Sistem Proporsional Tertutup Mendapat Kritikan, Hak Rakyat Pilih Wakilnya Dirampas
"Hak demokrasi rakyat untuk memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas," kata Guspardi.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pengembalian sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke proporsional tertutup mendapat kritik dari anggota Komisi II DPR RI fraksi PAN, Guspardi Gaus.
Sebagaimana dalam Pasal 206 RUU Pemilu, sistem pemilu yang digunakan yaitu sistem proporsional tertutup.
Pengembalian kepada sistem proporsional tertutup dinilai sebagai set back atau memutar jarum ke belakang dan mengebiri hak rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.
"Hak demokrasi rakyat untuk memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas," kata Guspardi kepada Tribunnews, Kamis (21/5/2020).
"Menerapkan sistem proporsional tertutup adalah langkah mundur karena bertentangan dengan semangat reformasi dan hanya akan menimbulkan oligarki," imbuhnya.
Saat ini pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka.
Kandidat bersaing dengan kandidat lain di partai yang sama. Mereka yang lolos adalah yang mendapat suara terbanyak sebagai individu.
Ini tentunya akan membuat semua calon akan bersemangat dan bergairah untuk mendulang suara di daerah pemilihan masing-masing.
Sehingga calon yang akan duduk di parlemen adalah mereka yang benar-benar mendapatkan dukungan dari masyarakat pemilihnya.
Dan itu merupakan manifestasi dari kedaulatan itu berada di tangan rakyat.
Sementara sistem proporsional tertutup berkebalikan dari itu, calon anggota ditentukan berdasarkan nomor urut yang ditentukan partai politik.
Kemudian pemilih akan memilih partai dan bukan memilih anggota partai yang mewakili daerah pemilihan.
Partai politik menjadi sangat berkuasa menentukan mendudukkan calon yang akan diusung di lembaga legislatif.
Hal ini dinilai tidak mendukung semangat reformasi dan pembangunan politik serta demokrasi di Indonesia dan hanya akan mematikan partisipasi politik.
Serta akan menguatkan oligarki partai-partai politik.