Ibadah Khusyuk di Depan Ponsel, 'Jika Ini Akibat Dosa Kami, Ampunilah Tuhan Yesus'
Di zaman perang dunia sekalipun, atau ganasnya zaman permesta, gereja tetap padat umat.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Maickel Karundeng
TRIBUNMANADO.CO.ID - Corona datang. Seolah-olah membawa pesan.
Ritual itu rapuh!
Ketika Corona datang
Engkau dipaksa mencari Tuhan
Bukan di tembok Kakbah
Bukan di dalam masjid
Bukan di mimbar khutbah
Bukan dalam thawaf
Bukan pada panggilan azan
Bukan dalam shalat jamaah
Bukan dengan jabat tangan
Melainkan,
Pada keterisolasianmu
Pada mulutmu yang terkunci
Pada hakikat yang tersembunyi. (Mustofa Bisri)
.........................................................
Minggu 22 Maret 2020 menjadi hari yang bakal dicatat dalam sejarah umat Kristen di Sulut.
Di hari yang mendung itu, dengan awan gelap menggelayut di angkasa, untuk pertama kalinya dalam kurun seratus tahun,
gereja menjadi kosong.
Pagi berlalu tanpa bunyi dentang lonceng gereja.
Di zaman perang dunia sekalipun, atau ganasnya zaman permesta, gereja tetap padat umat.
Mematuhi inbauan pemerintah dan berbagai organisasi agama mengenai tindak pencegahan meluasnya penyebaran virus
corona, sejumlah gereja merancang program ibadah di rumah.
Jemaat melaksanakan ibadah di rumah bersama keluarga berdasarkan tutorial yang diberikan oleh induk gereja.
Namun ada pula jemaat yang mengikuti ibadah di online.
Caranya dengan masuk aplikasi siaran langsung pada facebook.
Ternyata ibadah di rumah tak mengurangi rasa khusyuk.
Bahkan beberapa warga merasa lebih intim dengan Tuhan karena sensasi bersekutu di tengah prahara.
"Rasanya bagaimana gitu, prihatin, penuh permohonan, semua prosesi memasuki relung batin kita yang terdalam," kata Donal Sekeon warga Kotamobagu.
Donal adalah pegawai swasta yang indekos.
Biasanya ia bergereja di GMIBM pusat.
Namun gereja tersebut tutup pada hari minggu dan memberlakukan ibadah di rumah.
"Saya lalu ibadah online, buka facebook dapat ibadah di salah satu gereja GMIM," kata dia
Sambil duduk di atas tempat tidurnya,
ia menyanyi, berdoa, dengar khotbah dengan khusyuk.
Ia memutuskan memberi persembahan lewat donasi bagi korban virus tersebut.
"Dalam doa saya pohonkan kesembuhan bagi bangsa ini. Jika ini akibat dosa kami maka ampunilah Tuhan Yesus, kyrie Eleison," pintanya.
Dwight Mambu, warga Manado ikut ibadah online di GRII Jakarta.
"Pengkhotbahnya Stephen Tong," kata dia.
Ia meyakini ibadah online dan ibadah biasa tak ada bedanya.
Semua bergantung hati. "Tuhan hanya sejauh doa kita," kata dia.
Renaldi juga mengikuti ibadah online di GMIM Nafiri
Malalayang lewat Facebook.
Di layar ponselnya terlihat gambar seorang pendeta di mimbar,
mengenakan baju pendeta serta stola melingkar di leher.
IBADAH DI RUMAH
Di GMIM Yerusalem Kalawat, Minut, umat melaksanakan ibadah di rumah masing-masing bersama keluarga.
"Kami diberikan liturginya," kata Sally Onibala.
Ungkapnya ibadah keluarga dimulai pas pukul 9 pagi atau bersamaan waktu dengan ibadah konvensional.
Untuk khotbah, beber dia, sekeluarga mereka mendengar khotbah online dari ketua Sinode GMIM.
Setelah itu digelar doa syafaat yang dipimpin kepala keluarga.
"Doa khusus kami pohonkan agar Tuhan Yesus menjaga kami dari virus corona," kata dia.
Layaknya ibadah konvensional, ada pula persembahan.
Yang berjumlah tiga.
"Nanti usai ibadah akan dijemput syamas di rumah masing-masing," kata dia.
Gerald Leonard, warga GMIM menyatakan, ibadah di rumah tak berkurang kekhusyukannya.
Bahkan terasa lebih mendalam.
"Ini kayak di suasana bencana, tak terasa air mata saya menetes, semoga Tuhan Yesus pulihkan kami," kata