Pdt Supit: Betlehem seperti Kota Mati, WNI ‘Ngungsi’ ke Mesir
WNI termasuk dari Sulawesi Utara, rombongan Hollyland, dikeluarkan dari Israel. Wisatawan rohani Yerusalem tidak dapat melanjutkan tur
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – WNI termasuk dari Sulawesi Utara, rombongan Hollyland, dikeluarkan dari Israel. Wisatawan rohani Yerusalem tidak dapat melanjutkan tur ke situs di Kota Suci. Pemerintah Israel menutup akses keluar dan masuk ke Yerusalem dan daerah wisata lainnya. Kebijakan ini dikeluarkan setelah tujuh warga Palestina terpapar wabah virus Corona (Covid-19).
• 180 Tentara Korea Utara Tewas: Diduga Terjangkit Virus Corona
Pendeta Honny Supit Sirapanji, Gembala Gereja Bethel Indonesia (GBI) Menorah Megamas Manado mengatakan, belasan rombongan (63) WNI terpaksa meninggalkan Israel karena perbatasan ke Jordania telah ditutup untuk semua wisatawan dari seluruh dunia.
“Hari ini (kemarin) terjadi kejadian luar biasa di Israel. Belasan grup dari Indonesia berbondong-bondong meninggalkan Israel menuju perbatasan Mesir,” kata dia saat diwawancarai Tribun Manado via aplikasi WhatsApp, Selasa (10/3/2020).
Lanjut dia, situasi itu menjadikan daerah di Palestina seperti Betlehem, Ramallah dan Yeriko sudah seperti kota mati. Tidak ada akses keluar masuk, baik bagi penduduk apalagi wisatawan. Sementara di Yerusalem, kondisinya normal seperti biasa, masyarakat beraktivitas normal.
Kata Sirapanji, kehebohan di antara wisatawan setelah mendengar pengumuman penutupan tersebut. Mereka akhirnya memutuskan untuk keluar dan tak bisa melanjutkan perjalanan wisata. “Kemarin (Senin) border (perbatasan) antara Jordania dan Israel telah ditutup. Sementara satu-satunya border darat lainnya adalah melalui bagian paling selatan Israel yang berbatasan dengan Mesir, yaitu Taba border. Ini hanya akan dibuka satu hari kemarin untuk jalur evakuasi. Oleh sebab itu saat kami segera memutuskan untuk keluar,” jelas dia.
Sirapanji mengatakan, dia dan rombongan sudah berada di perbatasan Mesir setelah menempuh perjalanan pada Senin siang. Namun, perjalanan ‘mengungsi’ ke Mesir tersebut tidak mudah. Mereka harus penuh kesabaran mengikuti aturan ketat terkait wabah Corona.
• Bullying Bisa Berdampak Jangka Panjang Pada Kejiwaan
“Setelah melalui pemeriksaan pendeteksian suhu badan dan proses imigrasi yang bertele-tele dan sangat lambat, kami tiba di hotel jam 01.30 tadi subuh (waktu Israel). Sekarang rup rombongan Indonesia dan Filipina yang berjumlah belasan bus akan melanjutkan perjalanan ke Kairo menunggu jadwal pesawat yang akan menerbangkan kami pulang ke negeri masing-masing,” ungkapnya.
Adapun rombongan yang diikuti Pendeta Sirapanji berjumlah 63 orang. Mereka adalah warga Indonesia yang berasal dari sejumlah daerah, termasuk dari Sulut. Ia bersyukur, meski perjalanan wisata tidak sesuai rencana, mereka masih dalam kondisi sehat. Hanya saja beberapa anggota rombongan masih kesal atas layanan agen wisata yang mereka anggap tak mengenakkan.
“Namun demikian agen-agen travel di Israel, Indonesia dan Mesir telah melakukan bagian mereka secara maksimal. Semoga keadaan kami selama di Mesir dapat berjalan dengan baik sampai kembali ke rumah masing-masing,” ungkapnya.
Israel mengeluarkan seluruh pelancong keluar setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan karantina dua pekan untuk semua pendatang demi menekan penyebaran virus corona.
Sonny Zaluchu, salah satu pendeta yang mendampingi rombongan WNI mengatakan semua wisatawan, baik yang tengah melakukan perjalanan rohani maupun yang non rohani diminta segera meninggalkan Israel. Seluruh hotel pun diminta untuk dikosongkan mulai Senin (9/3) waktu setempat.
Menurut dia, wisatawan yang berasal dari luar Israel dikeluarkan melalui pintu perbatasan di Mesir, karena pintu lain seperti di Yordania telah ditutup total sejak dua hari lalu.
Khusus untuk di perbatasan Mesir, arus yang dibuka hanya diberikan untuk yang keluar Israel, sedangkan yang masuk tetap ditutup. "Ini kita mendapat informasi bila kita diminta untuk segera keluar dari Israel. Seluruh hotel akan dikosongkan dari wisatawan mancanegara. Kami sendiri satu hotel dengan rombongan dari Spanyol dan Brasil, akhirnya disuruh keluar," kata pendeta yang mendampingi rombongan wisata ke Tanah Perjanjian (Holyland).
Akibat kebijakan Israel tersebut, sejumlah rombongan WNI dan warga negara lain akhirnya menuju ke perbatasan Mesir melewati Taba dengan waktu tempuh sekitar 5 jam.
Banyaknya wisatawan yang pulang ini membuat arus lalu lintas di sepanjang perjalanan macet, bahkan terjadi penumpukan orang di Terminal Taba, perbatasan Mesir. "Kita bersama rombongan WNI lainnya memilih menuju ke perbatasan Israel-Mesir di Taba. Waktu tempuh perjalanan sekitar 5 jam, tapi tadi di tengah sempat terjadi kemacetan. Dan sekarang kondisi di Terminal Taba terjadi penumpukan orang. Kita masuk jam 23.00 waktu Mesir, dan baru selesai pemeriksaan imigrasi dan suhu tubuh pukul 01.300 waktu Mesir," kata Sonny.
Selain kebijakan karantina, Israel telah memberlakukan pembatasan pada pelancong yang datang dari beberapa negara. Negara Yahudi itu melarang masuk ke hampir semua pendatang yang tiba dari Prancis, Jerman, Spanyol, Austria dan Swiss.
• Nikita Mirzani Pastikan Tidak Mangkir Selama Persidangan: Kan Gua Cari Uang di Jakarta
Israel menyatakan bahwa kedatangan dari negara-negara itu hanya bisa masuk jika mereka dapat membuktikan memiliki tempat untuk tinggal dan dikarantina. Langkah itu diterapkan setelah pembatasan yang sebelumnya diberlakukan pada kedatangan dari Cina, Hong Kong, Thailand, Singapura, Makau, Korea Selatan, Jepang dan Italia. Israel sejauh ini mencatat 50 kasus positif virus Corona.

Prospek Wisata yang Bagus
Teddy Tanjadu, Pengamat Pariwisata dari Unika De La Salle menilai orang melakukan wisata religi karena memiliki nilai spiritual untuk keimanan sendiri. Misalnya, kalau bagi Muslim ingin mendekatkan diri maupun mungkin ingin memiliki gelar khusus. Begitu juga bagi Kristiani kalau ke Israel bisa dapat hubungan spiritualitas.
Sehingga dengan mengunjungi tempat-tempat suci bisa merasa semakin dekat dengan Tuhan maupun semacam mendapat reminder bahwa pernah ke sana.
Sehingga bisa menimbulkan kebanggaan pada diri masing-masing.
Kalau terkait ada virus Corona ini, istilahnya ada suatu pukulan bagi dunia pariwisata sama seperti dulu misal tsunami maupun serangan 11 September di New York, Amerika Serikat. Karena hal ini merupakan suatu krisis yang harus ditanggani secepatnya.
Karena ini suatu bentuk penyakit yang belum ada vaksinnya jadi semacam duri dalam sekam, kita tidak tahu kapan ini berakhir. Selain itu, jika wisatawan yang 'terjebak' di daerah wisata karena keadaan darurat pihak travel harus memberikan edukasi.
Kalau untuk pihak travel agent jika keadaan seperti itu hal pertama yaitu memberikan edukasi kepada para wisatawan. Yaitu bahwa bagaimana virus Corona tersebut dan lokasi destinasi yang akan dituju dipastikan steril.
Maupun, lokasi-lokasi yang akan dituju nanti pihak travel sudah menyediakan fasilitas yang memadai. Misal seperti hand sanitizer kualitas bagus, zat menghilangkan kuman atau virus tersedia dan masker.
Travel agent harus mampu membuat kerja sama dengan stakeholder untuk menyediakan fasilitas yang bisa dipercaya turis dan dapat menjamin keselamatan. Bisnis wisata religi memiliki prospek yang bagus. Kalau saya lihat wisata religi itu salah satu yang paling bisa dikembangkan di Sulut.
Sebagai contoh Kota Manado merupakan ikon kota religi di Indonesia untuk umat Kristen. Saya di Universitas Katolik De La Salle juga mengembangkan kelompok mahasiswa yang mengatur bisnis tour and travel yang bisa mengangkat wisata religi.
Hal itu punya potensi besar dengan mendatangkan wisatawan dari Jawa, Sumatera dan pulau lain untuk datang ke Manado untuk wisata religi.
Wisata religi memang sangat menjanjikan khusus untuk Sulut dan misal di Gorontalo atau Aceh, Serambi Mekah bisa juga wisata religi bagi umat Muslim. Tentunya harus terus menjalin sikap toleransi dan kebersamaan antarumat beragama. (Tribun/cnn/max/ang)