Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Populer Nasional

Refly Harun Mengaku Dirinya Bisa Maju Pilpres 2024, Singgung Puncaki Survei Capres: Saya Bersedia

Refly Harun, dirinya bisa maju di Pilpres 2024 mendatang. Hal itu disampaikannya melalui kanal YouTube Refly Harun, Senin (11/5/2020).

Editor: Frandi Piring
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pengakuan seorang Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun yang dengan gamblangnya mengaku bersedia maju di Pilpres 2024 mendatang.

Menurut Refly Harun, dirinya bisa maju di Pilpres 2024 mendatang jika berada di puncak survei calon presiden.

Dikutip TribunWow.com, Refly menilai peluangnya di Pilpres 2024 hanyalah sebuah mimpi.

Hal itu disampaikannya melalui kanal YouTube Refly Harun, Senin (11/5/2020).

"Jawabannya bersedia (maju di Pilpres 2024)," ucapnya tertawa.

Meskipun berminat, Refly mengaku cukup tahu diri.

Pakar hukum Tata Negara Refly Harun.
Pakar hukum Tata Negara Refly Harun. (Youtube Refly Harun)

Menurut Refly, mustahil bisa maju di Pilpres 2024 jika tak banyak orang yang menjagokannya.

"Bersedia kalau survei saya tertinggi, kalau enggak ada pendukungnya masa saya nekat, tahu diri ya," jelas Refly.

"Kalau surveinya rangking satu ya mau, tapi kalau disebut saja enggak kita harus tahu diri."

Lantas, ia pun kembali mengungkit Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya mengajukan dua calon presiden.

Refly mengatakan, minimnya calon presiden itu merupakan dampak dari penerapan presidential threshold.

"Apalagi presidential threshold kan membatasi betul jumlah calon presiden dan wakil presiden," terang Refly.

"Yang dalam perhelatan 2014, 2019 cuma dua calon saja."

Karena adanya pembatasan calon presiden, Refly berharap presidential threshold segera dihapus dari kebijakan di Indonesia.

Refly Harun
Refly Harun (kompas)

Meskipun menganggap presidential threshold bertentangan dengan konstitusi, Refly menyebut hal itu tak seiring dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya menginginkan presidential threshold ini hilang, hapus, nol persen jadi bukan lagi diturunkan tapi nol persen," ungkap Refly.

"Karena saya masih beranggapan presidential threshold ini bertentangan dengan konstitusi walaupun MK bilang tidak bertentangan dengan konstitusi."

Secara gamblang, Refly bahkan menyebut banyak sejumlah keputusan MK yang berpihak pada politik.

"Tapi jangan lupa, keputusan MK itu aroma politiknya lebih tinggi daripada aroma konstitusional," kata Refly.

Karena itu, ia berharap bisa memenangkan survei agar bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden 2024.

Refly pun meminta doa masyarakat agar dilancarkan jalan menunju gerbang Pilpres 2024 mendatang.

Jokowi dan Refly Harun
Jokowi dan Refly Harun (kolasetribunmanado/istimewa)

"Jadi doakan saja saya rangking pertama surveinya, tapi kalau tidak rangking pertama ya enggak usah mimpi," ucap Refly.

"Banyak orang merasa paling pantas jadi pemimpin, padahal di surveinya saja disebut enggak," tandasnya.

Simak video berikut ini menit ke-15.05:

Refly Harun: Bisa Saja Tapi Tak Mudah Seperti Zaman Bung Karno dan Gus Dur

Menurut Refly Harun, proses pemberhentian presiden saat ini tidak semudah dulu dan harus melalui mekanisme yang panjang.

Awalnya, ia membahas Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Pasal 169 huruf (J) yang membahas perbuatan tercela.

Pembahasan itu muncul saat ada yang menanyakan tentang asas pemberhentian presiden melalui beberapa alasan, termasuk melakukan perbuatan tercela.

"Perbuatan tercela itu melakukan perbuatan yang melanggar norma susila, norma adat, dan norma agama. Banyak sekali normanya," jawab Refly Harun.

"Seperti contohnya judi, mabuk, zina. Ini tidak limitatif sesungguhnya," lanjut dia.

Ia melanjutkan penjelasan tentang perbuatan tercela yang dapat menjadi alasan untuk menjatuhkan presiden.

"Jadi lebih kepada soal kepantasan. Sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas sehingga presiden bisa dijatuhkan," papar Refly Harun.

Menurut dia, kebohongan yang dilakukan pemimpin juga dapat menjadi faktor presiden diberhentikan, tetapi harus dilihat alasannya.

"Berbohong apakah bisa menjatuhkan presiden? Bisa saja, tapi lihat konteks berbohongnya seperti apa," kata Refly Harun.

"Misalnya, konteks berbohongnya itu adalah konspirasi untuk menggelontorkan keuangan negara tanpa sebuah proses good governance, bisa saja kemudian," lanjutnya.

"Memang celah ini adalah celah yang sangat dinamis," jelas Refly.

Menurut dia, pada masa pemerintahan sebelumnya pemberhentian presiden sangat mudah dilakukan.

"Tapi jangan lupa, pemberhentian presiden tidak semudah pada era sebelumnya, pada era Bung Karno tahun 1967 dan era Abdurrahman Wahid tahun 2001," katanya memberi contoh.

Potret Mantan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Joko Widodo
Potret Mantan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Joko Widodo (Facebook Blontank Poer)

Penyebabnya adalah saat itu belum dibentuk Mahkamah Konstitusi.

Refly Harun kemudian menjelaskan proses pemberhentian presiden saat ini.

"Kalau sekarang, DPR menginisiasi, lalu ke MK, balik ke DPR, lalu ke MPR, baru bisa presiden jatuh," papar ahli hukum tata negara ini.

"Di MK sendiri harus sidang pembuktian selama 90 hari," lanjutnya.

Meskipun begitu, ia berharap proses tersebut tidak perlu terjadi.

"Mudah-mudahan kita tidak mengalami proses penjatuhan presiden di tengah jalan," ungkap Refly Harun.

"Proses yang berjalan mudah-mudahan konstitusional dan presiden yang berkuasa tetap didukung, mengambil kebijakan yang berpihak kepada masyarakat," tambah dia.

Lihat videonya mulai menit 19:30:

Tautan awal: https://wow.tribunnews.com/2020/05/11/gamblang-akui-bersedia-jadi-capres-2024-refly-harun-ungkit-pilpres-2019-lalu-enggak-usah-mimpi?page=all

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved