Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Heboh

Pangkat Jaksa Penuntut Umum yang Tangani Kasus Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan

Pada dasarnya institusi Jaksa juga memiliki jenjang kepangkatan, dan memakai tanda kepangkatan di seragamnya.

Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Tanda pangkat Fedrik Adhar yang dilingkari tanda merah. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut satu tahun penjara

terhadap pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

JPU ini bernama Fedrik Adhar.

Tuntutannya pun kemudian menjadi sorotan publik.

Bahkan komika Bintang Emon yang membuat guyonan berdasarkan kasus itu kini menjadi trending topic twitter. 

Lalu apa pangkat Jaksa yang menangani kasus penyiraman Novel Baswedan?

Sidang penyiram air keras Novel Baswedan di Pengadilan Neger Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Sidang penyiram air keras Novel Baswedan di Pengadilan Neger Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). (Bidik layar akun Youtube PN Jakarta Utara)

Pada dasarnya institusi Jaksa juga memiliki jenjang kepangkatan, dan memakai tanda kepangkatan di seragamnya.

 Namun, tidak seperti polisi atau TNI, dalam pemberitaan media nama Jaksa jarang didahului dengan

menyebut pangkatnya terlebih dulu. 

Sementara polisi atau TNI selalu didahului dengan menyebut pangkatnya dulu dalam pemberitaan. 

Salah satu Jaksa yang menangani kasus Novel Baswedan diketahui bernama Fedrik Adhar

Mari kita simak terlebih dulu tanda kepangkatan di seragam Fedrik Adhar dalam foto di bawah ini : 

Lihat tanda pangkat Fedrik Adhar yang dilingkari tanda merah. Melati tiga di pundak.
Lihat tanda pangkat Fedrik Adhar yang dilingkari tanda merah. Melati tiga di pundak. (ISTIMEWA)

Dilihat dari berbagai sumber mengenai pangkat kejaksaan, tiga bordir kuning melati di pundak itu menandakan bahwa

Fedrik Adhar berpangkat Jaksa Pratama / Madya Wira / Penata.

Golongannya adalah III-C. 

Jika disandingkan dengan kepangkatan di TNI atau kepolisian, ini setara dengan pangkat Ajun Komisars Polisi (AKP di

kepolisian), dan Kapten (TNI). 

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, JPU menganggap Rahmat Kadir terbukti melakukan penganiayaan dengan

perencanaan terlebih dahulu dan mengakibatkan luka berat.

Sementara itu, Rony dinilai bersalah karena dianggap terlibat dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan Novel

Baswedan kehilangan penglihatan.

Keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Namun, JJPU menilai kedua terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan

berat dari Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Alasannya, cairan yang disiram Rahmat tidak disengaja mengenai mata Novel.

Padahal, menutur JPU, cairan itu awalnya diarahkan ke badan Novel. "

Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman

air keras ke Novel Baswedan.

Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan

mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen, sehingga unsur dakwaan primer

tidak terpenuhi," tambah jaksa.

TUNTUTAN TIDAK MASUK AKAL

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia ( PSHK) menyesalkan dua terdakwa pelaku penyerangan

penyidik KPK Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara.

PSHK pun menilai alasan Jaksa memberi tuntutan ringan tak masuk akal.

"Argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku untuk menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah merupakan penghinaan terhadap akal sehat," kata peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik dalam keterangan tertulis, Jumat (12/6/2020).

Giri mengatakan, kesengajaan seharusnya dibuktikan dengan unsur mengetahui dan menghendaki.

Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dan pengunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesadaran dari pelaku bahwa menyiramkan air keras kepada seseorang pasti akan menyebabkan luka berat pada tubuh.

Giri menegaskan, tuntutan minimal Jaksa kepada pelaku penyerangan Novel telah mencederai rasa keadilan tidak hanya bagi Novel dan keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat.

Tuntutan penjara satu tahun dinilai tidak berdasarkan pada hukum dan fakta yang terungkap.

Tuntutan itu juga dianggap mengabaikan fakta motif terkait dengan ketidaksukaan terhadap Novel sebagai penyidik KPK yang membongkar kasus korupsi di institusi Kepolisian.

 "Tuntutan dengan pidana rendah telah memberikan preseden yang kontraproduktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum Indonesia, yang berpotensi melahirkan kekerasan-kekerasan lainnya bagi aparat penegak hukum, utamanya pegawai KPK," ujar Giri.

Giri pun meminta Hakim mengabaikan tuntutan JPU dan memberikan hukuman maksimal sesuai pasal 355 ayat (1), yakni 12 tahun penjara.

(cc/Ihsanuddin/Kompas.com)

BERITA TERPOPULER :

 Awal Mula Pertikaian Tambang Ratatotok, Warga Luar Mitra Jadi Dalang?

 Kabar Bahagia Sandiaga Uno, Anak Perempuannya Raih Prestasi di Amerika Serikat: Alhamdulillah

 Hasil Rapid Test Covid-19 Seorang Pria di NTT Positif Hamil, Keluarga Mengamuk di Lokasi Karantina

TONTON JUGA :

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Argumen JPU Tuntut Ringan Penyerang Novel Dinilai Hina Akal Sehat".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved