Sidang Uji Meteriil UU Tipikor: Ini Keluhan Kuasa Hukum KPK
Pihak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui kesulitan mendapatkan data-data kehadiran anggota DPR RI
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pihak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui kesulitan mendapatkan data-data kehadiran anggota DPR RI periode 2104-2019 saat mengesahkan revisi Undang-undang KPK. Padahal data presensi tersebut sangat dibutuhkan sebagai syarat formil persidangan.
Violla Reininda, selaku kuasa hukum tiga pimpinan KPK beserta sepuluh pemohon uji formil Undang-Undang KPK nomor 19 tahun 2019 atau Undang-Undang KPK baru, mengatakan upaya mendapatkan data anggota DPR RI peserta rapat, sudah dilakukan satu minggu sebelum permohonan uji formil didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.
• Tatong Bara Tak Niat Ikut Pilgub, Malah Dukung ODSK
"Kami akses via online. Dengan kemudahan teknologi kan tentunya semua informasi itu bisa didapatkan via online dan DPR pun memberikan akses untuk itu. Dan kami memintakan memohonkan dokumen a, b, c, d tapi memang ada yang direspon tidak positif, ada juga yang diberikan dokumennya tapi salah dokumennya. Bukan seperti yang dimintakan," kata Violla, setelah sidang.
Violla Reininda merupakan kuasa hukum tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Pimpinan KPK beserta sepuluh pemohon uji formil Undang-Undang KPK nomor 19 tahun 2019 atau Undang-Undang KPK baru ke Mahkamah Konstitusi.
Tiga Hakim Mahkamah Konstitusi menghadiri sidang pendahuluan uji permohonan formil Undang-Undang baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 di ruang sidang lantai 4 Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat. Bertindak selaku Ketua Majelis Hakim dalam sidang tersebut yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Kemudian dua anggota lainnya Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Wahiduddin Adams.
Dalam sidang sidang uji formil di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, kemarin. Dalam sidang, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemohon, yakni tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 10 orang pemohon lain dan 39 kuasa hukum yang mengajukan uji formil Undang-Undang KPK nomor 19 tahun 2019 menghadirkan bukti berupa daftar hadir anggota DPR RI saat sidang pengesahan Undang-Undang-Undang tersebut.
Hal itu karena para pemohon mendalilkan proses pengesahan Undang-Undang tersebut di DPR cacat formil karena tidak memenuhi tiga perempat dari jumlah anggota DPR RI atau kuorum.
"Misalnya anda punya rekaman tanda tangan yang hadir dalam sidang paripurna itu, kemudian ada rekaman yang penuh juga untuk menghitung berapa orang yang hadir di situ. Itu yang perlu disodorkan kepada kami," kata Saldi.
Menurutnya, dalam uji formil semakin banyak bukti yang disampaikan maka akan kian penting untuk memahami perkara secara konperhensif. Meskipun kuasa hukum pemohon, yakni Violla Reininda, dalam persidangan mengatakan kesulitan mendapatkan bukti tersebut dan mengajukan bukti berupa kutipan berita, Saldi menilai hal itu tidak cukup.
Itu karena menurutnya, dalam penelitian, kutipan berita tergolong sumber tersier (lapis/peringkat ketiga), bukan primer. Sementara, uji formil mengandalkan kepada bukti-bukti formal misalnya daftar hadir tersebut.
• Megawati Usir Pendukung Khilafah dari Indonesia
"Masih ada dua atau tiga peringkat bukti lagi di atasnya yang bisa disodorkan ke kami. Karena yang namanya formal itu mengandalkan kepada bukti-bukti formal yang ada," kata Saldi.
Meski begitu, ia mengatakan Hakim Konstitusi tentu akan berusaha untuk mendaparkan keterangan lebih komperhensif dari pihak lain. Ia juga memastikan akan memerintahkan pihak lain untuk mendapatkan keterangan yang lebih komperhensif tersebut.
"Tolong dicarikan bukti yang tingkat akurasinya bisa lebih dipercaya. Karena nanti perintahnya tidak hanya kepada pemohon tapi akan ada pihak lain juga yang diperintahkan Mahkamah. Tapi sebagai orang yang membawa, prinsip dasarnya adalah siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan. Apalagi ini uji formal," kata Saldi.
Masih menurut kuasa hukum pemohon, Violla Reininda, tetap berusaha meminta daftar hadir sidang paripurna pengesahan Undang-Undang tersebut dan rekaman CCTV ke DPR. Hal itu dilakukan untuk mencari bukti atas dalil dalam permohonan uji formil yang menyatakan jumlah anggota DPR tidak memenuhi tiga perempat dari keseluruhan anggota atau kuorum saat pengesahan Undang-Undang KPK baru.
"Dokumen terpenting adapah tanda tangan daftar kehadiran di rapat paripurna terakhir. Termasuk CCTV juga. Karena yang dibutuhkan Mahkamah kan pada saat itu foto siapa saja yang hadir secara fisik," ujar Violla.