Pandemi Virus Corona
Organisasi Buruh PBB Memprediksi, 25 Juta Orang Bakal Menganggur Akibat Pandemi Virus Corona
Organisasi buruh di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan, pandemi corona dapat menyebabkan hampir 25 juta orang kehilangan pekerjaan.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Organisasi buruh yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan, pandemi virus corona dapat menyebabkan hampir 25 juta orang kehilangan pekerjaan.
Akan tetapi, jumlah itu dapat dikurangi melalui langkah-langkah mendesak.
Melansir media Jepang, NHK, Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada hari Rabu merilis penilaian tentang bagaimana pandemi dapat mempengaruhi lapangan kerja.
Dikatakan, jumlah pekerjaan yang hilang di seluruh dunia dapat mencapai 24,7 juta, melampaui dari 22 juta yang hilang karena krisis keuangan global 2008.
Laporan itu juga memperkirakan kerugian pendapatan pekerja bisa mencapai US$ 3,4 triliun.
ILO mengatakan, "Ini bukan lagi krisis kesehatan, tetapi juga krisis pasar tenaga kerja dan krisis ekonomi," jelas ILO seperti yang dikutip NHK. Badan ini menyerukan respons kebijakan yang terkoordinasi secara internasional.
Diperkirakan, kenaikan pengangguran global dapat dikurangi menjadi 5,3 juta melalui keringanan pajak dan langkah-langkah lain, termasuk yang untuk usaha kecil.
ILO menambahkan, "Segala sesuatu perlu dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada orang pada saat yang sulit ini."
Mengutip CNBC, prediksi ILO tersebut merupakan skenario terburuk, atau "tinggi," dari pengangguran global.
Dalam hal ini, ILO memperkirakan skenario pengangguran "rendah" sebesar 5,3 juta orang, sementara skenario "sedang" sekitar 13 juta pekerjaan yang hilang, 7,4 juta di antaranya akan berada di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Setiap skenario dihitung dari tingkat dasar 188 juta orang yang menganggur pada 2019.
ILO memperingatkan bahwa meskipun perkiraan ini tetap "sangat tidak pasti," perkiraannya menunjukkan "peningkatan besar dalam pengangguran."
Sebagai perbandingan, sekitar 22 juta lapangan pekerjaan hilang di seluruh dunia antara periode 2008-9, selama krisis keuangan global.
Perkiraan tersebut muncul ketika pecahnya COVID-19 telah memaksa negara-negara untuk membatasi pergerakan warga, dan dalam beberapa kasus memberlakukan penguncian, yang menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi global, khususnya di sektor manufaktur dan jasa.
Melansir CNBC, ILO menunjukkan dalam catatannya mengenai dampak virus corona pada pasar tenaga kerja, di mana nilai tambah total perusahaan industri di China turun 13,5% dalam dua bulan pertama tahun 2020 saja.
PHK Hong Kong Airlines
Kasus pengangguran karena PHK imbas virus corona antara lain terjadi di Hong Kong Airlines.
Maskapai penerbangan Hong Kong Airlines melakukan pemutusan hubungan kerja ( PHK) pada 400 karyawannya.
Ini menyusul semakin memburuknya situasi pasca mewabahnya virus corona dari China Daratan.
Dilansir dari Channelnewsasia, Minggu (9/2/2020), selain melakukan PHK, Hong Kong Airlines juga meminta sejumlah pegawainya untuk mengambil cuti tanpa dibayar.
Keputusan PHK ini diumumkan tak lama setelah maskapai Cathay Pasific memaksa 27.000 pekerjanya untuk mengambil cuti tanpa gaji selama 3 minggu antara Maret dan Juni.
Keputusan merumahkan karyawan dua maskapai ini dilakukan lantaran ditutupnya sejumlah penerbangan imbas dari penyebaran virus corona.
Di Hong Kong, kasus corona cukup mengkhawatirkan. Tercatat, ada 24 orang yang positif terinfeksi virus yang awalnya ditularkan dari hewan tersebut.
Bahkan satu orang di Hong Kong yang terjangkit corona telah meninggal.
Wabah corona semakin membuat ekonomi dan pariwisata Hong Kong terpuruk, setelah sebelumnya dilanda demo yang disertai kekerasan sejak beberapa bulan belakangan.
Hong Kong Airlines menyatakan, kebijakan karantina yang diterapkan sejumlah negara membuat pasar penerbangan anjlok hanya dalam beberapa minggu terakhir.
Perusahaan mengumumkan telah memecat 400 karyawannya serta memaksa sebagian pekerjanya mengambuil cuti minimal dua minggu dalam sebulan.
Opsi lainnya yaitu karyawan hanya bekerja tiga hari saja dalam sepekannya yang mulai efektif berlaku pada 17 Februari hingga akhir Juni.
"Tidak pernah ada periode yang sesulit ini dalam sejarah Hong Kong Airlines seperti saat ini," tulis Hong Kong Airlines dalam pernyataannya seperti dikutip dari AFP.
"Ketidakpastian membayangi perkembangan isu global. Permintaan perjalanan yang lemah kemungkinan akan terus berlanjut hingga musim panas nanti. Ini memaksa kita mengambil kebijakan lebih lanjut agar bisa tetap bertahan dalam kondisi ini," lanjut pernyataan Hong Kong Airlines.
Maskapai milik HNA Group ini tengah berjuang untuk mengurangi beban utangnya, di saat bersamaan pendapatan perusahaan semakin menipis akibat situasi tak menentu karena protes besar di Hong Kong yang kini diperparah dengan wabah corona.
Pada November 2019 lalu, maskapai ini menunda pembayaran gaji kepada sebagian karyawannya karena kesulitan arus kas.
Akibat kebijakan penundaan gaji pegawai ini, Hong Kong Airline sempat mendapat peringatan dari regulator penerbangan dan terancam dicabut izinnya.
Operasional perusahaan sejauh ini terus berjalan berkat suntikan dana dari pemegang sahamnya.
• Antisipasi Virus Corona, Sri Senang Ada Penyemprotan Disinfektan di Asrama
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Akibat Wabah Corona, Pengangguran Diprediksi Mencapai 25 Juta Orang, Lampaui Krisis Global 2008.