Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Siswa Bunuh Guru

2 Siswa SMK Pembunuh Pendeta Divonis Bersalah: Kami Bertobat & Akan Sekolah Alkitab Jadi Hamba Tuhan

kasus pembunuhan terjadi di halaman komplek SMK Ichthus, Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara pada Selasa (22/10/2019) sila

Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO/ISVARA SAVITRI
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado menvonis dua siswa pembunuh Guru Agama SMK Ichthus Manado, Alexander Werupangkey pada Senin (2/12/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kedua siswa pembunuh Guru Agama SMK Ichthus Manado menyesali perbuatannya dan siap menjalani hukuman.

Selain guru, Alexander Werupangkey merupakan seorang pendeta.

Kedua terdakwa yakni FL (16) divonis 10 tahun dan OU (17) dijatuhi hukuman penjara 8 tahun oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado karena membunuh Alexander Werupangkey.

Diketahui kasus pembunuhan terjadi di halaman komplek SMK Ichthus, Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara pada Selasa (22/10/2019) silam.

Divonis 10 dan 8 Tahun Penjara

Kedua terdakwa FL (16) dan OU (17), warga Kelurahan Koka Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut, divonis hukuman penjara selama 10 dan 8 tahun.

Sekitar satu jam sidang putusan tersebut berlangsung, mejelis hakim membacakan surat putusan hukuman terhadap dua terdakwa.

"Untuk terdakwa FL dikenakan hukuman penjara selama 10 tahun, sementara terdakwa OU dikenakan hukuman penjara 8 tahun," ujar majelis hakim.

Setelah pembacaan putusan selesai dan disahkan majelis hakim dengan mengetuk palu di meja persidangan.

Sekitar pukul 15.50 Wita, sidang putusan selesai.

Sementara 2 terdakwa langsung dibawa oleh aparat kepolisian dengan pengawalan ketat. 

Keluarga Korban Teriak Bebaskan Saja Mereka

Keluarga almarhum Alexander teriak bebaskan kedua terpidana sebagai bentuk protes terhadap putusan hakim.

Mereka terus teriak bebaskan saja mereka berdua, ketika menghadiri sidang putusan kasus pembunuhan tersebut.

Terlihat saat sidang dimulai, keluarga korban sudah menunggu di depan pintu ruang sidang, sambil teriak-teriak, bebaskan saja mereka.

"Kalau hanya dihukum 10 tahun, bebaskan saja mereka berdua, biar nanti bertemu dengan kami di luar," teriak para keluarga korban.

Sidang putusan dimulai sekitar pukul 13.25 Wita, dengan dihadirkan ke dua terdakwa, FL (16) dan OU (17), warga Kelurahan Koka Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut, yang menggunakan kemeja tangan panjang warna putih.

Saat sidang dimulai, keluarga korban yang tidak diijinkan masuk ke ruang sidang, terus teriak di depan pintu ruang sidang, yang dijaga ketat pihak kepolisian.

Istri Minta Sistem Peradilan Anak Ditinjau

Istri korban, Silvia Walalangi (41)
Istri korban, Silvia Walalangi (41) (TRIBUNMANADO/ISVARA SAVITRI)

FL mendapatkan hukuman 10 tahun penjara sedangkan OU 8 tahun.

Keputusan ini mengecewakan pihak keluarga korban, dan juga Aliansi Masyarakat Peduli Korban Pembunuhan Guru dan Forum Keluarga Pendeta.

Bahkan anak mendiang Alexander Werupangkey (54), Ais Werupangkey sempat hampir menerobos barisan polisi yang berjaga di dalam ruang sidang untuk menghampiri kedua tersangka.

Namun aparat kepolisian dengan sigap segera mengamankan kedua tersangka dan di satu sisi mencegah agar Ais tidak mengejar.

Istri korban, Silvia Walalangi (41) mengungkapkan bahwa meskipun kecewa, ia tetap menghargai keputusan hakim.

"Apapun itu, saya selaku istri korban menghargai putusan majelis hakim karena mereka sudah bekerja secara maksimal dengan mempertimbangkan sistem peradilan anak," ujar Silvia saat ditemui usai sidang.

Ia didampingi tim penasihat hukumnya terlihat tegar meski tidak bisa dipungkiri ia juga kecewa dengan keputusan hakim.

Silvia mengimbau seluruh komponen pemerintah meninjau kembali bahkan melakukan revisi terhadap sistem peradilan anak.

Ia menyarankan sistem ini jangan hanya terpaku pada usia anak, tetapi juga seberapa berat pelanggaran yang dilakukan sang anak.

"Kalau anak sudah melakukan pelanggaran berat seperti pembunuhan berencana, jangan lagi dilindungi oleh batasan usia. Biar ada efek jera," katanya.

Dia mengatakan bahwa sistem peradilan anak perlu ditinjau ulang agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

"Umur saja yang masih muda, tapi kelakuan mereka sudah seperti orang dewasa. Sudah tidak pantas dilindungi sistem peradilan anak," jelas Silvia.

Yuddi Robot selaku tim penasihat hukum korban, juga menyarankan agar dilakukan pengklasifikasian pelanggaran anak dalam sistem tersebut.

"Untuk membantu pemerintah melakukan revisi, kami rencananya akan membentuk forum diskusi lintas LSM supaya dilakukan pengklasifikasian hukuman bagi pelaku di bawah umur".

2 Pelaku Ingin Jadi Pendeta

Kedua tersangka yakni FL (16) dan OU (17), warga Kelurahan Koka Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, bahwa mereka merasa ketakutan saat akan mengikuti sidang putusan.

"Kami takut, takut melihat keluarga korban yang banyak menunggu di luar," ujar keduanya kepada wartawan tribunmanado.co.id.

Dikatakan kedua remaja itu, bahwa ketika bebas nanti, mereka berdua akan sekolah Alkitab.

"Kami akan bertobat dan sekolah Alkitab (sekolah pendeta) menjadi hambah Tuhan," aku keduanya.

Mereka berdua juga, mengaku sangat bersalah karena sudah menghilangkan nyawa guru mereka.

"Kami sudah salah dan kami siap jalani hukuman yang akan kami jalani," ujar mereka

Sebelumnya, kedua terdakwa mengaku wajah guru yang dibunuh mereka sering terbayang.

"Sejak masuk penjara di Polresta Manado, saya sering mimpi aneh. Saat tidur, seperti ada yang menyentuh saya. Tapi saat saya bangun, tidak ada orang disamping saya," ujar FL yang menikam almarhum Alexander Werupangkey (54) di PN Manado pada Selasa (26/11/2019) silam

Lanjutnya, saat terbangun, dirinya langsung berdoa, meminta maaf kepada almarhum lewat doa, setelah itu dirinya membaca Alkitab.

"Sejak masih di tahan di Polresta Manado, saya terus berdoa minta maaf, karena saya sudah salah, sampai sekarang, wajah bapak guru masih terbayang di pikiran saya," akunya dengan waja ketakutan.

Begitu juga pengakuan dari OU, bahwa wajah guru SMK Ichthus Manado yang dipukulnya, pernah terbayang di pikirannya.

"Kami menyesal, memang benar penyesalan di belakang, saya jadi takut, kami berdua sering berdoa bersama, meminta maaf kepada pak guru lewat doa," kata OU.

Diketahui kasus pembunuhan terjadi di halaman komplek SMK Ichthus, Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara pada Selasa (22/10/2019) silam.

Pelaku menusuk korban sebanyak 14 kali

Tak hanya mengalami penusukan, korban juga menerima pengeroyokan oleh FL dan OU.

Korban ditusuk di atas motor saat hendak keluar dari halaman sekolah.

Lalu korban melepaskan motornya dan hendak masuk ke area sekolah.

Namun FL langsung menusuknya dari belakang.

Korban mencoba menghindar dan berlari masuk halaman sekolah.

Korban sempat melakukan perlawanan hingga pisaunya jatuh ke tanah.

Pelaku OU (17) masuk menghampiri FL.

OU ikut memukul dan melakukan pengeroyokan kepada korban setelah mendapat ajakan dar FL.

Saat korban merasa terpojok FL melakukan tikaman sebanyak tiga kali.

FL dan OU meninggalkan korban saat terkapar di tanah.

Pelaku mengaku emosi kepada korban yang merupakan guru di sekolahnya.

Pelaku tidak terima dirinya ditegur oleh Alexander Werupangkey saat merokok. (Aldi Ponge/ Juf/Isvara)  

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved