Virus Corona
Anies Blak-blakan Mengaku Berdeda Pendapat dan Bingung dengan Sikap Kemenkes
Anies mengklaim Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah mulai memonitor dan melacak kasus-kasus potensial terkait Covid-19 sejak Januari 2020.
Anies kembali memiliki pendapat yang berbeda dengan pemerintah pusat tentang klaim penurunan kasus Covid-19 di Indonedia.
Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyatakan, pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di DKI Jakarta berhasil menurunkan penambahan jumlah kasus positif Covid-19 sebesar 39 persen.
Hal itu, kata Doni, terlihat dari proporsi kasus positif di Jakarta dengan total kasus secara nasional.
Bahkan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga memprediksi pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan pada Juni atau Juli 2020. Sehingga, kehidupan akan kembali normal pasca pandemi Covid-19 pada Agustus 2020.
Anies kembali menolak pernyataan tersebut. Menurut Anies, laporan penambahan kasus Covid-19 di Indonesia yang disampaikan setiap hari tak dapat dijadikan acuan untuk menyatakan Indonesia telah melewati fase kritis.
"Saya belum yakin apakah persebaran data (Covid-19) telah landai (melewati fase kritis). Kita harus menunggu beberapa minggu ke depan untuk menyimpulkan apakah tren itu sudah landai atau kita masih akan bergerak naik," tutur Anies.
Anies bahkan mengaku pesimis kehidupan bisa kembali normal pada Agustus 2020 jika melihat persebaran data Covid-19.
"Mengapa saya tidak ingin membuat prediksi? Karena saya melihat data. Itu tidak menunjukkan sesuatu yang akan segera berakhir, itu juga yang dikatakan para ahli epidemiologi. Ini adalah waktu di mana para pembuat kebijakan perlu percaya pada ilmu pengetahuan," ungkap Anies.
Meminta data pasien Covid-19 disampaikan transparan
Oleh karena itu, Anies meminta Kemenkes berani transparan terkait data-data pasien positif Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, transparasi data dapat membuat masyarakat lebih waspada terhadap penyebaran Covid-19.
Kendati demikian, sejak awal, Kemenkes tidak pernah transparan dalam membeberkan data pasien positif Covid-19 karena tidak ingin membuat masyarakat panik.
"Menurut kami, bersikap transparan dan menginformasikan (kepada masyarakat) mengenai apa yang harus dilakukan adalah cara memberikan rasa aman. Namun, Kementerian Kesehatan mempunyai pandangan berbeda, (Kemenkes menilai) transparan akan membuat (masyarakat) panik," ucap Anies.
Ketidakterbukaan data terlihat pada angka kematian Covid-19. Anies mengatakan angka kematian Covid-19 di Jakarta lebih tinggi dibandingkan angka kematian nasional yang dirilis pemerintah pusat selama ini.
Hal ini mengacu pada data pemakaman jenazah dengan protokol pemulasaran jasad pasien Covid-19 yang dimiliki Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta.
Tercatat 4.300 pemakaman jenazah pada paruh kedua Maret 2020 dan 4.590 pemakaman jenazah pada April 2020.
Jumlah itu menunjukkan adanya kenaikan 1.500 kasus pemakaman jenazah dibanding bulan-bulan sebelum pandemi Covid-19 dimana rata-rata pemakaman jenazah hanya sekitar 3.000 setiap bulan.
"Angka kematian itu menunjukkan dugaan tingginya kasus Covid-19. Jika kita sebut tingkat kematian akibat Covid-19 sebesar 5 sampai 10 persen, maka kemungkinan, ada 15.000 sampai 30.000 kasus positif Covid-19 di Jakarta. Angka kematian dan kasus positif Covid-19 diperkirakan jauh lebih tinggi dibanding angka yang dirilis Kemenkes," ujar Anies. (TribunNewsmaker/ *)
• Tanggapan Rocky Gerung Terkait Serangan Menteri Kepada Anies: Eh Menteri Enggak Usah Ngrecokin Gua
• Sudah Disetujui Jokowi, Perpres 60 Tahun 2020 Makin Dipastikan Jakarta Sebagai Kawasan Ekonomi
• Jokowi Disebut Marah Besar, Pakar Epidemiologi Singgung: Lihat Situasi Kok Enggak Menurun?
Artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com dengan judul " Anies Baswedan Blak-blakan Soal Data Covid-19 di Jakarta, Mengaku Bingung dengan Sikap Kemenkes "