Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mirip Zaman Soeharto, Refly Harun Pastikan Gibran Menang: Siapapun yang Lawan Klan Jokowi akan Kalah

Refly Harus kemudian menyamakan kondisi tersebut dengan pemilihan umum selama masa pemerintahan Soeharto.

Editor: Finneke Wolajan
YouTube Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyorot keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Solo 2020.

Refly Harun menyampaikan itu dalam kanal Youtube-nya yang diunggah Selasa (21/7/2020), seperti dilansir Tribunwow.

Diketahui DPP PDIP mengusung putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu berpasangan dengan Teguh Prakosa, serta didukung Golkar, PAN, Gerindra, dan PSI.

PDI Perjuangan resmi mengusung Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa sebagai pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Solo pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
PDI Perjuangan resmi mengusung Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa sebagai pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Solo pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. (Instagram @fx.rudyatmo)

Pasangan tersebut berpotensi menjadi calon tunggal di Kota Solo karena satu-satunya oposisi, PKS, tidak cukup memiliki kursi di DPRD untuk mengusung calon.

Menanggapi hal itu, Refly menyoroti kemungkinan Gibran bersaing melawan 'kotak kosong'.

Ia menilai kini sulit bagi PKS untuk mengajukan calon wali kota.

"Kalau semua partai mendukung Gibran, PKS ya mendukung Gibran juga. Kalau pengertian suara umat adalah suara rakyat, maka semuanya mencalonkan Gibran," komentar Refly Harun.

Ia menyebutnya sebagai paradoks kontes pemilihan umum di Indonesia.

"Bagaimana mungkin ada pemilihan langsung tapi calonnya cuma satu?" tanya Refly.

Refly kemudian menyamakan kondisi tersebut dengan pemilihan umum selama masa pemerintahan Soeharto.

Seperti diketahui, selama bertahun-tahun Soeharto terpilih sebagai calon tunggal dalam Sidang Umum MPR.

"Seperti pemilihan Presiden Soeharto di setiap Sidang Umum MPR saja. Mulai MPR tahun 1973, 1978, 1988, kemudian 1993, 1998, akhirnya mengundurkan diri selalu dengan mekanisme calon tunggal," katanya.

"Bahkan ketika menggantikan Presiden Soekarno tahun 1967 dalam Sidang Istimewa, juga calon tunggal," lanjut Refly.

Ia menilai fenomena itu terjadi karena citra Jokowi di mata masyarakat Solo masih tinggi.

Menurut Refly, masyarakat Solo menilai Jokowi adalah mantan wali kota yang berhasil.

Halaman
123
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved