Polemik Pembayaran Lahan Stadion
Erwin Ingat, Mama Pulang Bawa Uang Recah dari Pembayaran Lahan
Pemerintah Kota Bitung menindaklanjuti dua surat keputusan bersama dua menteri tentang realokasi dan recofusing anggaran untuk penangangan Covid 19.
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejumlah fakta-fakta menarik kembali mengemuka terkait lahan Stadion Duasudara di Kelurahan Manembo-Nembo Kecamatan Matuari Kota Bitung.
Belum lama ini telah dibayar oleh Pemerintah Kota Bitung kepada pemilik lahan.
Proses pembayaran dari keterangan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Bitung, dilakukan dengan cara cicil untuk pembayaran pertama senilai Rp 5.1 miliar dari total anggaran Rp 10.2 miliar.
Pembayaran dengan cara dicicil karena, pemerintah Kota Bitung menindaklanjuti dua surat keputusan bersama dua menteri tentang realokasi dan recofusing anggaran untuk penangangan Covid 19.
Sejumlah warga yang merupakan pemilik awal lahan yang kini telah berdiri megah stadion kebanggaan warga Kota Bitung mengaku, saat Bitung masih menjadi daerah administratif (tahun 1986 - 1989) pemerintah telah membayar lahan itu.
"Waktu itu, orang tua kami sebagai pegawai dan warga Bitung yang ingin membantu Bitung dari kota Administratif menjadi Kotamdya, mau dong daerahnya maju."
"Sehingga lewat negoisasi hingga terjadilah jual beli," beber Erwin Luntungan putra dari Keluarga Luntungan Wulur pihak yang memberikan tanah di stadion dibeli pemerintah, Senin (29/6/2020).
Kepada wartawan melalui sambungan telpon, Erwin menceritakan proses negoisasi pembelian lahan oleh pemerintah kepada pemilik lahan diketahui oleh camat waktu itu Ramoy Markus Luntungan (RML) (camat Bitung Tengah).
Sosok RML merupakan keponakan dari orang Erwin Keluarga Luntungan Wulur.
Nah, karena ada unsur kekeluargaan dan untuk kemajuan Bitung dari kota Adminsitratif menjadi kotamadya, dimana mensyaratkan satu diantaranya harus ada fasilitas olahraga sehingga proses negosiasasi berjalan dengan baik.
"Informasi ini sebagaimana yang disampaikan walikota waktu itu kepada orang tua kami," tambahnya.
Sebagai anak sempat tau, pada saat itu terjadi pembicaraan orang tua lahan itu sudah dibayarkan oleh pemerintah kota Bitung kepada kami dengan cara dicicil.
Dalam percakapan waktu itu, orang tua Erwin sebagai warga Bitung ingin membantu Kota Bitung dari kota Admistratif menjadi kotamadya.
Saat itu orang tua Erwin sebagai pegawai tugas di Manado mau supaya daerahnya maju, sehingga lewat sebauah negosiasi hingga terjadilah jual beli.
Sebagai anak-anak mengetahui seluk beluk pembayaran itu dari pembicaraan orang tua.
Lahan itu Sudah dibayarkan oleh pemerintah kota Bitung kepada mereka dengan cara dicicil.
Erwin ingat, cicilan pembayaran dari pemerintah terhadap lahan itu sebagian uang yang dikumpulkan dari retribusi pasar.
Pria yang kini sebagai pegawai di lingkup pemerintah satu diantaran kabupaten kota di Sulut, ingat betul waktu itu mama kalau pulang dari Bitung, bawa banyak uang recehan (pecahan rp 5 ribuan).
Penagihan ke Walikota waktu itu awalnya di rumah dinas kemudian, disuruh ke bagian Keuangan.
"Disitu orang tua berdialog lama karena tunggu uang terkumpul untuk di bayarkan, sehingga kami tau itu pemerintah yang bayar," sebutnya.
Mengenai nominal pembelian permeternya, Erwin sudah tidak tau persis. Namun sempat mendengar mungkin rp 3.500 ribu per meter atau berapa.
Mengenai bukti pembayaran sudah hilang karena musibah bencana alam banjir bandang di daerah Ranomut Kota Manado.
Kini proses pembayaran terhadap lahan stadion Duasudara Bitung sudah terjadi.
Sebagai pihak yang pernah di bayarkan oleh pemerintah waktu itu, merasa sangat heran kenapa ada pembayaran lagi.
"Ini seperti terjadi pembayaran dari pemerintah kepada pemerintah. Masalahnya setau kami tidak ada pembelian secara pribadi karena pembayaran dilakukan oleh pemerintah," kata dia sembari menambahkan bangga dengan kemajuan kota Bitung.
Pemerintah Kota Bitung melalui Anita Lomban Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bitung yang dikonfirmasi terkait dimana saja titik-titik yang sudah di bayarkan mengatakan, untuk penjelasan dan keterangan itu sudah sesusi seperti stetmen yang jelaskan sekda Kota Bitung Audy Pangemanan Kamis pekan lalu.
"Untuk historisnya pak sek so sampaikan, untuk obejk atau bidang- bidang dimana saja yang sudah terbayarkan saya tau."
"Tapi yang jelasnya BPN (Badan pertanahan) lebih tau mereka yang ukur," kata Anita melalui sambungan telpon.
Terkait dengan mantan pemilik lahan yang mengungkap bahwa lahan itu sudah terbayarkan oleh pemerintah waktu itu alias sudah dibayarkan, Anita bilang untuk hal itu urusan pemilik.
Karena pihaknya bertugas dan bertanggung jawab sesuai fungsi, dialokasikan anggaran ke Dispora Kota Bitung. Untuk historis penelusuran tanah sesuai dengan penyampaian sekda Kota Bitung.
Dia menjelaskan dalam hal ini hanya melihat sertifikat, siapa yang punya. Terkait dengan ada informasi sudah sempat dibayarkan kepada pemilik sebelumnya, kata Anita harus ke BPN yang lebih tau.
"Untuk bidang-bidang tanah dimana saja, luasannya ada di bagian aset setda kota Bitung. Karena itu sudah terbagi tidak keseluruhan, untuk data lengkap ada di bagian umum," tandasnya.
Sementara itu dari penelusuran, selain Erwin ada juga warga lain yang membeberkan sudah menerima pembayaran dari pemerintah di era itu, atas lahan Stadion yang terletak di jalan Samsat Kelurahan Mamenbo-Nembo Kecamatan Matuari Kota Bitung.
Warga itu adalah perempuan usia lanjut Santje Pateh (76) warga Kelurahan Manembo-Nembo, dia membeberkan awalnya lurah setempat datang bertemu dengan keluarganya dan mempertanyakan apakah tanah itu akan di jual.
Waktu itu sekitar tahun 1987 atau 1988. Namun saat itu keluarga sempat bilang kalau tanah itu tidak akan di jual karena, sangat penting buat keluarganya.
Namun lurah saat itu (Lurah Yetty) menyampaikan, tanah itu akan dibeli oleh pemerintah kota Bitung untuk kepentingan umum akan dibuat fasilitas olahraga berupa stadion untuk masyarakat banyak pakai.
Singkat cerita karena untuk kepentingan umum pihaknya setuju, dan terjadilah tawar menawar harga.
Pihaknya memberikan harga rp 1.000 per meter namun di tawar rp 500 per meter. (crz)
• Desa Liberia Timur Dinobatkan Kampung Tangguh Nusantara, Sehan : Jadi Produksi Boltim