Cerita Alkitab
Kisah Yunus yang Selamat dari Perut Ikan Besar saat Pelariannya Menghindari Panggilan Allah
Kitab Yunus memuat kisah yang luar biasa yaitu seseorang ditelan oleh ikan besar hidup-hidup dan kemudian dimuntahkan kembali
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kitab Yunus memuat kisah yang luar biasa yaitu seseorang ditelan oleh ikan besar hidup-hidup dan kemudian dimuntahkan kembali, tetapi di samping itu mengandung informasi aktual yang dapat dibuktikan keberadaannya dalam sejarah
Kitab Yunus menceritakan kisah seorang nabi bernama Yunus.
Kitab dengan kisah hidup dan pewartaan nabi ini tergolong dalam kedua belas kitab nabi-nabi kecil.
Kitab ini terdiri dari empat bab.
• Kisah Obaja, Sang Kepala Istana dan Pribadi yang Takut Akan Allah
Sebagian besar Kristen Fundamentalis menafsirkan Kitab Yunus sebagai peristiwa sejarah, tetapi sebagian besar ilmuwan Kitab Suci modern mengatakan bahwa Kitab Yunus merupakan suatu parabel yang ditulis secara cerdas.
Cerita di dalamnya bernuansa dramatis.
Siapakah Nabi Yunus
Yunus adalah seorang nabi yang berasal dari Kerajaan Utara. Nama Yunus sendiri dalam bahasa Ibrani berarti "merpati".
Yunus adalah putra Amitai dan merupakan seorang nabi dari abad VIII SM yang menubuatkan restorasi batas-batas Israel oleh Yerobeam II, raja Samaria.
Tidak jelas diceritakan baik dalam kitab Yunus dan juga dalam kitab kedua Raja-Raja tentang keluarga Yunus.
Yang jelas disebutkan bahwa ia berasal dari Gat-Hefer, sebuah kota di perbatasan Zebulon dan Naftali.
Dalam kitab Yunus 1-2, Yunus dipanggil oleh Tuhan untuk pergi ke kota Niniwe dan berseru kepada orang-orang di sana, karena begitu besar kejahatan mereka.
Niniwe adalah ibu kota kerajaan Asyur, yang nanti mengalahkan kerajaan Israel pada tahun 721/722 SM.
Namun, Yunus tidak mau pergi ke sana, dan sebaliknya mengingkari panggilan Tuhan dengan menaiki kapal yang menuju Tarsis.
Tetapi, Tuhan menurunkan angin ribut ke laut dan mengganggu perjalanan kapal yang dinaiki Yunus, bahkan hampir menghancurkan kapal itu.
Para awak kapal berdoa kepada dewa-dewa mereka, sementara Yunus tertidur nyenyak.
Mereka pun membuang undi untuk mencari tahu siapa penyebab malapetaka tersebut.
Yunus, yang terkena undian itu, mengaku bahwa ia telah lari dari hadapan Allah.
Ia akhirya minta kepada awak kapal agar melemparkan dirinya ke laut.
Sambil berdoa, mereka melempar Yunus ke laut. Laut berhenti mengamuk dan mereka mempersembahkan korban sembelihan bagi Tuhan.
Yunus akhirnya ditelan oleh seekor ikan besar dan tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.
Akhirnya, di dalam perut ikan Yunus memanjatkan doa atau madah syukur kepada Tuhan dan setelah tiga hari tiga malam berlalu, Tuhan berfirman kepada ikan, dan ikan memuntahkan Yunus ke darat.
Setelah peristiwa tersebut, kisah di pasal 3-4 menceritakan Yunus yang patuh kepada Allah yang memanggil diriya untuk kedua kalinya.
Ia pergi memperingatkan penduduk Niniwe agar bertobat, supaya bencana Allah tidak menimpa mereka.
Hal menarik yang menjadi jawaban raja, orang-orang Niniwe, bahkan hewan ternak terhadap seruan Yunus adalah puasa dan tobat.
Melihat hal tersebut, Allah menyesali malapetaka yang telah dirancangkannya dan tidak jadi melakukannya. Yunus sendiri keberatan dan protes kepada Allah atas diampuninya penduduk kota Niniwe.
Tetapi, Allah kemudian mengajukkan pertanyaan sederhana kepada Yunus, "Layakkah engkau marah?" (Bdk. Yun 4:4).
Selanjutnya, Yunus yang keluar kota ke arah timur, mendirikan pondok dan duduk menantikan apa yang akan terjadi terhadap Niniwe.
Untuk meredakan amarah Yunus, Allah menumbuhkan pohon jarak untuk menaungin Yunus dari sengatan matahari. Namun, Allah mengirim ulat yang mematikan pohon jarak tersebut.
Ditambah dengan tiupan angin timur yang panas terik, Yunus merasakan panasnya sinar matahari di kepalanya, lalu ia rebah, lesu, dan brharap supaya mati.
Allah kemudian mengajukan pertanyaan apakah Yunus punya alasan untuk marah. Yunus mengiyakan hal tersebut, bahkan menyebutnya "marah sampai mati" (Bdk. Yun 4:9).
Allah kemudian mengajukan pertanyaan kepada Yunus tentang bagaimana tanggapannya bila ia sayang terhadap pohon jarak tetapi tidak punya andil terhadap tumbuh dan binasanya, dibandingkan Allah yang begitu sayang kepada kota Niniwe, bahkan dengan ternaknya (ayat 10-11).
Kisah Yunus dalam Kitab Yunus pun berakhir di pertanyaan terakhir Allah itu terhadap Yunus. Sebuah akhir indah di mana Allah mengajar Yunus untuk menginsyafi, bahwa Allah mengasihi bangsa-bangsa lain.
• Kesalehan Ayub Dicobai, Kehilangan Kekayaan dan Anak-anaknya, Responnya Seketika Mengubah Kehidupan
Latar Belakang Kitab Yunus
Kitab Yunus ditulis di Palestina sekitar abad V SM, ketika orang-orang Yahudi masih memulihkan diri dari pembuangan Babel, suatu ancaman serius bagi keberadaan mereka.
Selama rentangan 2 abad (IX dan VIII SM), beberapa kekuasaan besar telah melepaskan diri dari wilayah-wilayah yang dahulu direbut oleh raja Daud dan raja Salomo.
Pada tahun 722 SM, Asyur mengalahkan Kerajaan Utara dan mengangkut para pemimpin ke pembuangan.
Sementara Babel menaklukkan Kerajaan Selatan pada tahun 587 SM dan mengankut raja dan kebanyaka penduduk ke pembuangan.
Nanti lima puluh tahun kemudian, pada tahun 538 SM, Koresy, raja Persia, sesudah mengalahkan Babel, mengizinkan orang-orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Suci.
Di sinilah konteks peperangan antara yang kembali dari pembuangan dan yang masih tinggal, serta kemiskinan dan sedikitnya tenaga yang perlu untuk membangun kembali tanah yang ditinggalkan dan dihancurkan, menjadi latar belakang bagi Kitab Yunus.
Dua persoalan yang dilihat adalah Persoalan pertama adalah persoalan sosio-politik. Orang-orang Yahudi yang kembali dari pembuangan di Babel meyakini bahwa mereka telah mengalami sebuah momen kejatuhan dan menderita pembuangan karena ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan.
Hal ini mengakibatkan tumbuhnya sikap eksklusif dari diri mereka dan sifat kaku dalam hal menaati hukum. Mereka berupaya menghindari hal-hal yang dapat menjauhkan mereka dari Tuhan.
Misalnya, menghindari kebiasaan asing, orang asing, atau pun memperistri perempuan asing.
Selain itu, mereka juga sering menghina penduduk bekas Kerajaan Utara, yang disebut orang Samaria, karena telah menjadi bangsa campuran sesudah penyerbuan orang Asyur.
Pesan Nabi Untuk Zamannya
Cerita Yunus dalam Kitab Yunus yang begitu ironis hendak memberi pesan-pesan khusus bagi pembaca di zamannya, khususnya bagi bangsa Israel sendiri.
Pesan-pesan tersebut termuat, baik dalam apa yang dialami oleh si tokoh utama, yakni nabi Yunus, juga yang diwartakan oleh si nabi.
Sang nabi menjadi lambang bangsa Israel, ikan raksasa menjadi lambang kerajaan Babel, sedangkan waktu tiga hari tiga malam di dalam perut ikan menjadi lambang pembuangan.
Karena ketidaksetiaan bangsa Israel kepada Allah, maka peristiwa kejatuhan dan pembuangan dialami oleh bangsa Israel, sebagai Yunus yang dibuang ke laut.
Tetapi, dalam suasana dan situasi pertobatan itu, ada dua kata yang menjadi kunci makna pertobatan, yakni "berbalik" dan "menyesal". Kata "berbalik" adalah kata kunci dalam tulisan para nabi, teristimewa Yeremia, dan merupakan dasar dari panggilannya kepada umat.
Kata "menyesal" terutama dikatakan mengenai Yahwe dalam kenabian. Jika orang "berbalik", Yahwe "menyesal" (lih. Yl. 2:12-14). Kedua kata ini bercampur dalam satu konsep metanoia atau "pertobatan".
Pertobatan yang dimaksud di sini adalah suatu pertobatan yang utuh, sungguh, yang berubah karena dilandasi kepercayaan.
Dalam hal inilah, orang Israel diajarkan pula untuk melihat bagaimana bangsa lain boleh mewujudkan suatu pertobatan yang total.
Ketiga, pertobatan orang-orang Niniwe telah membuat Allah menarik kembali apa yang sudah dia rancangkan. Yunus mungkin marah terhadap keputusan Allah.
Tetapi, marahnya itu dilandasi rasa takut bahwa ia akan menjadi nabi sukses dan mempertobatkan orang-orang Niniwe.
Ia marah karena ia tahu bahwa Allah bukanlah hakim yang membalaskan kejahatan sesuai dengan berat-ringannya, melainkan Allah yang berbelas kasih, yang menyesal telah marah.
Allah adalah pengampun bagi siapa saja yang telah berdosa namun mau bertobat.
Di pihak lain, Allah berbelas kasih karena Allah tahu siapa Yunus. Kisah Yunus dan pohon jarak juga memberi penegasan bahwa belas kasih Allah tidak mengenal batas.
Allah juga berbelas kasih kepada nabi yang suka memberontak. Di sinilah pengarang mengajar Israel untuk menyadari belas kasih Allah yang tak mengenal batas.
Pengarang juga mengajar Israel untuk mampu membangun sikap insyaf terhadap kenyataan bahwa Allah mengasihi bangsa-bangsa lain sebagaimana Allah mengasihi Israel.