Tanggapi Isu Pembubaran OJK, Kepala Staf Kepresidenan Angkat Bicara
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko angkat bicara mengenai isu penggabungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pembubaran 18 lembaga negara yang disampaikan presiden Joko Widodo mendapat perhatian publik.
Ada banyak yang berspekulasi mengenai hal tersebut dengan menebak-nebak lembaga apa saja yang akan dibubarkan.
Terkait dengan isu penggabungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Bank Indonesia, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko angkat bicara.
Menurut Moeldoko banyak yang berspekulasi bahwa 18 lembaga yang akan dibubarkan presiden tersebut, salah satunya OJK.
"Pada dasarnya mungkin semua akan mengkalkulasi bahwa pernyataan presiden itu ada kaitannya dengan penggabungan OJK dengan BI," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Menurut Moeldoko 18 lembaga negara yang akan dibubarkan presiden adalah lembaga yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres).
Sementara OJK adalah lembaga yang pembentukannya di bawah Undang-undang.
"OJK itu lembaga yang ada di bawah UU. Itu pasti area bermainnya bukan di pemerintahan," katanya.
Karena itu menurut Moeldoko, OJK bukan bagian dari lembaga yang akan dibubarkan oleh presiden.
Meskipun demikian menurut Moeldoko semua lembaga sebaiknya fokus pada tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan atau undang-undang, terutama dalam menangani Pandemi Covid-19.
"Tidak ada lagi ego sektoral," katanya.
Sebelumnya belakangan santer isu akan dibubarkannya OJK oleh Pemerintah dan DPR.
Fungsi pengawasan perbankan akan dikembalikan ke Bank Indonesia.
Isu pembubaran OJK muncul setelah adanya skandal Jiwasraya serta kurang berjalannya program stimulus ekonomi selama Covid-19
Ingin Simpel
Presiden Joko Widodo menegaskan akan adanya perampingan atau penghapusan 18 lembaga dan komisi. Hal itu disampaikan presiden di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/7/2020).
"Dalam waktu dekat ini ada 18," kata Presiden Jokowi.
Jokowi menjelaskan mengenai alasan rencana perampingan tersebut. Menurut Kepala Negara,
perampingan dilakukan untuk mengurangi beban anggaran.
"Semakin bisa kita kembalikan anggaran, biaya. Kalau pun bisa kembalikan ke menteri kementerian, ke Dirjen, Direktorat, Direktur, kenapa kita harus pake badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi," kata Presiden.
Menurut Presiden, dengan semakin rampingnya pemerintahan, harapannya akselerasi dalam bekerja
semakin baik.
Alasannya, dalam persaingan global ke depan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, bukan lagi negara besar mengalahkan negara yang kecil.
"Saya ingin kapal itu sesimpel mungkin sehingga bergeraknya menjadi cepat. Organisasi ke depan kira-
kira seperti itu. Bolak balik kan saya sampaikan, negara cepat bisa mengalahkan negara yang lambat.
Bukan negara gede (besar) mengalahkan negara yang kecil, nggak," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo
Kumolo menyatakan, pihaknya tengah mengkaji untuk melakukan pembubaran kepada sejumlah
lembaga/komisi yang dilihat kurang optimal dalam kinerja.
Baca: Jokowi Ancam Bubarkan Lembaga, Tjahjo: Saat Ini Ada 98 Lembaga dan Komisi Negara
Menurut Tjahjo, kajian tersebut merujuk arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat sidang kabinet paripurna pada 18 Juni, lalu.
"Coba cermati teguran Bapak Presiden, kan beliau singgung juga kaitan lembaga/komisi. Sebagai
pembantu Presiden yang harus melaksanakan visi dan misi Presiden di bidang reformasi birokrasi, maka
saya harus cepat ambil langkah,” kata Tjahjo kepada wartawan, Selasa (7/7/2020) lalu.
Tjahjo menjelaskan, sejak 2014 terdapat sekitar 24 lembaga/komisi yang dibubarkan. Hingga kini, ada
96 lembaga/komisi, baik yang dibentuk melalui undang-undang (UU) maupun peraturan pemerintah (PP)
serta peraturan presiden (perpres).
Tjahjo menyatakan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengkaji urgensi 96 lembaga/komisi itu.
"Kementerian PAN dan RB mencoba melihat mencermati lembaga-lembaga yang urgensinya belum maksimal dan memungkinkan untuk diusulkan pembubaran."
"Masih ada 96 yang sedang kita cek koordinasikan dengan kementerian/lembaga untuk menungkinkan
dihapus atau ada yang dikurangi dari 96 komisi/ lembaga yang ada,” jelas Tjahjo.
Tjahjo juga mengatakan, jika lembaga/komisi yang dibentuk dengan peraturan pemerintah dan perpres
tentu akan lebih mudah dihapus. Sementara institusi yang dibentuk UU, lebih sulit karena harus dengan
persetujuan DPR.
Di awal tahun, Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan menanggapi adanya usulan agar Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dibubarkan, menyusul kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ia hanya menjelaskan, selama ini Kemenkeu, Bank Indonesia, dan OJK bekerja dalam forum Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang sesuai dengan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan
Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
"Kerjasama kami lakukan sebaik mungkin, pasti belum sempurna, masih perlu banyak hal yang diperbaiki, termasuk dari sisi perundang-undangan," ujar Sri Mulyani saat itu.
Menurutnya, pemerintah akan terus menyempurnakan dari sisi peraturan maupun perundang-undangan
di sektor keuangan. "Ini dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan itu," paparnya.
(tribun network/fik/sen)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Respons Istana Terkait Isu Pembubaran OJK
https://www.tribunnews.com/nasional/2020/07/14/respons-istana-terkait-isu-pembubaran-ojk?page=all