Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Amerika vs Iran

AS Targetkan 8 Pejabat Negara Iran Sebagai Hukuman, Buntut Rudal Hancurkan Pangkalan Militer di Iraq

Serangan itu disebut merupakan balasan setelah Mayor Jenderal Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds, dibunuh Jumat pekan lalu (3/1/2020).

Editor: Frandi Piring
Kolase Foto: Twitter/AFP-Brendan
Alasan Amerika Tak Serang Balik Setelah Iran Lepas Rudal Hancurkan Pangkalan Militer AS di Iraq 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, seraya mempertahankan pembelaan mereka menewaskan jenderal top Qasem Soleimani.

Keputusan itu berselang dua hari setelah Teheran menembaki pangkalan AS dan sekutunya di Ain al-Assad dan Irbil, Irak.

Serangan itu disebut merupakan balasan setelah Mayor Jenderal Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds, dibunuh Jumat pekan lalu (3/1/2020).

Dalam konferensi pers, Presiden Donald Trump tidak mengumumkan adanya serangan balasan demi menghindari kemungkinan perang dengan Iran.

Sebagai gantinya, Washington tetap memberikan tekanan dengan menjatuhkan sanksi baru kepada Teheran, dilansir AFP Jumat (10/1/2020).

"Hukuman ini berarti kami bisa memotong miliaran dollar dukungan kepada rezim itu," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

Mnuchin menjelaskan, embargo tersebut bakal menyasar industri baja Teheran, dan menargetkan juga setidaknya delapan pejabat negara.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menerangkan, Iran bakal kehilangan pendapatan hingga 80 persen karena hukuman mereka.

"Selama mereka terus melanjutkan perbuatan yang melanggar hukum, maka kami akan terus menekan mereka," jelas Pompeo di Gedung Putih.

Di antara para pejabat yang disanksi, terdapat Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Shamkhani.

Wakil Kepala Staf Gabungan Mohammad Reza Ashtiani, serta pemimpin milisi Basij yang setia kepada Teheran, Gholamreza Soleimani.

Kemudian, sebanyak 17 perusahaan di sektor pertambangan dan baja masuk ke dalam sanksi yang disiapkan oleh Washington.

Sanksi itu juga disebut menyasar tiga entitas yang berbasis di China dan Seychelles, termasuk kapal yang terlibat dalam transaksi baja Iran.

Sumber: Kompas.com

Dalang Pembunuhan Jenderal Iran, Miliki Rencana Sejak 2016, Tak Mau Pensiun Sebelum Soleimani Gugur

Alasan Amerika Tak Serang Balik Setelah Iran 

Tribunmanado.co.id  - Permasalahan antara Amerika Serikat dan Iran akan memasuki babak baru.

Pihak Amerika Serikat menyatakan siap bernegosiasi secara serius dengan Iran.

Pernyataan ini disampaikan dalam surat yang dikirimkan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Kelly Craft kepada Dewan Keamanan PBB seperti dikutip dari BBC, Kamis (9/1).

Dalam surat tersebut Craft menyatakan Amerika Serikat siap bernegosiasi dengan Iran. Tujuan dari negosiasi tersebut adalah mencegah bahaya lebih lanjut bagi keamanan dan perdamaian dunia atau eskalasi oleh rezim Iran.

Di surat tersebut Amerika Serikat menyebut pembunuhan Jenderal Soleimani dibenarkan mengacu pada Pasal 51 Piagam PBB.

Mayjen Qasem Soleimani
Mayjen Qasem Soleimani (dunyanews.tv)

Artikel tersebut menyatakan setiap negara wajib melapor kepada Dewan Keamanan PBB atas setiap tindakan yang diambil untuk membela diri.

"Amerika Serikat akan mengambil langkah tambahan yang dibutuhkan di Timur Tengah untuk melindungi rakyat dan kepentingannya," bunyi surat tersebut.

Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan ajakan Amerika Serikat sulit dipercaya.

Iran juga mengutip Pasal 51 Piagam PBB untuk membenarkan serangannya ke pangkalan militer Amerika Serikat di Irak.

Dalam suratnya Ravanchi menulis Tehran tidak menginginkan eskalasi atau perang.

Tehran menyatakan memiliki hak untuk mempertahankan diri melalui respons militer yang terukur dan proporsional.

"Operasi militer itu tepat dan menargetkan sasaran-sasaran militer sehingga tidak meninggalkan dampak bagi sipil dan aset-aset sipil di area tersebut," bunyi surat Ravanchi.

Pesawat Ukraina diduga tertembak rudal mulai jatuh ke tanah
Pesawat Ukraina diduga tertembak rudal mulai jatuh ke tanah (Kolase Foto Tribunmanado/foto tribunnews/Mirror)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan tidak akan membalas serangan rudal Iran menggunakan kekuatan militer.

Trump menyatakan akan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran. Trump mengatakan sanksi tersebut adalah sanksi tambahan dari yang sudah dilakukan.

Sanksi akan terus berlaku selama Iran masih mengembangkan senjata nuklir dan mendukung terorisme.

"Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungan mereka terhadap terorisme," kata Trump seperti dilansir AFP, Kamis (9/1).

Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menilai ancaman yang ditimbulkan Iran di Timur Tengah dan hak atas pertahanan diri Amerika Serikat (AS) berdampak besar bagi dunia.

Hal ini dibahas Dominic saat melakukan pembicaraan dengan mitranya di Washington, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo.

Dikutip dari BBC, Kamis (9/1), sehari setelah Iran menembakkan rudal ke dua pangkalan udara AS di Irak, Dominic Raab menegaskan dukungannya untuk resolusi diplomatik atas krisis ini.

"Kami ingin melihat ketegangan mereda. Saya menyambut seruan Presiden AS Donald Trump untuk resolusi diplomatik menyusul serangan rudal balasan Iran. Tentu saja juga perlu pemerintah di Iran untuk mau dan berkomitmen agar hasil itu tercapai," ujarnya.

Pemerintah AS mengatakan Jenderal Soleimani telah merencanakan serangan yang akan segera terjadi, namun Raab menolak untuk mengatakan apakah ia melihat ada intelijen mengenai hal ini.

Raab kembali menegaskan komitmen pemerintah Inggris terhadap Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) mengenai pembatasan program nuklir Iran.

"Kami benar-benar berkomitmen, seperti mitra Amerika dan Eropa kami, untuk menghindari Iran memperoleh senjata nuklir," katanya.

Martir Soleimani

Iran melalui Garda Revolusi menyatakan, mereka menghujani markas pasukan AS dan sekutunya di Irak dengan "puluhan rudal".

Puluhan rudal itu ditembakkan Divisi Dirgantara Garda Revolusi Iran, dan operasi tersebut dinamai "Martir Soleimani".

Operasi itu dinyatakan sebagai pembalasan atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani oleh AS pada Jumat (3/1/2020) pekan lalu.

Soleimani merupakan komandan pasukan khusus milik Iran, al-Quds yang juga bagian dari Garda Revolusi Iran.

Lantas, apa itu pasukan al-Quds dan Garda Revolusi Iran?

Garda Revolusi Iran

Pasukan Garda Revolusi Iran atau Iran's Islamic Revolution Guard Corps (IRGC) terbentuk 40 tahun lalu, tepatnya 1979.

Dibentuk oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini sebagai pertahanan negara Islam serta untuk mengimbangi pasukan militer reguler Iran.

Pasukan ini dibentuk dengan tujuan melindungi sistem kekuasaan dan ideologi Wilayah Al Faqih atau sistem pemerintahan Iran yang berbasi pada kepemimpinan ulama.

Melansir BBC, pasukan ini kemudian menjadi kekuatan utama militer, politik dan ekonomi di Iran dan memiliki kedekatan dengan Pimpinan Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Garda Revolusi Iran diperkirakan memiliki lebih dari 190 ribu pasukan aktif, yang tersebar di laut, darat dan udara serta luar negeri sebagai strategi senjata Iran.

Pasukan elit ini juga bertanggung jawab terhadap program rudal balistik maupun pengembangkan program nuklir.

Cabang paling terkenal di Garda Revolusi Iran adalah Pasukan Quds. Kesatuan ini bertugas menjalankan misi sekaligus mengamankan kepentingan nasional Iran di luar negeri.

Pasukan Quds

Sementara itu, melansir NBC News, menurut Council on Foreign Relations (CFR), Pasukan Quds adalah bagian dari Garda Revolusi Iran.

Pasukan ini dibuat setelah revolusi Iran tahun 1979 untuk menjaga Republik Islam Iran.

Media-media barat menyebut satuan ini sebagai yang paling "misterius". Tak ada sumber resmi tentang berapa anggota dari satuan Quds Force.

Di masa lalu, media barat menyebut pasukan Quds Garda Revolusi Iran terlibat di berbagai konflik di Timur Tengah, bahkan hingga perang Balkan, dengan dukungan mereka kepada Bosnia.

"Pasukan Quds adalah elite yang dipilih dari berbagai anggota pasukan ideologis Garda Revolusi yang sudah elite," kata Abbas Milani, direktur studi Iran di Universitas Stanford.

Sebagai bagian dari Garda Revolusi, pasukan ini memiliki garis komando atau bertanggung jawab kepada pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei, bukan kepada presiden Iran.

Dampak Kematian Soleimani

Melansir The Independent, kematian Soleimani tidak akan secara signifikan berpengaruh terhadap kekuatan dan kemampuan dari pasukan Garda Revolusi Iran yang memiliki struktur sangat kompleks.

Hal serupa juga disampaikan oleh Dr. Aniseh Bassiri Tabrizi, peneliti dari Royal United Services Institute sebagaimana diberitakan NBC News.

"Kematiannya (Qasem Soleimani) tidak akan begitu mengganggu kapabilitas operasional Iran," ungkap Tabrizi.

Pemakaman Jenderal Iran Qasem Soleimani
Pemakaman Jenderal Iran Qasem Soleimani (YouTube/The Sun)

Menurut Tabrizi, pasukan Quds ataupun Garda Revolusi Iran secara umum akan terus melanjutkan strategi sebelumnya dalam beberapa hal.

Iran pun bertindak cepat untuk menunjuk pengganti Soleimani, yaitu Esmail Ghaani.

"Salah satu hal yang menjadi keunggulan istimewa Soleimani adalah kemampuannya dalam mengatur dan menjaga hubungan. Kepribadiannya adalah sesuatu yang penting dalam hal ini.

Jadi, ketika Soleimani pergi, pergantian yang dilakukan mungkin tidak akan mengembalikan karisma yang ia miliki pada orang lain," kata Profesor Stephen Biddel dari CFR sebagaimana dikutip NBC News.

Menlu Iran: kami membela diri

Sementara, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif juga menuliskan cuitan setelah serangan balas dendam terjadi.

Zarif mengatakan serangan dilakukan dalam rangka pembelaan diri, bukan untuk memulai perang.

"Iran mengambil dan menyimpulkan langkah-langkah proporsional dalam pembelaan diri berdasarkan Pasal 51 dari Piagam PBB, yang menargetkan basis, dimana serangan bersenjata (secara, red) pengecut (dilakukan, red) terhadap warga kita dan pejabat senior, diluncurkan.

Kami tidak memulai eskalasi atau perang, tapi akan membela diri terhadap agresi apapun," cuit dia.

Diketahui, Korps Garda Republik Islam (IRGC) telah melakukan serangan rudal terhadap tiga pangkalan AS di Irak.

Yakni pangkalan AS di Erbil di Irak Utara, Al Asad di Irak Barat, dan Taji yang berada 27 kilometer sebelah utara Baghdad.

Serangan tersebut terbagi dalam dua gelombang.

Dikutip Tribunnews dari Daily Mirror, serangan rudal merupakan balas dendam Iran atas kematian Komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani.

Qasem Soleimani tewas dalam serangan AS pada Jumat (3/1/2020) di Bandara Internasional Baghdad.

"Tentara unit kerdirgantaraan IRGC telah meluncurkan serangan puluhan rudal terhadap pangkalan militer Al Asad atas nama martir Jenderal Qasem Soleimani."

"Balas dendam sengit oleh Pengawal Revolusi telah dimulai," ujar Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC).

Terkait serangan tersebut, Presiden AS Donald Trump telah mendapat pengarahan.

Trump juga melakukan konsultasi dengan tim keamanan nasionalnya.

"Kami mengetahui laporan serangan terhadap fasilitas AS di Irak," terang Juru Bicara Gedung Putih, Stephanie Grisham, dalam sebuah pernyataan.

"Presiden (Donald Trump, red) telah diberi pengarahan dan sedang memantau situasi secara cermat, dan berkonsultasi dengan tim keamanan nasionalnya," lanjutnya.

Rudal yang Digunakan Iran

Rudal apakah yang digunakan Iran untuk menyerang pangkalan militer AS di Irak?

Rudal diluncurkan Iran ke Pangkalan Udara Ayun Al-Assad, Irak.
Rudal diluncurkan Iran ke Pangkalan Udara Ayun Al-Assad, Irak. (Foto/Twitter @FarsNewsAgency)

Kantor berita Iran, FARS News, memperkirakan Iran menggunakan rudal seri Fateh, yang memiliki jangkauan 300 kilometer.

Iran mengembangkan dan telah memiliki rudal balistik seri Shahab, yang memiliki jangkauan tembak maksimal 1.300 kilometer.

Dilihat dari sasaran serangan dan peluncuran yang ada di daerah perbatasan Iran, kemungkinan dari wilayah Kermanshah, yang dipakai Iran kali ini rudal seri Fateh.

Seperti apa spesifikasi rudal Fateh?

Zackary Keck dari media The National Interest mengulas peluru kendali yang memiliki peluncur mobile ini.

Ada sekurangnya dua seri rudal Fateh, Fateh-110 dan Fateh-331, yang masih kategori rudal jarak pendek dan menengah.

Iran mulai mengembangkan Fateh-110 pada 1995, dengan tes pertama datang dilakukan Mei 2001.

Rudal itu mulai beroperasi pada 2004.

Fateh-313 merupakan pengembangan Fateh-110, dan mampu enjangkau sasaran di jarak hingga 500 kilometer.

Akurasinya juga semakin besar.

Rudal ini mulai beroperasi pada 2015.

Iran mulai mengembangkan teknologi peluru kendali sejak era Shah Reza Pahlevi, yang kemudian terguling pada 1978.

Ketika Perang Iran-Irak (1980-1988), pengembangan rudal ini dipercepat untuk mengimbangi militer Saddam Hussein.

Sejak itu, Iran telah bekerja sama dengan negara-negara seperti Libya, Korea Utara dan Cina untuk mengembangkan persenjataan balistik dan rudal jelajah yang besar dan beragam.

Tahun lalu, Iran meluncurkan seri baru rudal Fateh, yang disebut Zolfaghar.

Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehghan kala itu mengklaim rudal ini memiliki jangkauan 700 kilometer.

Situs Missile Defence Advocay Alliance (MDAA) memaparkan detail seri rudal Fateh dari jarak pendek hingga menengah.

Rudal Fateh-110/I memiliki jangkauan maksimum 200 km, dan dapat membawa muatan hulu ledak 650 kg.

Rudal ini mulai operasional pada 2002.

Fateh-110 /II memiliki jangkauan 250 km, menggendong hulu ledak 450 kg. Iran mengumumkan pengembangan varian ini pada 2004.

Fateh-110/III diumumkan pada 2010 dan dirancang untuk lebih akurat dan waktu peluncuran lebih cepat. Memiliki jangkauan 300 km, dapat membawa hulu ledak 650 kg.

Fateh-110/IV dikembangkan pada 2012 dan dirancang untuk mencapai sasaran secara presisi. Daya jangkaunya 300 km, dapat membawa hulu ledak bom 650 kg.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul "Inilah Rudal Fateh Iran yang Menghujani Dua Pangkalan Militer AS di Irak"

(Tribun Network/dit/gen)

Iran Akhirnya Akui Tembak Pesawat Ukraina, Tewaskan 176 Orang, Salahkan Amerika

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved