Iuran BPJS Kesehatan
Ada Permohonan yang Telah Dikabulkan, Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Wapres Soroti APBN
Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Solo, Jawa Tengah, Rabu (11/3/2020).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pihak pemerintah masih mengkaji dampak dari batal naiknya iuran BPJS Kesehatan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Solo, Jawa Tengah, Rabu (11/3/2020).
"Pertama tentu kita akan mempelajari seberapa mungkin soal BPJS ini sedang dikaji. Dan seberapa dampaknya pada APBN," kata Ma'ruf.
Menurutnya, pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA) tersebut tentu berdampak terhadap APBN.
Selain itu, ada aturan-aturan yang harus disesuaikan.
Dimungkinkan pembatalan iuran BPJS tersebut akan membuat pembengkakan terhadap anggaran APBN.

"Kalau itu memang diberlakukan nanti, pembatalan (iuran BPJS) oleh MA tentu berdampak terhadap APBN," ungkap Ma'ruf.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan itu dibacakan pada Februari lalu.
"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," lanjut Andi.
Sementara itu, dikutip dari dokumen putusan MA, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya,
antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Adapun pasal ini menjelaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.
"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat," demikian putusan tersebut.
• Daftar Iuran BPJS Terbaru, Mulai Rp 25.000/Bulan, Setelah MA Batalkan Kenaikan
Pemerintah Disarankan Bikin Perpres Jaminan Kesehatan
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) baru tentang Jaminan Kesehatan.
Hal tersebut dijelaskan langsung oleh Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar.
Menurutnya Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan menolak aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam beleid Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Keputusan MA tersebut dinilai final dan mengikat serta tak dapat diubah.
"Mahkamah Agung sudah memutuskan atas Judicial Review itu sifatnya final dan mengikat. Pemerintah tidak punya pilihan selain mengikuti keputusan Mahkamah Agung. Pemerintah bertugas membuat Perpres baru merevisi Perpres Nomor 75 Tahun 2019, khususnya Pasal 34," kata Timboel kepada Kompas.com, Selasa (10/3/2020).
Timboel menambahkan, dengan adanya Perpres baru revisi aturan sebelumnya akan menjadi acuan dari BPJS Kesehatan untuk mengubah sistem dalam hal penagihan iuran.
"Sehingga ke kanal-kanal pembayaran menjadi Rp 80.000, Rp 51.000, dan Rp 25.500 kembali ke iuran semula," ucapnya.

Sementara bagi peserta BPJS Kesehatan yang telah membayarkan iuran pada sebelumnya, menurut Timboel, akan dibayarkan lagi untuk bulan depan atau tiga bulan berikutnya.
"Karena, nggak mungkin diambilin lagi dari rumah sakit kemudian dibayarin lagi kepada para peserta. Duitnya sudah diambil dan dibayarin ke rumah sakit untuk bayar utang rumah sakit, kan begitu," ujarnya.
Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro membenarkan jika pihaknya telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan pada Februari lalu.
"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Selasa (18/2) mengingatkan bahwa keputusan pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019 tersebut juga memiliki risiko lain.
"Jika meminta Perpres dibatalkan maka kami Kemenkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun untuk tahun 2019, ini ditarik kembali,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi II, Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi XI bersama pemerintah, Selasa (18/2). Iuran yang dibayarkan oleh pemerintah ini merupakan iuran untuk peserta BPJS Kesehatan yang masuk kategori Penerima Bantuan Iuran alias PBI.
Pasalnya, pemerintah telah membayarkan tambahan PBI sebagai konsekuensi kenaikan tarif iuran sesuai Perpres 75/2019 pada tahun lalu sebesar Rp 13,5 triliun.
Jika kemudian Perpres dibatalkan, maka Kemenkeu perlu menarik kembali tambahan talangan PBI tersebut agar tak menjadi catatan saat audit laporan keuangan pemerintah oleh BPK nantinya.
Selain tak menyelesaikan masalah secara struktural, pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga berkonsekuensi membatalkan penambahan bantuan PBI yang telah disalurkan pemerintah untuk semester II-2019 lalu.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah defisit BPJS Kesehatan yang dinilainya sudah kronis saat ini.
Pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga berbahaya bagi APBN dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ke depan mengingat terbatasnya ruang fiskal pemerintah.
"Ini saja dengan seluruh PBI 2020 dimintakan dibayar di depan, defisit BPJS Kesehatan masih Rp 15,5 triliun. Jadi kalau tadi mau bicara keputusan (membatalkan kenaikan tarif iuran), ya kita lihat saja keuangan BPJS secara keseluruhan bagaimana,” sambung dia. (Kompas.com)
• Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, BPJS Ambon Belum Turunkan Iuran
Sumber: Kompas.com