Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kerusuhan di AS

Sikap Masa Bodoh & Rasisme, Donald Trump Disebut Coba Membuat Rakyat Saling Bentrok

Sikap dan pernyataan Trump itu bukan sekadar fantasi yang tak dapat diterima, akal sehat.

Editor:
Flickr
Donald Trump 

John Adams  mengatakan, sebagai sikap perlawanan terhadap Inggris: “Kami tidak akan menjadi orang Negro mereka.” (The  Atlantic, 1/6).

Pernyataan tersebut, jelas merendahkan derajat dan martabat orang-orang kulit hitam, walau John Adams dikenal sebagai seorang negarawan AS.

Meski kekerasan dan kekuatan digunakan sebagai senjata untuk mempertahankan kebebasan, protes dan gerakan perlawanan orang-orang kulit hitam, tidak pernah dikategorikan sebagai bentuk kesetiaan pada demokrasi.

Tetapi, itulah bahasa politik untuk menyatakan—terutama dari orang-orang kulit hitam yang selalu diperlakukan tidak manusiawi—kehendak dan isi hatinya.

Kekerasan adalah bahasa politik. Bagi kaum kulit putih politik rasialisme, rasisme, politik apartheid; bagi kulit hitam, politik melawan penindasan.

Maka itu jika kekerasan adalah bahasa politik, orang Amerika kulit putih adalah penutur asli; bisa dilacak hingga sejak zaman perbudakan.

Akan tetapi, orang kulit hitam juga fasih dalam melakukan perlawanan.

Namun, tokoh perjuang hak-hak Martin Luther King Jr (1929-1968), yang menuntut hak sipil dengan cara non-kekerasan dan pembangkangan sipil, mencoba meredam “bahasa politik” itu dengan mengatakan, “kerusuhan adalah bahasa yang belum terdengar” (The New Yorker, 31/5).

Akan tetapi, bahasa politik itu (kekerasan) kini diucapkan dan terdengar di berbagai wilayah AS, diwarnai dengan bentrokan antara warga dengan polisi, penangkapan, penahanan, penjarahan, dan penembakan.

Kekerasan itu dipicu oleh kematian George  Floyd. Ini mengingatkan kerusuhan setelah pembunuhan terhadap Martin Luther King Jr, 4 April 1968. Ketika itu, lebih dari 100 kota, rusuh!

Kerusuhan berbau rasial pecah lagi pada tahun 1992, yang terjadi menyusul penangkapan dan penganiayaan terhadap Rodney King, orang kulit hitam, oleh polisi.

Tindakan polisi itu ada yang merekam dan beredar. Para polisi diadili, tetapi pengadilan membebaskan mereka (empat orang).

Pembebasan ini memicu kerusuhan di Los Angeles yang menewaskan lebih dari 50 orang, lebih dari 2.000 orang terluka, dan 9.500 orang ditahan karena membuat kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran bangunan.

Kekerasan bernada rasial tidak hanya berhenti sampai di tahun 1992. Meskipun, pada akhirnya AS memiliki seorang presiden kulit hitam (Barack Obama), tetapi tidak berarti bahwa persoalan selesai.

Sekarang kondisi diperburuk oleh retorika Trump, lewat Tweeternya, yang tidak membuat adem.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved