Empat Langkah Pemerintah Atasi Perbudakan ABK
Kasus perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh pemilik kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok terhadap WNI ABK
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Kasus perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh pemilik kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok terhadap WNI ABK mengusik Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi untuk memberikan pembelaan semaksimal mungkin.
• Tiga Pejabat Tinggi AS Karantina Mandiri
Ada empat hal yang akan dilakukan pemerintah terkait dengan kasus perlakuan tidak manusiawi terhadap WNI ABK selama bekerja di kapal-kapal ikan milik perusahaan Tiongkok. Hal tersebut disampaikan Retno dalam Press Breifing Kementerian Luar Negeri via video conference pada Minggu (10/5).
"Pertama adalah memastikan hak-hak ABK WNI terpenuhi," kata Retno. Kedua, kasus ini juga akan ditindaklanjuti secara tegas melalui proses hukum secara paralel baik oleh otoritas RRT maupun otoritas Indonesia.
Ketiga, Indonesia akan memaksimalkan penggunaan mekanisme kerja sama hukum dengan otoritas RRT dalam penyelesaian kasus ini.
"Keempat, Indonesia telah dan akan terus meminta otoritas RRT untuk memberikan kerjasama yang baik dengan otoritas Indonesia, sekali lagi, dalam rangka penyelesaian kasus ini " kata Retno.
Pemerintah Indonesia juga mengutuk perlakuan tidak mansuiawi terhadap WNI ABK selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Hal itu karena perlakuan terhadap WNI ABK tersebut telah menciderai hak-hak asasi manusia.
• Ini Pertimbangan Olly Tak Usulkan PSBB Corona
"Kita mengutuk perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami para ABK kita selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan RRT. Berdasarkan informasi atau keterangan dari para ABK maka perlakuan ini telah mencederai hak-hak asasi manusia," kata Retno.
Ia pun menekankan, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut hingga tuntas.
"Pemerintah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas termasuk pembenahan tata kelola di hulu," kata Retno.
Sebelumnya, ia juga mengungkapkan sebagian dari 14 ABK WNI selama bekerja di kapal ikan milik perusahaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) belum menerima gaji sama sekali. Informasi tersebut didapatkan Retno setelah pada siang hari ini Minggu (10/5) melakukan pertemuan langsung dengan 14 ABK WNI.
"Terdapat permasalahan gaji. Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali. Sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan di dalam kontrak yang mereka tandatangani," kata Retno.
Selain itu, ia juga mendapati bahwa rata-rata para ABK WNI harus bekerja dengan jam kerja yang tidak manusiawi yakni 18 jam per hari.
"Informasi lain yang saya peroleh dari mereka adalah mengenai jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata mereka mengalami kerja lebih dari 18 jam per hari," kata Retno.
Retno mengatakan, keterangan para ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokan dengan informasi-informasi yang telah lebih dahulu diterima. Menurutnya, terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi, namun terdapat pula informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah kita terima.
"Dapat juga saya sampaikan bahwa sebelum bertemu dengan para ABK saya juga telah bertemu dengan penyidik Bareskrim yang sedang mendalami kasus ini. Tentunya penelusuran tidak saja akan diambil dari keterangan para ABK namun juga dari pihak-pihak lain yang terkait," kata Retno.
Sebelumnya diberitakan, mencuat kabar adanya perlakuan tidak manusiawi terhadap WNI yang bekerja di kapal perusahaan RRT. Kemenlu membenarkan adanya tiga ABK WNI yang meninggal dunia di atas kapal laut berbendera RRT dan jenazahnya telah dilarung ke laut (burial at sea).
Mereka di antaranya almarhum AR yang bekerja di kapal Long Xing 608. AR meninggal pada tanggal 30 Maret 2020 dan jenazahnya telah dilarung pada 31 Maret 2020. Kedua, almarhum AL yang bekerja di kapal Long Xing 629 yang jenazahnya telah dilarung pada Desember 2019. Ketiga almarhum SP yang bekerja di Kapal Long Xing 629 yang jenazahnya telah dilarung pada Desember 2019.
• Hujan Rintik Iringi Djoko Santoso ke Pemakaman
Terkait Almarhum AR, informasi yang diperoleh Kementerian Luar Negeri dari pihak kapal dan agen menyebutkan bahwa pihak kapal telah memberitahu pihak keluarga dan telah mendapatkan surat persetujuan pelarungan di laut dari keluarga tertanggal 30 Maret 2020.
Adapun terkait almarhum AL dan SP, keputusan pelarungan jenazah diambil oleh kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular dan ditakutkan membahayakan awak kapal lainnya.
Semua informasi tersebut diperoleh Kementerian Luar Negeri dari pihak perusahaan dan saat ini Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI sedang terus melakukan pengecekan dan klarifikasi kebenarannya. (gita/tribunnetwork/cep)