandra yang berhasil masuk dan keluar lagi dari Indonesia dengan bebas.
Deputi VII BIN, Wawan Purwanto mengatakan hingga saat ini, pihaknya tidak berdiam diri namun terus melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup, sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono.
Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkumham. Kata Wawan, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2011, BIN berwenang melakukan operasi di luar negeri. BIN juga memiliki perwakilan di luar negeri termasuk dalam upaya mengejar koruptor.
"Namun tidak semua negara ada perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Hal ini dilakukan upaya lain. Info yang diperoleh, rata-rata para terdakwa kasus korupsi masih melakukan upaya hukum PK (Peninjauan Kembali)," ujar Wawan.
• Tarif Vernita Rp 30 Juta: Pengusaha yang Pesan Vernita Dibebaskan
Berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2011, lanjut Wawan, BIN tidak mempunyai kewenangan penangkapan baik di dalam maupun di luar negeri.
"BIN bukan lembaga penegak hukum. BIN memberikan masukan ke Presiden yang sifatnya strategis menyangkut keamanan negara," ujar Wawan.
UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara Pasal 10 menyebutkan bahwa Badan Intelijen Negara merupakan alat negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam dan luar negeri. BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga laporan BIN langsung ke Presiden tidak disampaikan ke publik.
BIN juga bertindak sebagai koordinator lembaga intelijen negara dan melakukan koordinasi dengan Penyelenggara Intelijen Negara lainnya, yaitu Intelijen TNI, Kepolisian, Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/ non-Kementerian. Demikian juga terkait masalah Djoko Tjandra, masih mengajukan PK, hal ini menjadi kewenangan yudikatif untuk menilai layak dan tidaknya pengajuan PK berdasarkan bukti baru (novum) yang dimiliki.
"Jika ada pelanggaran dalam SOP proses pengajuan PK maka ada tindakan/sanksi. BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya," ujar Wawan.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menanggapi siaran pers Indonesian Corruption Watch (ICW) yang mendesak Presiden Jokowi mencopot Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan terkait kasus Djoko Tjandra.
Karyono menilai, kritik ICW salah alamat karena kasus Djoko Tjandra adalah murni urusan penegak hukum. Secara hukum, Badan Intelijen Negara (BIN) bukan Lembaga penegak hukum sehingga tidak tepat ICW menuntut pertanggungjawaban BIN dalam kasus buronan korupsi tersebut.
Berdasarkan UU 17/2011 tentang Intelijen, fungsi pokok BIN adalah pengumpulan dan analisis informasi, bukan para ranah pro Justitia yang notabene menjadi tugas pokok institusi kepolisian.
“Mekanisme penyaluran informasi dari BIN kepada institusi keamanan dan hukum bersifat tertutup. Bagaimana mungkin ICW menyimpulkan bahwa Kepala BIN Budi Gunawan tidak bekerja benar dalam kasus Djoko Tjandra? Darimana ICW mengetahui hal itu ketika prinsip diseminasi informasi intelijen bersifat tertutup? Saya menduga ini tuduhan apriori dan kental dengan nuansa politis. Kelihatanya ICW sedang bermain politik dalam isu ini," kata Karyono.
Lebih lanjut, Karyono menyatakan bahwa hanya Presiden yang tahu bagaimana BIN bekerja karena by law president adalah single user atau single client dari kerja intelijen.
“Kepala Badan Intelijen Negara melaporkan seluruh kinerjanya dan bertanggungjawab penuh kepada presiden sebagai pimpinan tertinggi. Maka, kalau ada pihak lain yang menafsir dan meraba-raba lalu dengan mudah menarik kesimpulan tentang kinerja BIN, besar kemungkinan pihak tersebut berhalusinasi atau sedang memainkan agenda politik tertentu," jelas Karyono.
Hal senada juga disampaikan analisis politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens. Menurut Boni, aktivitas intelijen umumnya bersifat tertutup dan tidak ada pihak lain yang dapat mengukur kinerja BIN kecuali single client yaitu presiden sendiri.
"Jadi, tidak bijak kalau kita menuduh BIN tidak bekerja dalam isu apapun yang sedang menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Hanya Presiden yang tahu bagaimana BIN bekerja”, kata Boni. (tribun network/gle/yud/wly)