Anggota DPR Adu Mulut saat Rapat Bareng Firli
Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas KPK.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas KPK. Ditemui sebelum rapat, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa ia saat ini baru pertama kalinya Komisi III DPR mengundang pimpinan serta Dewan Pengawas KPK untuk rapat bersama.
Saat ditanya mengenai agenda rapat, Firli menjelaskan materi rapat berkenaaan dengan program kerja KPK. "Komisi III DPR RI mengundang pimpinan KPK dan Ketua Dewan Pengawas KPK. Ada beberapa pertanyaan yang disampaikan kepada kita dan itu adalah minta penjelasan terkait dengan bagaimana program KPK ke depan, baik itu Rencana Strategi 2019-2024, maupun rencana kerja tahunan KPK 2020," kata Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin(27/1).
Di lokasi yang sama, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan akan memaparkan tugas dan wewenang dari Dewan Pengawas di depan Komisi III DPR. "Tentunya begitu (tugas dan wewenang)," ujarnya. Sementara itu, rapat dimulai sekira pukul 10.30 WIB dan dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sempat berlangsung panas. Terjadi perdebatan seru antara anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman dengan Ketua KPK Firli Bahuri dan anggota Komisi III DPR RI fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan.
Perdebatan ketiganya terkait keberadaan mantan kader PDI Perjuangan Harun Masiku yang saat ini sedang dicari KPK karena berstatus sebagai tersangka atas kasus suap Komisioner KPU. "Pak Firli, tolong anda sebagai Ketua KPK jelaskan kepada kami mengenai kasus Harun Masiku, karena kasus ini merupakan kasus yang super premium," ujar Benny.
"Maksud saya pak, masak orang seperti Masiku ini kita tidak bisa ditemukan. Sedih saya. Kasus teroris besar itu, 3x24 jam gampang sekali. Masa Masiku, aduh," tambahnya.
Merespons pernyataan Benny, Firli menjawab tidak ada perlakuan istimewa terhadap Harun Masiku. Firli mengatakan sampai saat ini pihaknya masih mencari keberadaan Harun Masiku. "Terus terang kami, belum mengetahui keberadaan yang bersangkutan. Saya mendapat kabar bahwa yang bersangkutan telah di Jakarta, namun saya pastikan statement tersebut bukan dari saya atau KPK, namun dari Kemenkumham," ujar Firli.
"Jadi tolong Anda tanyakan lebih lanjut ke Kemenkumham. Juga saya tegaskan di sini, tidak ada perlakuan istimewa terhadap yang bersangkutan, memangnya siapa yang bersangkutan?," ujar Firli.
Mendengar jawaban Firli, Benny emosi dan langsung melayangkan komentar susulan. "Pak Firli, apa yang Anda maksud dengan pernyataan Anda memangnya siapa Harun Masiku itu? Harun Masiku itu adalah kader dari partai yang berkuasa saat ini," kata Benny.
Setelah itu, anggota fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan merasa tersinggung. Ia keberatan dengan penyebutan partai yang sedang berkuasa karena merujuk kepada partainya, PDI Perjuangan. "Tolong Pak Benny jangan membawa-bawa partai kami. Kami ingin semuanya tertib. Kami ingin Harun Masiku segera dapat ditangkap agar kasus ini dapat terang benderang. Kami juga tidak ingin partai kami merasa sok paling bersih," ucap Trimedya.
Ia menekankan bahwa rapat kerja bersama KPK ini mengatasnamakan Komisi III DPR, bukan rapat fraksi partai politik tertentu. Oleh sebab itu, Trimedya meminta Benny tidak perlu membawa-bawa partai politik tertentu dalam rapat tersebut.
"Jadi apa yang kita sampaikan, kalau kita sudah di Komisi III, tidak ada partai-partai lagi. Yang ada partai Komisi III. Kita harus konsekuen bicara itu," kata Trimedya.
"Kita boleh kejar orangnya, tapi tolong jangan sebut (partainya). Jadi melalui pimpinan, kami keberatan dengan sikap Benny sampai sebut seperti itu, ya," lanjut dia. Mendengar protes Trimedya, Benny kembali berbicara. Ia membantah telah menyebut nama salah satu partai politik dalam pernyataan sebelumnya. Benny menegaskan, ia hanya menyebutkan 'partai penguasa'.
"Saya tidak pernah menyebut PDI-P, yang menyebut PDI-P itu Ketua (Demond J Mahesa)," ucap Benny. Meski demikian, Trimedya tetap tidak menerima klarifikasi Benny. Ia mengatakan, ucapan Benny pasti merujuk pada PDI-P.
Adu mulut itu lantas dipotong Desmond J Mahesa selaku pimpinan rapat. Ia memutuskan untuk menghentikan perdebatan tersebut dengan menskors rapat. "Kita skors dulu biar dingin," ujar Desmond.
Dewas KPK Dicecar Anggota DPR
Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dicecar oleh Komisi III DPR terkait pernyataan kontroversialnya. Pernyataan itu merujuk penilaian Syamsuddin bahwa revisi Undang-undang KPK atau kini UU KPK Nomor 19 tahun 2019 merupakan pelemahan terhadap komisi antirasuah.
Wakil Ketua Komisi III DPR fraksi Partai Gerindra Desmon J Mahesa lantas mempertanyakan pernyataan tersebut. Ia juga meminta Syamsuddin untuk mencabut pernyataannya itu lantaran dapat memperburuk DPR sebagai pembuat Undang-undang.
Hal itu disampaikan langsung oleh Desmond pada saat memimpin jalannya rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, Senin (27/1). "Salah satu Dewas bicara Undang-Undang KPK ini dilemahkan oleh partai-partai. Pertanyaaannya seolah-olah Dewas (Dewan Pengawas) ini tidak paham pembuatan Undang-Undang itu tidak mungkin dilakukan DPR sendiri. Ini dilakukan presiden bersama-sama dengan DPR. Jadi kalau ada Dewas creeky seperti ini, menurut saya ini sama saja menjelekkan DPR. Saya minta Prof Syamsuddin haris mencabut ini, pernyataannya," katanya.
Desmond menilai pernyataan Syamsuddin itu pula yang diakui mengganggu pimpinan di Komisi III. Ia meminta Syamsuddin untuk menjawab maksud dari pernyataannya terkait UU KPK melemahkan komisi antirasuah tersebut.
"Ada apa dengan Syamsuddin Haris di lembaga Dewan Pengawas. Saya tunjuk orangnya karena statement ini saya forward di grup Komisi III agar kita tahu, jangan sampai Dewan Pengawas amatiran, Dewan Pengawas amatiran mencari popularitas yang seolah tidak paham dengan mekanisme perundang-undangan. Tolong ini nanti pak Syamsuddin Haris dijawab dengan statement yang dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Selain Desmond, anggota fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman juga menyoroti Dewan Pengawas KPK. Benny mengatakan mayoritas dari Dewan Pengawas merupakan orang yang selama ini menolak keberadaan Dewan Pengawas.
Namun kata dia semunya berubah saat ditawarkan jabatan Dewas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Sebelumnya pimpinan Dewas yang ada di depan ini kalau tidak salah 3 atau 4 diantaranya menolak Dewas, menolak pelemahan KPK dengan Undang-Undang, Pak ketua yang tadi disinggung," kata Benny.
"Tetapi begitu ditunjuk oleh yang mulia Presiden Jokowi menjadi ketua dan anggota Dewas, dengan bangga dan senang hati menerimanya, nikmat begitu berkuasa. Kekuasaan itu tiba-tba mengubah perilaku manusia," ujar Desmond.
Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho juga sempat menjelaskan prosedur izin memberikan penggeledahan dan penyitaan di depan anggota komisi III DPR. Albertina menyatakan prosedur izin untuk penggeledahan dan penyitaan kurang lebih sama dengan izin penyadapan yakni berlaku 30 hari atau sebulan.
Selain itu, surat permohonan izin penggeledahan dan penyitaan disebut Albertina harus memuat surat perintah penyidikan (sprindik). Serta harus memuat alasan penggeledahan dan penyitaan.
"Kalau menyetujui dibuat draf surat menyetujui, kalau tidak menyetujui dibuatkan draf surat tidak menyetujui. Selanjutnya draf kembali lagi ke Dewas, kalau disetujui langsung ditandatangani, apabila tidak setujui dikembalikan untuk diperbaiki surat tersebut," katanya.
"Terakhir harus juga memuat alasan melakukan penyitaan atau penggeladahan. Kemudian, surat izin itu Dewas ini sudah sepakat bahwa kami akan memberikan tenggang waktu dalam surat izin tersebut untuk kontrol dari Dewas kami akan mencantumkan bahwa izin untuk melakukan izin penggeledahan atau penyitaan itu adalah 30 hari diitung sejak dikeluarkan," imbuhnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan surat itu juga harus memuat uraian singkat kasus posisi perkara. Penyidik juga harus menyertakan lampiran barang apa saja yang akan disita dalam satu kasus.
"Surat permohonan itu sudah diatur, surat permohonan tersebut harus memuat tentang dasar akan diadakan penggeledahan atau penyitaan, yaitu memuat sprindiknya, kemudian memuat uraian singkat kasus posisi perkara, lalu memuat juga barang-barang yang akan disita kalau itu penyitaan," katanya.
"Kalau penggeledahan memuat objek dan lokasi yang akan digeledah," tambah Albertina. (Tribun Network/mam/wly)