Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Nol Kasus Virus Corona di Indonesia, Ahli Khawatirkan Virus Tak Terdeteksi: Pasti Kasus Itu Ada

Para ahli kesehatan sangat skeptis dengan jumlah kasus yang dilaporkan oleh negara-negara tetangga China di Asia

Editor: Finneke Wolajan
(EPA-EFE / XIONG QI / XINHUA)
Gambar yang dirilis kantor berita Xinhua menunjukkan seorang pekerja medis mengecek infus pasien di Ruang Perawatan Intensif (ICU) Rumah Sakit Zhongnan di Universitas Wuhan, pada 24 Januari 2020. Virus corona yang merebak sejak akhir 2019 dilaporkan telah membunuh 213 orang, dengan hampir 10.000 orang terinfeksi. 

Namun, sikap penolakan keras dari Hun Sen terhadap risiko penyakit telah meningkatkan ketakutan di Kamboja, sebuah titik wisata dengan sumberdaya kesehatan terbatas, akan menjadi vektor transmisi lainnya.

"Biaya yang dibayar dari keputusannya adalah kesehatan warganya. Kamboja telah menjadi jaringan terlemah: sebuah negara dengan layanan kesehatan buruk, ketahanan penyakit buruk, hingga kasus-kasus tidak tercatat lainnya," kata Ahli Politik Kamboja di Occidental College of California, Sophal Ear.

Penelitian Harvard

Pada awal bulan ini, sebuah penelitian dari sekelompok peneliti Harvard T.H. Chan School of Public Health menyimpulkan bahwa secara statistik, tidak masuk akal bila Kamboja dan Thailand tidak memiliki lebih banyak kasus.

Sementara, untuk Indonesia, hasil penelitian menyebutkan hampir mustahil jika Indonesia, negara keempat dengan penduduk terbanyak di dunia, belum melaporkan satu pun kasus.

Berdasarkan penerbangan langsungnya dari Wuhan, Indonesia diproyeksikan memiliki setidaknya lima kasus dalam periode penelitian.

Sekitar 2 juta wisatawan China mengunjungi Indonesia setiap tahunnya.

"Pasti kasus itu ada. Kita saja yang belum menemukannya," kata Dokter di Indonesia, Shela Putri Sundawa, dalam podcast-nya, "Relatif Perspektif".

Sementara, di beberapa negara lain, kasus telah dideteksi pada pasien yang belum pernah mengunjungi China.

Belum ditemukannya satu agen potensial dapat memicu terjadinya infeksi lanjutan yang tidak berhubungan dengan perjalanan.

Kondisi ini berarti lebih banyak pasien yang mungkin tidak diperiksa.

"Anda tidak akan menemukan apa yang tidak anda cari. Bahkan, kami memperkirakan negara-negara dengan pengawasan tinggi belum mendeteksi sekitar separuh dari kasus-kasus impor yang ada," kata Ahli Epidemi Harvard, Profesor Lipsitch.

Perlunya investigasi

Menurut Coker, pemindaian di bandara lebih diartikan sebagai langkah politis daripada praktis.

"Langkah ini akan menenangkan orang dan menunjukkan bahwa pemerintah melakukan sesuatu. Namun, bagi kesehatan publik, hal ini menjadi tidak berguna," kata Profesor Kesehatan Publik ini.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved