Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tsunami Aceh

KISAH Sebelum dan Setelah Aceh Diterjang Tsunami Dahsyat, Ada Banyak Pesan Tersirat

Zawiyah juga pada Sabtu 25 Desember 2004 juga meminta saya (Yusmandin Idris) untuk mengirim jeruk, pukat dan lainnya dari Takengon ke Banda Aceh.

Editor: Indry Panigoro
KOMPAS
Pesisir barat Aceh yang tersapu tsunami pada 26 Desember 2004. 

Sebelum berangkat saya ingatkan istri agar keluarga di Peureulak dan Bireuen untuk tidak berangkat ke Banda Aceh menunggu kabar dari saya.

Istri saya menyiapkan pakaian seadanya dalam tas jinjing.

Kami berempat berangkat sekitar pukul 16.00 WIB, Senin (27/12/2004) ke Banda Aceh dengan mobil sedan pinjaman sekitar pukul 22.00 WIB tiba di kawasan Simpang Surabaya Banda Aceh.

Sejumlah orang yang kami jumpai mengabari sulit ke Darussalam.

Karena masih ada air dan jalan tertutup.

Dengan tekad kami terus bergerak melalui Ulee Kareng ke Darussalam dan langsung ke tempat pemondokan
keluarga lainnya.

Setiba di Lampoh U Darussalam, tidak ada satu orang-pun, kami berempat kemudian terpencar dan besok janji bertemu lagi.

Sekitar pukul 24.00 WIB, saya bertemu dengan Muhammad yang sedang memperbaiki sepeda motor di kawasan Tanjong Selamat, Darussalam.

Sepeda motor tidak ada minyak lagi dan sudah diisi dengan minyak tanah.

Saya bertanya pada Muhammad, Kak Zawiyah bagaimana.

Saat itu ia terdiam dan langsung menangis dan menceritakan satupun belum tahu bagaimana keadaannya.

Saya bertanya kembali, Abdurrahman (abang kandung Muhammad) dimana.

Ia menjawab ada ketemu sebentar, Yusmawati (adik ipar saya) dan adiknya Husna Rahmi dimana.

Muhammad mengarahkan saya ke masjid kampus ada ratusan orang berkumpul di mesjid tersebut.

“Di Kajhu tidak bisa lewat dan rusak parah, rumah hancur dan tidak bisa kita lewati sama sekali,” kata Muhammad.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved