Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Update Virus Corona Sulut

Petani Sulut Menanti Stimulus Covid-19 Presiden Jokowi, Hapus PPn Hasil Pertanian

Stimulus itu disambut hangat dengan harapan komoditas cengkih, kopra, dan pala juga bisa ikut merasakan.

Penulis: Ryo_Noor | Editor: Maickel Karundeng
ryo noor/tribun manado
Petani Sulut menantikan stimulus ekonomi dampak Covid-19 dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Petani Sulut menantikan stimulus ekonomi dampak Covid-19 dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Hal itu disuarakan buntut rencana stimulus  pemerintah menghapus Pajak Pertambaham nilai (PPN)  hasil pertanian,  perkebunan dan kehutanan 

Stimulus itu disambut hangat dengan harapan komoditas cengkih,  kopra,  dan pala juga bisa ikut merasakan.

Kabarnya,  hanya komoditas sawit dan cokelat yang mendapat pengurangan PPn hingga 2 persen.  Sementara komoditas lain akan tetap membayar PPn 10 persen.  

Para petani pun menyuarakan agar PPn tersebut dihapus saja. 

Paulus Sembel, Petani Cengkih asal Sulut mengatakan, harusnya cengkih tak dikenakan PPn.

"Sikap kami pengenaan PPN ke cengkih sangat tidak setuju, kami menolak," ujar Sekjen Forum Peduli Petani Cengkih ini keroka dikusi terkait PPN Hasil Pertnian, Perkebunan, dan Kehutanan di Hotel Quality, Manado, Selasa (30/6/2020).

Pengenaan PPN terhadap komoditas perkebunan memang agak berat,  padahal harusnya petani diberi stimulus di masa Covid. 

Penghapusan PPn ini bisa jadi satu di antaranya.

PPN ini dikenakan ke pedagang antar pulau, pedagang pengumpul, otomatis akan terjadi penekanan harga di petani. 

Bicara harga cengkih saat Rp 63.000, menurut Sembel tak masuk akal, mulai dari pemetikan sampai penjualan biayanua berkisar di angka Rp 70.000.

"Biaya petik cengkih 1 liter mentah Rp 5.000," kata dia. 

Jika petani ingin untung, maka harga harus ada di kisaran Rp 90.000.

Sayangnya pemerintah tidak menetapkan cengkih sebagai komoditas strategis meski pesebarannya ada 14 provinsi se Indonesia. 

Cengkih memberi kontribusi terhadap produk rokok.

Petani juga dilema,  mau petik cengkih tidak untung, dibiarkan tak dipetik makin rugi.

"Ada istilah petani lebih baik miring daripada plaka (jatuh)," kata dia. 

Jadinya petani memetik untuk kebutuhan sehari-hari,  tidak untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

Petani Vanili, Max Ogotan pun mengumbar persoalan dihadapi petani saat ini. 

"Petani di Sulut mau panen, tapi terjadi gejolak harga vanili," sebut Ketu Asosiasi Petani  Vanili Indonesia Sulut ini.

Pengenaan PPN ini dirasakan pedagang pengepul, berimbas ke petani. 

PPn hanya satu di antaranya, ada lagi persoalan Amerika mencabut Indonesia kategori sebagai negara berkembang. 

Pajak dulunya 10 persen, jadi 20 persen.

"Ini kenapa vanili awalnya 4-5 juta(/kg) tinggal 2 juta," sebut dia. 

Max meminta DPRD bisa menyampaikan ke Presiden agar lebih tegas lagi.  

"Menteri sudah mengambil kebijakan lari dari koridor tidak kordinasi dengan presiden. Waktu lalu dilantik  presiden komando kan dari presiden, bukan komando mebteri. Mana komando itu?," sebutnya. 

Marlon Sumarow dari Asosiasi Petani Cengkih juga mendesak agar putusan MK nomor 39 terkait penghapusan PPN cengkih harus dieksekusi. 

Hal itu baik namun belum cukup, di masa pandemi Covid 19 pemerintah akan memberi stimulus ekonomi. 

Kalau bisa harus didesak pemerintah menalangi cengkih petani Rp 100.000, bikin resi gudang  ketika harga naik baru dilepas.

"Ini golden momen, diberikan dana talangan beli komoditas pertanian sekarang sudah mulai panen," kata dia. 

Jokowi Marah

DPRD Sulut juga ikut menyuarakan aspirasi petani. Wenny Lumentut (WL), Ketua Fraksi Nyiur Melambai DPRD Sulut mengatakan, saat ini momennya,  mengingat Presiden Jokowi lagi marah-marah kinerja para menteri tak sesuai ekspektasi.

"Momen ini kita manfaatkan, kejar stimulus ekonomi," kata dia. 

Pasalnya sudah dipimpin 6 presiden, namun nanti di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, hasil pertanian,  perkebunan, dan kehutanan kena PPn.

Pengenaan PPn hasil pertanian ini dibiarkan, tidak dikoreksi para pembantu presiden.

Padahal ada putusan MK nomor 39 tahun 2016 yang membatalkan pengenaan PPn hasil pertanian.

"Kami  memohon kepada presiden dan Menko Perekonomian, dan Menkeu agar PPN hasil pertanian, perkebunan, kehutanan yang dikuasai rakyat dibebaskan dari PPn," kata dia.

Pertanian atau perkebunan tentu beda levelnya dengan perusahaan multi nasional.

"Perusahaan multi nasional dikecualikan," kata Anggota DPRD Sulut ini.

Jika PPn dihapus, ia yakin akan memberi efek multiplayer di desa, ekonomi rakyat akan meningkat lagi.

"Lagi pula kalau PPn ini dihapus tidak efek ke negara, justru menguntungkan rakyat tambah penghasilan nanti Pph meningkat,'' ujar Politisi Partai Gerindra ini.

Prediksinya jika PPn ini dihapus maka harga bisa meloncat 10-15 persen.

Produk pertanian dan perkebunan makin banyak pemainnya maka yang diuntungkan itu petani.

Diperkirakan tahun ini, Sulut akan panen 5.000 ton cengkih, orang mau beli cengkih petani sekarang ini kena pajak.

Menyikapi kondisi Pandemi Covid 19 ini, Presiden akan memberikan stimulus ekonomi di bidang pertanian direncanakan PPN hasil pertanian diturunkan tinggal 2 persen, tapi cuma untuk sawit dan cokelat.

"Diikut sertakan juga kelapa, cengkih, pala, vanili hasil bumi lainnya," ujarnya. 

Cengkih misalnya dikenakan PPN, padahal maaih termasuk raw material untuk bahan bamu,  belum ada nilai tambah tapi harus bayar PPN.

70 persen rakyat Sulut menggntungkan harapan hidul di sektor pertanian dan perkebunan.

Sandra Rondonuwu (Saron), Anggota Fraksi PDIP DPRD Sulut mengatakan, pada kuartal ke III tahun 2019 pertanian menyumbang 13.45 pedlrsen Pendapatan Domestok Bruto (PDB), tertinggi dari sektor lain. 

"Apa artinya? Ini menyatakan dalam perjalann bangsa Indonesia,  bicara pertanian dan lerkebunan, ini bicara ketahanan pangan.  Indonesia dikenal negara agraris," ujarnya.

Tahun 1998 Indonesia dilanda krisis moneter, sektor pertanian dan perkebunan tetap bertahan, bahkan saat pandemik Covid 19, sektor ini tetap mendongkrak perekonomian.

Saron menegaskan,  justru di saat ini kenyataannya ada bentuk 'penjajahan' baru terhadap petani dengan diberlakukannya PPN Hasil Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan ini oleh pemerintah.

"Situasi ini akan membawa penderitaan rakyat, termasuk 70 persen rakyat Sulut. Kita perlu sampaikan banyak hal ke pemerintah pusat," ujar Saron.

Ia memohon kepada Presdien Jokowi, membatalkan PPN hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan ini, termasuk membongkar praktek mafia yang menyusahkan petani.

PPN ini diberlakukan merupakan penghinatan terhadap sejarah bangsa.

"Bung karno selalu menegaskan kedaulatan petani harus dijaga dan dibangkitkan," sebutnya. 

Bicara pertanian, dan perkebunan kata Saron tak hanya soal ketahanan pangan,  tapi menyangkut ketahanan sosial, ekonomi dan politik.  

"Jangan buat petani mencari kemerdekaan sendiri," tegas Politisi PDIP ini. (ryo) 

BERITA TERPOPULER :

 Setelah Diperiksa Polisi, Dalam Tas Pembakar Mobil Via Vallen Ada Boneka Kecil yang Mirip Jenglot

 Vicky Nitinegoro Beri Dukungan ke Baim, Sebut Soal Orang Waras

 Jangan Lewatkan! Hari Ini Ada Layanan SIM Gratis dalam Rangka HUT ke-74 Bhayangkara, Ada Syaratnya!

TONTON JUGA :

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved