Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jenderal Mantan Kepala BIN: Mestinya OPM Sudah Masuk ke Daftar Teroris Internasional

Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan pemberontak, bukan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Editor: Aldi Ponge
twitter @veronicakoman
Serangan KKB Papua di Puncak Beoga, sebuah pesawat ditembak anggota KKSB. Anggota TNI/Polri lakukan penyelamatan. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah melakukan penyerangan terhadap TNI-Polri bahkan masyarakat sipil.

Selayaknya OPM masuk dalam daftar teroris bukan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Hal ini diungkap Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purnawirawan) AM Hendropriyono.

Katanya menyatakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan pemberontak, bukan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Sehingga pemerintah bisa menggunakan pendekatan militeristik dengan mengerahkan pasukan 'komando' TNI untuk membantas tindakan kelompok OPM.

Hendropriyono kemudian mencontohkan keberhasilan TNI bertempur dengan kelompok Fretilin di Timor Leste dahulu.

''Kita bertempur di hutan-hutan Timtim (Timor Timur) tidak pernah kalah, tapi akhirnya kalah dalam politik dan diplomasi internasional," katanya.

Hendropriyono juga menyatakan OPM melalui Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) telah membunuh bukan hanya tentara dan polisi namun juga warga sipil.

Untuk itu, lanjut Hendropriyono, OPM tidak lagi hanya dikategorikan sebagai kelompok kriminal bersenjata, melainkan harus dikategorikan dalam organisasi teroris internasional.

''Mestinya OPM itu sudah masuk ke list terrorist international.

Karena dia sudah membunuh rakyat yang tidak mengerti apa-apa.

Itu sudah salah.

Mereka bunuh tentara, polisi, rakyat juga dibunuh.

Hal ini bisa sangat sulit dipecahkan,'' kata Hendropriyono.

Dalam bulan ini sudah tiga anggota Kopassus yang gugur menghadapi serangan KKB Papua.

Yakni Lettu Erizal Zuhry Sidabutar, Serda Rizky Ramadan dan Serda Muhammad Ramadhan.

Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto setuju jika OPM didorong untuk ditetapkan sebagai teroris internasional karena telah melakukan tindakan tidak pandang bulu, yaitu tidak hanya menyerang militer dan polisi, tapi juga masyarakat sipil.

Untuk itu, katanya, Pemerintah Indonesia harus membawa usulan itu ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sehingga OPM dapat dimasukan dalam daftar organisasi teroris internasional.

"Konsekuensinya (jika masuk daftar teroris internasional) adalah negara-negara tidak boleh berhubungan dengan mereka (OPM) dan kemudian mereka tidak bisa mendapatkan pendanaan, bantuan dan lainnya.

Mereka yang suplai uang, dana, dan alat persenjataan (ke OPM) bisa dituduh melakukan teror. Jadi seharusnya (ide ini) sudah dilakukan sejak lama," katanya.

Menurut Hikmahanto, langkah membawa wacana ini ke PBB sangat terbuka lebar karena Indonesia kini adalah anggota Dewan Keamanan PBB.

Direktur Eksekutif Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Markus Haluk membantah tuduhan Hendropriyono bahwa OPM melakukan pembunuhan terhadap warga sipil yang tidak bersalah.

"Itu warga sipil yang mana? karena TPN (Tentara Pembebasan Nasional) OPM tidak biasa melakukan pembunuhan secara liar dan sembarang.

Kalaupun mereka membunuh warga sipil biasanya yang dikategorikan yang membantu TNI Polri yang menjadi informan," kata Markus kepada BBC Indonesia.

Sebaliknya, menurut Markus, TNI-Polri lah yang telah melakukan kejahatan HAM terhadap orang Papua mulai dari melakukan diskriminasi rasisme, menangkap hingga melakukan pembunuhan secara semena-mena.

"Motif (Hendro) ingin mengalihkan fakta dan melakukan strategi kontra opini, strategi intelijen dengan menuduh dan melempar ke OMP sebagai teroris," katanya.

Sedangkan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengkaji isu Papua, Adriana Elisabeth mengatakan bahwa tindakan OPM masuk dalam kategori separatisme, dan bukan tindakan terorisme.

Menurut Adriana, tindakan terorisme adalah aksi yang bersifat acak dan kapan saja bisa terjadi, serta bertujuan untuk menganggu dan membuat kekacauan agar tercipta ketidaknyamanan.

"Kelompok separatis Papua itu kita bisa lihat dari sejarah terjadi pembelahan, ada yang ingin merdeka dan tidak, lalu cara mereka ada yang bergerak di hutan dan juga lobi politik,

kemudian mereka pakai tanggal tertentu untuk manifestasi gerakan, dan terus menerus melakukan kampanye di dunia internasional untuk menyelesaikan persoalan pelanggaram HAM dan referendum," kata Adriana.

Adriana menegaskan, solusi terbaik untuk mengatasi masalah yang terjadi di Papua adalah melalui dialog dengan semua pihak untuk memecahkan kebuntuan komunikasi politik yang terjadi.

"Pembangunan jalan (di Papua) dan lainnya tanpa dialog akan begini terus, interpretasinya Jakarta beda dan Papua pandang beda. Tidak akan selesai," katanya.

REAKSI PEMERINTAH

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan tetap mengunakan cara non-militeristik melalui pendekatan kesejahteraan, untuk mengatasi masalah yang terjadi di Papua.

Hal itu ditegaskan Mahfud MD usai memimpin rapat yang dihadiri para menteri terkait, Jumat (27/12) di kantornya, untuk membahas masalah di Papua.

Usai rapat, Menko Polhukam mengatakan tidak ada kebijakan baru yang akan diambil oleh pemerintah guna menangani masalah-masalah yang terjadi di Papua.

"Cuma nanti koordinasinya akan lebih diperkuat, pendekatan kesejahteraan itu misalnya masing-masing departemen kan punya program. Perdagangan, perindustrian PUPR, semuanya, nanti akan koordinasi agar bisa tampak, tidak terpecah-pecah," kata Mahfud.

Rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono.

Hadir pula Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, dan Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian.

Namun saat ditanya mengenai wacana memasukan OPM dalam daftar teroris internasional, Mahfud tidak berkomentar.

Lebih lanjut Mahfud mengatakan, guna menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, pemerintah juga akan memperkuat penegakan hukum di Papua kepada para pejabat yang menyalagunakan keuangan negara.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved