Komisi I DPR dengan Menkominfo Bahas RUU Perlindungan Data Pribadi
Rapat kerja (raker) dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, digelar Komisi I DPR RI, Selasa (25/2/2020).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Rapat kerja (raker) dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, digelar Komisi I DPR RI, Selasa (25/2/2020).
Rapat dimulai sekira pukul 10.30 WIB dan dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR fraksi Partai Gerindra Bambang Kristiono.
Agenda raker hari ini yakni menindaklanjuti surat presiden R05/Pres/01/2020 tertanggal 24 Januari 2020 tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi yang telah diserahkan kepada Komisi I DPR.
"Pada hari ini, Komisi I DPR RI melaksanakan rapat kerja dengan pemerintah dalam rangka mendengarkan penjelasan pemerintah mengenai RUU tentang Perlindungan Data Pribadi," kata Bambang di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta.
Dalam rapat hari ini turut dihadiri perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri.
Berdasarkan naskah akademik yang disusun pemerintah, RUU Perlindungan Data Pribadi berisi 15 bab dan 72 pasal.
• Detik-Detik Siswa SD Tewas Tenggelam di Kolam Renang, Berikut Keterangan Kepsek
Komisi III DPR Akan Panggil Pimpinan KPK
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dipanggil Komisi III DPR RI untuk diminta penjelasan terkait penghentian 36 perkara.
Komisi III DPR, Habiburokhman mengatakan, penghentian 36 perkara tersebut perlu di dalami secara detail satu per satu alasannya.
Meskipun kata dia diketahui ada perkara yang tersangkanya meninggal dunia.
"Kami perlu data-datanya dari KPK, dalam rapat kerja terdekat, saya mau kupas 36 perkara apa saja? Apa alasannya? Kami jadwalkan setelah reses ini," ujar Habiburokhman di komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Menurutnya, masyarakat juga perlu mengawasi KPK dengan menempuh jalur hukum yang tersedia, bila dari 36 perkara yang dihentikan terdapat kejanggalan atau tidak transparan.
"Kalau masyarakat merasa ada kejanggalan dalam penghentian penyelidikan ini, ada prosedur praperadilan, masyarakat bisa menggunakan hak tersebut," tuturnya.
Alasan Firli Bahuri Hentikan 36 Perkara di KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetop 36 perkara di tahap penyelidikan.
Perkara-perkara yang dihentikan itu terhitung sejak pimpinan jilid V dilantik Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2019 hingga 20 Februari 2020.
Ketua KPK Firli Bahuri berdalih, KPK hentikan 36 perkara akibat tidak ditemuinya tindak pidana atau alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justru kalau tidak dihentikan maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya," kata Firli saat dimintai konfirmasi, Jumat (21/2/2020).
Komisaris jenderal polisi itu menegaskan penghentian kasus dalam tahap penyelidikan merupakan salah satu bentuk mewujudkan tujuan hukum.
"Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan," tegas Firli.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut setidaknya ada empat kasus besar yang tak dihentikan.
Pertama, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang menjerat eks Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino. Kedua, kasus dugaan korupsi dana divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara.
"Tadi ada pertanyaan apakah perkara di Lombok lalu RJL, kami pastikan bukan itu," ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/2/2020) malam.
Kemudian kasus ketiga yakni kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dan terakhir kasus kasus dugaan korupsi pembangunan RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.
"Jadi supaya jelas dan clear, jadi ini perkara bukan yang disebutkan atau ditanyakan teman-teman. Bukan di NTB, bukan RJL, bukan Century, Sumber Waras, bukan. Kami pastikan itu supaya jelas dan clear," tegas Ali.
Meski begitu, Ali tak membeberkan secara rinci dugaan korupsi yang penyelidikannya telah dihentikan.
Ia hanya menyebut jenis dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan cukup beragam, mulai dari dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, kementerian dan lainnya.
"Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/ DPRD," kata Ali.
Dipertanyakan
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR fraksi Partai Demokrat Didik Mukriyanto meminta KPK menjelasan kepada publik alasan menghentikan 36 perkara.
Menurutnya, jika tidak diberikan alasan yang jelas, akan menimbulkan kegelisahan dan spekulasi publik terkait dengan upaya pemberantasan korupsi saat ini dan ke depan.
"Sebagai garda terdepan untuk menghadirkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, serta menjadi harapan besar masyarakat untuk terus memerangi dan memberantas korupsi, tentu langkah dan keputusan KPK yang menghentikan penyelidikan atas 36 kasus dugaan korupsi ini cukup mengagetkan dan melahirkan tanda tanya besar, ada apa dengan KPK?," ujarnya kepada wartawan, Jumat (21/2/2020).
Lantas, Didik mempertanyakan KPK yang tidak merinci alasan dihentikannya 36 perkara itu.
Ia menilai wajar jika nantinya banyak spekulasi yang berkembang tentang kinerja KPK pimpinan Firli Bahuri.
Karena itu, ia berharap KPK segera menjelaskan kepada publik secara terang dan utuh langkah dan keputusannya.
"Ada apa dengan pemberantasan korupsi? Apakah ada kesalahan fundamental dalam memberantas korupsi selama ini sehingga harus dihentikan? Apakah ada indikasi pick and choose atau tebang pilih dengan basis selera dan target, sehingga tidak bisa dilanjutkan?," ujarnya.
"Saya berharap KPK segera menjelaskan kepada publik secara terang dan utuh langkah dan keputusannya, agar tidak menimbulkan kegelisahan dan spekulasi publik terkait dengan upaya pemberantasan korupsi saat ini dan ke depan," imbuhnya.
Dengan penjelasan yang utuh dan terang, kata dia, masyarakat akan tergerak untuk bisa membantu memberikan masukan kepada KPK.
Sebagai bahan untuk melakukan evaluasi dan menentukan langkah-langkah progresif pemberantasan korupsi, dengan tetap menjunjung tinggi asas hukum, hak setiap warga negara termasuk HAM.
"Perlu saya ingatkan juga, Pemberantasan korupsi akan bisa optimal apabila partisipasi dan dukungan publik mengalir, sebaliknya apabila rakyat sudah pesimis dan tidak percaya kepada aparat penegak hukumnya termasuk KPK, saya kawatir rakyat dan sejarah akan melakukan koreksi dengan cara mereka," ujar dia.
"KPK harus selalu menyadari pemberantasan korupsi selalu membutuhkan dukungan dan partisipasi rakyat, KPK tidak bisa berjalan sendiri dalam memberantas korupsi," lanjutnya.
• Jakarta Banjir, Berikut Daftar Tol yang Masih Tergenang
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komisi I DPR Gelar Raker dengan Menkominfo, Bahas RUU Perlindungan Data Pribadi.