Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Virus Corona

Mengapa Pasien Covid-19 Sering Menyangkal dan Berdusta Ketika Lakukan Pemeriksaan?

Mengapa banyak orang (pasien) memilih untuk berbohong atau melakukan penyangkalan?

Editor: Frandi Piring
(AFP/OZAN KOSE)
Petugas medis mengenakan pakaian pelindung mengawal perempuan yang diduga terinfeksi virus corona di Istanbul, Turki, pada 12 April 2020. 

Hal yang terjadi selanjutnya adalah perilaku berkebalikan dari help seeking (mencari pertolongan), di mana seharusnya pasien mencari pertolongan ke fasilitas kesehatan.

“Stigma ini muncul ditandai dengan adanya penolakan dari masyarakat. Penyangkalan, kebohongan, bahkan seperti penolakan jenazah. Covid-19 ini muncul dalam waktu yang sangat cepat untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan,” papar Tri.

Stigma seperti ini pernah terjadi beberapa tahun lalu terhadap para penderita HIV/AIDS. Tri menjelaskan, perbedaannya terletak pada rentang waktu Covid-19 yang sangat singkat dan genting.

“Stigma terhadap pasien HIV/AIDS akhirnya pudar setelah bertahun-tahun. Tapi dalam kasus Covid-19 masyarakat tidak punya waktu untuk beradaptasi. Tiba-tiba semua aktivitas berubah, tidak bisa keluar rumah, gentingnya sangat terasa,” paparnya.

Pengetesan di Victoria akan diperluas terhadap siapa saja yang memiliki gejala seperti terkena virus corona.
Pengetesan di Victoria akan diperluas terhadap siapa saja yang memiliki gejala seperti terkena virus corona. (Reuters/Vasily Fedosenko)

Recall bias

Dalam kesempatan lain, Henry Surendra selaku ahli epidemiologi Eijkman-Oxford Clinical Research Unit menyebutkan bahwa masyarakat bisa menjadi hambatan penanggulangan Covid-19.

Salah satu tantangan hadir dalam hal surveilans dan respon, dengan bentuk recall bias.

“Recall bias adalah saat seseorang ditanya dalam 14 hari terakhir, maka ia cenderung lupa atau sengaja tidak jujur,” tutur Henry dalam webinar bertajuk “Mengukur Efektivitas Intervensi Pemerintah dalam Penanganan Covid-19”, Selasa (21/4/2020).

Tantangan selanjutnya adalah ketidakpatuhan dan partisipasi yang belum optimal.

“Misal saat beberapa wilayah melangsungkan PSBB, masih ada tempat ibadah yang melangsungkan ibadah massal. Atau masih banyak orang berkerumun tanpa menggunakan masker,” tambah Henry.

Pria Bunuh Diri Setelah Ditolak Istri Pulang ke Rumah, Diusir Keluarga Karena Takut Virus Corona
Pria Bunuh Diri Setelah Ditolak Istri Pulang ke Rumah, Diusir Keluarga Karena Takut Virus Corona (Dok Polsek Cepu)

Komunikasi tepat sasaran

Jika penyangkalan dan kebohongan ini terus-menerus dibiarkan, bukan tidak mungkin penanggulangan Covid-19 di Indonesia akan semakin terulur. Bagaimana cara menyiasatinya?

Tri menyebutkan perlunya komunikasi dan pemberian informasi yang seimbang sesuai dengan kelas ekonomi dan status sosial.

“Orang-orang yang berada pada status sosial middle up sangat mudah dididik. Namun mereka yang statusnya middle ke bawah, kita butuh memberi informasi sesuai kebutuhan mereka,” paparnya.

Salah satu jalur terbaik untuk menjangkau masyarakat seperti ini, menurut Tri, adalah dengan memanfaatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Puskesmas.

“Beda daerah, beda lagi cara penyampaiannya. Komunikasi kita harus tepat sasaran, tidak bisa ngomong dengan standar normal kita,” imbuhnya.

Sumber: Kompas.com

Tautan: https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/23/170200923/mengapa-pasien-covid-19-kerap-menyangkal-dan-berbohong-?page=all#page4

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved