Indonesia Dicabut dari Negara Berkembang, Suharso Monoarfa Khawatir dengan RPJMN Kedepan
Keputusan AS mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang menuai tanggapan dari Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Keputusan Amerika Serikat (AS) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang, ikut ditanggapi Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Dia pun meminta kepada AS untuk tetap mempertahankan beberapa fasilitas ekonomi yang diberikan ke Indonesia.
Suharso mengatakan, meski sudah masuk ke kategori negara berpendapatan menengah ke atas, Indonesia masih berada di fase awal.
"Baru saja naik kelas, mestinya tidak bisa ditinggal serta merta seperti itu, kita tetap memerlukan dukungan internasional," kata dia di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (24/2/2020).
• Nikita Mirzani Terancam 2 Tahun Penjara, Didakwa Kasus Penganiayaan, Sidang Perdana KDRT Dipo Latief
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Pembangunan Persatuan (PPP) itu meminta kepada AS untuk mempertahankan fasilitas pembiayaan atau pendanaan terhadap proyek nasional.
Sebab menurutnya pendanaan bersumber dari dalam negeri masih sangat terbatas.
"Jadi mau tidak mau kita inginkan (pendanaan), harapan kita, apakah dalam bentuk investasi langsung, dalam bentuk pemberian fasilitas murah jangka panjang dan kerja sama ekonomi lainnya," tutur dia.
Suharso pun memastikan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh AS, akan berdampak terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
"Pasti lah (berdampak ke RPJMN)," kata dia.
• Wisudawan Program Doktor Meninggal Mendadak 15 Menit Sebelum Dilantik Rektor USU
Pasalnya, dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang maka akan ada pencabutan fasilitas-fasilitas yang sebelumnya diterima.
Salah satu keistimewaan yang akan hilang dengan dicabutnya status negara berkembang ialah pinjaman yang tidak lagi murah.
"Tapi tidak terlalu mahal, karena kita masih di tengah," ujarnya.
Selain itu Indonesia nantinya tidak lagi mendapat keistimewaan terkait dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama. Sebab kata dia, Indonesia akan diperlakukan layaknya negara maju oleh AS.
Dampak Buruk yang Bakal Terjadi
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menanggapi soal keputusan AS mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang.
“Dalam konteks ini saya rasa pertimbangannya lebih ke politis daripada teknis yaitu ingin mengeluarkan Indonesia dari fasilitas yang biasa diterima oleh negara berkembang,” kata Fithra seperti dilansir Antara, Minggu (23/2/2020).
Dia mengatakan, dicabutnya status negara berkembang menyebabkan Indonesia tidak menerima fasilitas Official Development Assistance (ODA) yang merupakan alternatif pembiayaan dari pihak eksternal untuk melaksanakan pembangunan sosial dan ekonomi.
Melalui ODA sebut Fithra, maka sebuah negara berkembang tidak hanya mendapat pendanaan dari pihak eksternal melainkan juga memperoleh bunga rendah dalam berutang.
“Kita bicara mengenai hubungan utang maka kita tidak dapat lagi klasifikasi ODA karena dengan itu kita akan mampu mendapatkan bunga yang murah kalau di bawah 4.000 dollar AS bisa dapat 0,25 persen,” katanya.
• Rekam Jejak Mahathir Mohamad, PM Malaysia yang Mengundurkan Diri, Siapa Bakal Menggantikanya?
Fithra melanjutkan, dampak terburuknya adalah terhadap perdagangan karena Indonesia akan menjadi subjek pengenaan tarif lebih tinggi karena tidak difasilitaskan lagi sebagai negara berkembang.
“Apalagi kita sekarang sudah menerima fasilitas pengurangan bea masuk Generalized System of Preferences (GSP) pasti ini juga akan berakhir dengan perubahan status ini,” ujarnya.
Fithra menyarankan agar pemerintah dapat menyiapkan strategi dalam menghadapi hal ini seperti memperkuat pasar non tradisional karena pasar AS dengan berbagai gejolak yang terjadi sudah tidak dapat diandalkan.
“Selama ini memang sudah dilakukan oleh pemerintah tapi harus dilihat lebih konkret lagi karena AS dengan adanya berbagai gejolak saya rasa sudah tidak bisa diandalkan lagi,” katanya.
• Dampak Virus Corona Bagi Ekonomi Indonesia Terasa pada Maret 2020, Suplai Bahan Baku Melemah
Sementara itu, Fithra menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas ditopang oleh faktor domestik sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan kontribusi ekonomi internasional.
Di sisi lain, upaya pemerintah untuk fokus dalam mempertahankan konsumsi domestik saja belum cukup untuk membebaskan Indonesia dari middle income trap.
“Kontribusi ekonomi masih didominasi faktor domestik, selama ini belum signifikan kontribusi ekonomi internasional terhadap Indonesia tapi kalau untuk tumbuh ketinggal dari Vietnam, Malaysia, Fillipina, dan Thailand,” katanya.
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul RI Dicoret dari Negara Berkembang, Ini Permintaan Pemerintah ke AS