Habib Jafar Sering Nunggak Sewa Kontrakan, Kini Ditahan di Rutan Bareskrim Polri
Hina KH Ma'ruf Amin, kini Habib Jafar Shodiq yang sering nunggak uang kontrakan, mendekam di rutan Bareskrim Mabes Polri.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
TRIBUNMANADO.CO.ID - Habib Jafar Shodiq Alattas ditangkap polisi karena disangka menghina Wapres RI Ma'ruf Amin dalam ceramah yang videonya viral di sosmed.
Anggota Front Pembela Islam (FPI) ini ditangkap di rumah kontrakannya di Kampung Tipar Tengah, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu(4/12) tengah malam.
Ketua RT Kampung Tipar Tengah Widodo mengatakan, warga mengenal Habib Jafar Shodiq sebagai pendakwah di sekitar tempat tinggalnya sejak delapan bulan silam.
“Dia tinggal di sini kurang lebih delapan bulan, berdua dengan istrinya. Tapi pas penangkapan, istrinya enggak ada di rumah,” kata Widodo di kontrakan Habib Jafar, Jumat (6/12).
Widodo juga menuturkan, Habib Jafar pernah mengisi dakwah di kampungnya satu kali. “Di musala dekat sini,” kata Widodo.
• Habib Jafar Shodiq Sebut Maruf Amin Babi, Dicokok Polisi Tengah Malam
Terakhir, selama delapan bulan itu Widodo mengenal Habib Jafar sebagai sosok warga yang kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
“Kalau kesehariannya biasa saja sih ya. Tapi emang kalau sosialisasinya kurang. Tertutup orangnya,” ujarnya.
Muhammad Toyib, pemilik rumah kontrakan, mengeluhkan soal pembayaran uang sewa yang kerap telat.
Habib Jafar Shodiq belum membayar uang sewa rumah kontrakan dua bulan.
"Dia sering telat bayar, sekarang sudah dua bulan nunggak," katanya.
Toyib menduga telatnya pembayaran itu lantaran penghasilan dari Habib Jafar Shodiq yang tidak menentu.
"Mungkin karena pendapatannya tidak menentu. Kan pekerjaannya penceramah, jadi saya maklumi saja. Karena saya memandang dia habib juga," kata Toyib.
• Guntur Romli: Kasus Jafar Shodiq Bisa Jadi Alasan Kuat Pemerintah Bubarkan FPI
Ditahan
Karopenmas Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono, menyatakan telah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan penghina Wapres Ma'ruf Amin ini sebagai tersangka.
"Sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk dinaikkan menjadi tersangka. Itu ada laporan polisi, ada keterangan saksi, ada bukti seperti video itu," kata Argo.
Dia mengatakan, barang bukti video ceramah itu didapatkan dari akun YouTube pribadi Habib Jafar.
Habib yang juga anggota FPI Bekasi itu kini ditangani Dirpidum Bareskrim Polri.
"Jadi barang buktinya ada video, karena yang bersangkutan menyiarkan secara langsung sendiri di channelnya sendiri.
Dan ini sudah dilakukan proses penyidikan oleh Bareskrim Polri. Nanti ini kan sedang dievaluasi, sedang dipelajari dan kemudian sedang dilakukan penyidikan," ujar Argo.
Jafar juga dijerat dengan pasal berlapis dan sudah ditahan di Bareskrim Mabes Polri.
"Yang bersangkutan sudah ditahan di Bareskrim Polri," kata Argo.
Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Mohamad Guntur Romli mengatakan kasus Habib Jafar Shodiq merupakan kesekian kalinya tokoh dan pengikut FPI terlibat dalam kasus kekerasan, penganiayaan, dan penyebaran kebencian.
Menurutnya, sudah sebuah keharusan bagi pemerintah untuk tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI.
Guntur Romli berujar, pemerintah perlu membubarkan FPI karena organisasi ini berisi tokoh dan pengikut yang identik dengan kekerasan dan pelanggaran hukum.
Sehingga, lanjut dia, pemerintah perlu mengambil tindakan tegas terhadap ceramah-ceramah keagamaan yang disalahgunakan, terutama untuk mengadu domba dan menyebar isu SARA.
"Sebut saja Imam Besarnya Rizieq Shihab yang pernah masuk penjara dua kali, juga Munarman, Novel Bamukmin, Bahar Smith, dan lain-lain." ujar Guntur Romli.
Di DPR, Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyesalkan penghinaan yang dilakukan Jafar Shodiq terhadap Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Basarah juga berpesan kepada Jafar yang telah ditetapkan sebagai tersangka untuk menerima segala konsekuensinya.
Dia berharap kasus penghinaan terhadap pejabat negara tidak terjadi lagi di kemudian hari.
"Agar tidak ada lagi kasus-kasus pidana semacam ini, ya harapannya jangan ada lagi di ruang publik caci-mencaci, menghina, merendahkan,
apalagi terhadap pejabat-pejabat negara, pejabat-pejabat publik, apalagi orang seperti KH Ma'ruf Amin, seorang tokoh, ulama, Ketum MUI, dan sekarang Wapres RI," kata Basarah.
(Tribun Network/dwi/mam/wly)