Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gunung Meletus

TADI Malam Gunung Anak Krakatau Meletus, Terjadi Pada Pukul 22.35 WIB

Letusan gunung terjadi tadi malam. Yang meletus adalah gunung anak krakatau. Peristiwa ini mengingatkan dahsyatnya letusan gunung krakatau.

(TWITTER/VOLCANOYTZ)
Gunung Anak Krakatau saat meletus Jumat malam dilihat dari pantai, pos pemantauan. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Info terkini gunung meletus.

Tadi malam Jumat (10/4/2020), ada gunung yang meletus. 

Bukan Gunung Krakatau, tetapi Gunung Anak Krakatau.

Foto kondisi Gunung Anak Krakatau meletus Jumat malam dilihat dari pantai, pos pemantauan.
Foto kondisi Gunung Anak Krakatau meletus Jumat malam dilihat dari pantai, pos pemantauan. (TWITTER/VOLCANOYTZ)

Gunung Anak Krakatau dilaporkan meletus Jumat 10 April 2020 pukul 22.35 WIB.

Berdasar informasi yang dilaporkan Fahrul Roji dalam situs Magma Indonesia Kementerian ESDM, tinggi kolom abu letusan Gunung Anak Krakatau teramati kurang lebih 500 meter di atas puncak atau kurang lebih 657 meter di atas permukaan laut.

"Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal, condong ke arah utara," tulisnya.

Erupsi ini, lanjut Fahrul, terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 40 mm dan durasi kurang lebih 38 menit 4 detik.

Dikabarkan, saat ini aktivitas Gunung Anak Krakatau berada pada tingkat aktivitas level II atau waspada.

Rekomendasi saat ini masyarakat tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 2 kilometer dari kawah.

Tingkat aktivitas level II atau waspada Gunung Anak Krakatau ini berlaku sejak 25 Maret 2019.

Gunung setinggi 157 meter di atas permukaan laut ini mengalami peningkatan aktivitas vulkanik sejak 18 Juni 2018.

Kemudian diikuti rangkaian erupsi pada periode September 2018 hingga Februari 2019.

Sebelum ini, letusan terakhir terjadi pada 31 Desember 2019) pukul 06.51 WIB.

Saat itu, tinggi kolom abu teramati setinggi kurang lebih 1.000 meter di atas puncak atau kurang lebih 1.157 meter di atas permukaan laut.

Kolom abu terlihat berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal condong ke arah selatan.

Gelembung udara

Pada awal April ini, gelembung udara berukuran cukup besar menyembur sampai permukaan air di Selat Sunda tak jauh dari sisi timur di bibir Pantai Gunung Anak Krakatau.

Gelembung tersebut ditemukan tim Seksi Konservasi Wilayah III Lampung, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA).

Akun resmi instagram milik Seksi Konservasi Wilayah III Lampung, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), @skw3lampung_bksda, mengunggah video gelembung air tersebut sekitar pukul 23.00 WIB, Kamis (2/4/2020).

Video tersebut diberi keterangan:

Gelembung udara yang cukup besar hingga terlihat menyembur sampai ke permukaan air dijumpai oleh tim pengaman kawasan di bagian sisi timur tak jauh dari pantai Gunung Anak Krakatau.

Tidak diketahui penyebabnya namun hal ini kemungkinan diperkirakan adanya aktifitas vulkanik di dasar laut berupa gas yang keluar dari tubuh gunung tersebut.

Gelembung ini dijumpai saat tim pengamanan tengah berpatroli laut mengelilingi kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau.

Dilarang masuk kawasan tanpa surat ijin masuk (SIMAKSI) dari BKSDA Bengkulu-Lampung".

Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKSDA Bengkulu-Lampung, Suharno, saat dikonfirmasi Kompas.com melalui ponsel membenarkan penemuan aktivitas tersebut oleh tim Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Krakatau.

"Berita itu benar dan sudah dikonfirmasi dari Lampung," jelas Suharno, Kamis (2/4/2020).

Fakta itu juga diperkuat oleh keterangan tim KPHK Krakatau yang gelembung itu ditemukan saat tim melakukan patroli laut.

Menurut KPHK Krakatau, gelembung serupa pernah ditemukan sebelum Gunung Anak Krakatau erupsi.

Air di sekitar gelembung itu hangat.

Namun gelembung baru yang ditemukan dan diunggah ke instagram resmi @skw3lampung_bksda itu memiliki ukuran cukup besar.

Suharno mengatakan, temuan itu didapat oleh tim yang melakukan patroli laut di Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Anak Krakatau, Provinsi Lampung.

Menurutnya, temuan itu dapat ditanyakan langsung secara detail pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Krakatau. (dna)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul BREAKING NEWS: Gunung Anak Krakatau Meletus 10 April 2020, Penulis: Daniel Ari Purnomo

Ingatkan Dahsyatnya Letusan Gunung Krakatau

Letusan tadi malam itu mengingatkan peristiwa letusan dahsyat ibunya Gunung Krakatau.

Letusan dahsyat itu terjadi pada tahun 1883.

Saat itu menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter.

Korbannya mencapai sekitar 36.000 orang meninggal dunia.

Tak langsung meletus tiba-tiba, tetapi sebelumnya Gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883.

Hingga akhirnya meletus pada tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, 

Sebelum meletus tahun 1883, Gunung Krakatau telah pernah meletus sekitar tahun 1680/1681.

Letusan ini memunculkan tiga pulau yang saling berdekatan: Pulau Sertung, Pulau Rakata Kecil, dan Pulau Rakata.

Selama ini yang menjadi bacaan tentang letusan Gunung Krakatau adalah laporan penelitian lengkap GJ Symons dkk, The Eruption of Krakatoa and Subsequent Phenomena: Report of the Krakatoa Committee of the Royal Society (London, 1883).

Setelah Gunung Krakatau meledak pada tahun 1883 hingga mengakibatkan tsunami setinggi 40 meter, sang Anak Krakatau pun tumbuh hampir 50 tahun kemudian.

Dikutip dari Geo Magz, majalah terbitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gunung Anak Krakatau lahir ke permukaan laut pada 15 Januari 1929.

"Pada 20 Januari 1929, asap menjulang keluar dari tumpukan material gunung api yang baru muncul di permukaan, yang mulai tumbuh dari kedalaman laut 180 m. Itulah gunung yang baru lahir yang diberi nama Gunung Anak Krakatau. Anak gunung api ini tumbuh 4 m per tahun dan mempesona banyak orang," demikian tertulis dalam majalah milik Kementerian ESDM itu.

Sejak munculnya di permukaan laut pada 1929 hingga saat ini, pertumbuhan Gunung Anak Krakatau terbilang cepat.

Selama 80 tahun, sampai dengan 2010, tingginya sudah mencapai 320 m dpl, estimasi percepatan pertumbuhannya rata-rata 4 m per tahun.

Dalam Majalah Intisari edisi Agustus 1983, letusan Gunung Krakatau disebut 21.574 kali lebih kuat dibandingkan bom atom.

Bahkan letusannya itu menghancurkan 60 persen tubuh Gunung Krakatau di bagian tengah dan terbentuklah lubang kaldera.

Letusan tersebut juga terdengar hingga radius 4.600 kilometer dari pusat ledakan di Selat Sunda.

Tak hanya letusannya yang dahsyat, meletusnya Gunung Krakatau menimbulkan tsunami yang melibas pesisir pantai barat Banten, dari Merak, Anyer, Labuan, Panimbang, Ujung Kulon, hingga Cimalaya, di Karawang, jawa Barat.

Seorang controleur yang ditempatkan di Beneawang, Teluk Semangka, Lampung menyaksikan tanda-tanda meletusnya Gunung Krakatau yang berlangsung selama beberapa hari.

Controleur itu bernama PLC Le Sueur yang merupakan pejabat Hindia Belanda.

Le Sueur menuliskan kesaksian meletusnya Gunung Krakatau dalam sebuah surat tertanggal 31 Agustus 1883 yang dikirimkan ke atasannya.

Awalnya Le Sueur mendengar suara dentuman yang begitu keras.

Ia mengira dentuman tersebut berasal dari meriam kapal, tak ada sedikit pun prasangka dentuman itu berasal dari Gunung Krakatau.

"Pada hari Minggu sore, menjelang pukul empat, sewaktu saya sedang membaca di serambi belakang rumah saya, tiba-tiba saja terdengar beberapa dentuman yang menyerupai letusan meriam," tulisnya dalam surat.

Tak lama setelah kejadian tersebut, air laut mulai naik dan beberapa kampung di pantai sudah tergenang.

Masyarakat terlihat panik, Le Sueur mencoba menenangkan mereka.

Mereka mulai memanggil-manggil nama Allah.

"Saya menyuruh membawa wanita dan anak-anak ke tempat-tempat yang letaknya lebih tinggi. Air surut lagi dengan cepat, tetapi mulai hujan abu," katanya.

Lalu, sekitar pukul empat pagi, Le Sueur dibangunkan oleh warga kampung yang memberitahu bahwa di kaki langit terlihat cahaya kemerah-merahan.

Pemandangan yang tak biasa terjadi itu membuat Le Sueur khawatir.

Ia memutuskan untuk memeriksa ke bibir pantai sekitar pukul enam pagi pada hari Senin.

Ada hal yang ganjil, yakni permukaan air laut jauh lebih rendah dari biasanya.

Batu karang yang biasanya tak tampak kini menjadi kering.

Le Sueur mendengar guruh sambung-menyambung sehingga ia khawatir akan ada bencana yang lebih mengerikan akan datang.

Setelah sampai di rumah, Le Sueur memanggil Van Zuylen, pembantunya, untuk menulis rancangan surat kepada residen tentang apa yang terjadi.

Saat itu, jam menunjukkan pukul 7 pagi namun langit masih sangat gelap, tak seperti biasanya lampu-lampu rumah dibiarkan menyala.

Tak lama warga kampung kembali ribut-ribut.

Laki-laki, perempuan, dan anak-anak berhamburan sambil berteriak, "Banjir! Banjir!"

Le Sueur mengajak orang yang berhamburan itu agar berlindung di rumahnya sebab rumahnya terletak di tempat yang agak tinggi dan dibangun di atas tiang.

Tak butuh waktu lama, air pasang kembali ke laut, warga menjadi tenang kembali.

Namun, ketenangan tersebut tak berlangsung lama.

Air laut kembali datang dengan kekuatan yang lebih dahsyat.

Debur, gemuruh, terdengar begitu menakutkan.

Ada sekitar 300 orang di dalam rumah Le Sueur.

Tiba-tiba saja serambi depan rumah Le Sueur runtuh dan air segera masuk.

Ia menyarankan agar pindah ke serambi belakang.

Baru saja ia mengucapkan itu, tiba-tiba seluruh rumah roboh berantakan dan semuanya terseret oleh arus air.

Kesadaran Le Sueur datang dan pergi, ia tidak ingat apa yang terjadi.

Kemudian, ia berhasil meraih papan dan membiarkan badannya mengapung mengikuti aliran air, namun kakinya tersangkut sehingga pegangannya ke papan lepas.

Tak menyerah begitu saja, Le Sueur berhasil menggapai beberapa keping atap.

Air kemudian kembali ke laut dan kaki Le Sueur akhirnya merasakan daratan.

Hujan lumpur turun dari langit.

Terdengar dari kejauhan suara minta tolong namun Le Sueur tidak mempunyai kekuatan untuk menolong.

Bahkan ia tak bisa berdiri saking lemasnya.

Pikirannya dipenuhi ketakutan dan kalut.

Apalagi ia tak bisa melihat apa-apa sebab langit begitu gelap bagaikan malam padahal hari masih siang.

Tak lama, air datang lagi dengan kekuatan yang sama kuatnya dari pertama.

Sebelum badannya terhantam tsunami, Le Sueur berdoa agar memohon keselamatannya dan warga kampung.

Ia pasrah untuk menghadapi maut.

Le Sueur dihanyutkan air, diputar, lalu dihempaskan dengan kekuatan dahsyat.

Tubuhnya terjepit antara dua rumah yang mengapung.

Dia pasrah menghadapi maut karena tak bisa bernapas.

Ketika berpikir ajalnya kan menjemput, tiba-tiba saja kedua rumah tersebut terpisah.

Le Sueur menemukan batang pisang yang dijadikan pelampungnya.

Ia mengapung dalam waktu yang lama.

Le Sueur tak bisa memperkirakan berapa jam ia mengapung.

Akhirnya air surut, Le Sueur tak bisa bergerak.

Dia hanya terduduk dalam waktu kira-kira sejam.

Langit masih gelap, hujan lumpur tak kunjung berhenti.

Le Sueur mendengar suara manusia di sekitarnya.

Dia memanggil dan mulai bangkit.

Sambil berjalan terseok-seok, Le Sueur meraba-raba jalan.

Pakaian yang melekat di tubuhnya hanya tersisa kain flanel.

Sisanya hanya kain yang tercabik-cabik.

Le Sueur akhirnya diselamatkan seseorang yang membawa obor.

Ketika itu diperkirakan pukul 9 pagi, tetapi masih tetap gelap gulita.

Le Sueur dibawa ke Kampung Kasugihan melewati hutan semak berduri dan mengarungi lumpur.

Setelah itu ia meneruskan perjalanan ke Penanggungan.

Setibanya di sana, waktu sudah pukul 8 malam.

Baru beristirahat satu jam, Le Sueur mendengar gemuruh air, tempat mereka berada belum aman.

Mereka menyelamatkan diri lagi ke arah pegunungan.

Setelah dua jam berjalan, mereka mencapai Desa Payung yang terletak di lereng Gunung Tanggamus.

Di sana Le Sueur diberi sarung, disambut dengan ramah, dan disuguhi makanan.

Keesokan harinya, Le Sueur menyuruh untuk melihat apa masih ada warga kampung tempatnya berasal yang masih hidup.

Namun, hampir seluruh Baneawangan luluh lantak. Banyak warga kampung lenyap. (Tribunjateng/jen/intisari)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Gunung Krakatau Pernah Meletus Dahsyat, Dikenang Sebagai Tragedi 1883, Penulis: Wilujeng Puspita

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Gunung Anak Krakatau Meletus, Ini Catatan Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 dengan 36.000 Orang Tewas

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul BREAKING NEWS: Gunung Anak Krakatau Meletus Jumat Malam, Level Waspada, Begini Penampakannya

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved