Anggota DPR Adu Mulut saat Rapat Bareng Firli
Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas KPK.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Dewas KPK Dicecar Anggota DPR
Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dicecar oleh Komisi III DPR terkait pernyataan kontroversialnya. Pernyataan itu merujuk penilaian Syamsuddin bahwa revisi Undang-undang KPK atau kini UU KPK Nomor 19 tahun 2019 merupakan pelemahan terhadap komisi antirasuah.
Wakil Ketua Komisi III DPR fraksi Partai Gerindra Desmon J Mahesa lantas mempertanyakan pernyataan tersebut. Ia juga meminta Syamsuddin untuk mencabut pernyataannya itu lantaran dapat memperburuk DPR sebagai pembuat Undang-undang.
Hal itu disampaikan langsung oleh Desmond pada saat memimpin jalannya rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, Senin (27/1). "Salah satu Dewas bicara Undang-Undang KPK ini dilemahkan oleh partai-partai. Pertanyaaannya seolah-olah Dewas (Dewan Pengawas) ini tidak paham pembuatan Undang-Undang itu tidak mungkin dilakukan DPR sendiri. Ini dilakukan presiden bersama-sama dengan DPR. Jadi kalau ada Dewas creeky seperti ini, menurut saya ini sama saja menjelekkan DPR. Saya minta Prof Syamsuddin haris mencabut ini, pernyataannya," katanya.
Desmond menilai pernyataan Syamsuddin itu pula yang diakui mengganggu pimpinan di Komisi III. Ia meminta Syamsuddin untuk menjawab maksud dari pernyataannya terkait UU KPK melemahkan komisi antirasuah tersebut.
"Ada apa dengan Syamsuddin Haris di lembaga Dewan Pengawas. Saya tunjuk orangnya karena statement ini saya forward di grup Komisi III agar kita tahu, jangan sampai Dewan Pengawas amatiran, Dewan Pengawas amatiran mencari popularitas yang seolah tidak paham dengan mekanisme perundang-undangan. Tolong ini nanti pak Syamsuddin Haris dijawab dengan statement yang dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Selain Desmond, anggota fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman juga menyoroti Dewan Pengawas KPK. Benny mengatakan mayoritas dari Dewan Pengawas merupakan orang yang selama ini menolak keberadaan Dewan Pengawas.
Namun kata dia semunya berubah saat ditawarkan jabatan Dewas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Sebelumnya pimpinan Dewas yang ada di depan ini kalau tidak salah 3 atau 4 diantaranya menolak Dewas, menolak pelemahan KPK dengan Undang-Undang, Pak ketua yang tadi disinggung," kata Benny.
"Tetapi begitu ditunjuk oleh yang mulia Presiden Jokowi menjadi ketua dan anggota Dewas, dengan bangga dan senang hati menerimanya, nikmat begitu berkuasa. Kekuasaan itu tiba-tba mengubah perilaku manusia," ujar Desmond.
Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho juga sempat menjelaskan prosedur izin memberikan penggeledahan dan penyitaan di depan anggota komisi III DPR. Albertina menyatakan prosedur izin untuk penggeledahan dan penyitaan kurang lebih sama dengan izin penyadapan yakni berlaku 30 hari atau sebulan.
Selain itu, surat permohonan izin penggeledahan dan penyitaan disebut Albertina harus memuat surat perintah penyidikan (sprindik). Serta harus memuat alasan penggeledahan dan penyitaan.
"Kalau menyetujui dibuat draf surat menyetujui, kalau tidak menyetujui dibuatkan draf surat tidak menyetujui. Selanjutnya draf kembali lagi ke Dewas, kalau disetujui langsung ditandatangani, apabila tidak setujui dikembalikan untuk diperbaiki surat tersebut," katanya.
"Terakhir harus juga memuat alasan melakukan penyitaan atau penggeladahan. Kemudian, surat izin itu Dewas ini sudah sepakat bahwa kami akan memberikan tenggang waktu dalam surat izin tersebut untuk kontrol dari Dewas kami akan mencantumkan bahwa izin untuk melakukan izin penggeledahan atau penyitaan itu adalah 30 hari diitung sejak dikeluarkan," imbuhnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan surat itu juga harus memuat uraian singkat kasus posisi perkara. Penyidik juga harus menyertakan lampiran barang apa saja yang akan disita dalam satu kasus.
"Surat permohonan itu sudah diatur, surat permohonan tersebut harus memuat tentang dasar akan diadakan penggeledahan atau penyitaan, yaitu memuat sprindiknya, kemudian memuat uraian singkat kasus posisi perkara, lalu memuat juga barang-barang yang akan disita kalau itu penyitaan," katanya.
"Kalau penggeledahan memuat objek dan lokasi yang akan digeledah," tambah Albertina. (Tribun Network/mam/wly)