Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Respon Mahfud MD Terhadap Data HAM dari Veronica Koman Dianggap Tidak Etis

Pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang terkait kasus HAM di Papua, dinilai tidaklah etis.

Editor: Rizali Posumah
Kompas/ABC News Australia
Mahfud MD dan Veronica Koman 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang terkait kasus HAM di Papua, dinilai tidaklah etis. 

Hal tersebut dikatakan oleh Anggota DPD RI dari Papua, Yorrys Raweyai.

"Mahfud MD sebagai menteri pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat. (14/2/2020).

Menurutnya pernyataan Mahfud itu menunjukkan kecenderungan pemerintah enggan untuk berkomunikasi atau berdialog dalam menyelesaikan masalah di Papua.

Padahal menurutnya terdapat persoalan penting di Papua saat ini yang belum terselesaikan dan membutuhkan penyelesaian yang bijaksana dan komprehensif dari pemerintah.

"Informasi itu (laporan data pelanggaran HAM)  seharusnya diterima sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyikapi kompleksnya persoalan di Papua yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu," ujarnya.

Yorrys mengatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah ruang dialog, yang menjembatani aspirasi masyarakat Papua dengan pemerintah.

Oleh karena itu respon pemerintah sebaiknya arif dan bijaksana ketimbang menarik kesimpulan sepihak.

Pihaknya menurut Yorrys sudah menyusun konsep cara menyelesaikan masalah di Papua.

Konsep tersebut berdasarkan investarisir sejumlah masalah di Papua.

"Namun ada kasus yang mencuat dan mengemuka terutama di Nduga yang menjadi polemik di dunia internasional apalagi kasus Mispo Gwijangge menjadi keprihatinan," katanya.

Sebelumnya Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan aktivis HAM Veronica Koman tidak bertemu dan menyerahkan data ke Presiden Joko Widodo saat Jokowi melakukan kunjungan ke Canberra Australia pada Senin (10/2/2020) lalu. 

Menurutnya, ketika itu ia membenarkan ada map-map berisi surat yang diserahkan oleh sejumlah orang kepada presiden lewat ajudan.

Namun surat-surat itu kemudian tidak dibuka di tempat yang sama melainkan dicatat dan disimpan untuk dibaca kemudian. 

Ia pun belum mengetahui apakah ada data berisi nama 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua sejak Desember 2018 sebagaimana yang diklaim Veronica di antara surat-surat tersebut. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved