Organisasi Kemasyarakatan
Data Terbaru Kemendagri Ada 167.385 Ormas Yang Bersifat Perkumpulan, Pendataan per 22 November 2019
Sesuai dengan pendataan per 22 November 2019, Kemendagri mencatat ada 431.465 ormas di Indonesia.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Data terbaru jumlah Organisasi Kemasyarakatan atau ormas yang tercatat terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencapai ratusan ribu.
Kemendagri mencatat sebanyak lebih dari 400.000 organisasi kemasyarakatan ( ormas) ada di Indonesia pada saat ini. Data tersebut sesuai dengan pendataan per 22 November 2019.
Jumlah tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo. "Jumlah ormas yang ada di Indonesia sekarang ini sudah capai 431.465 ormas," ujar Hadi saat memberikan sambutan dalam acara Penganugerahan Ormas Award di Hotel Kartika Chandra, Gatot Subroto, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Hadi memaparkan, jumlah itu terdiri atas 27.015 ormas yang tercatat di Kemendagri secara keseluruhan.
"Rinciannya (terdaftar) di Kemendagri (pusat) itu terdaftar sebanyak 1.891 ormas, di provinsi 8.170 sebanyak ormas, di kabupaten/kota 16.954 ormas," kata Hadi.
Selain itu, kata Hadi, masih ada ormas yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) secara keseluruhan sebanyak 404.379 ormas.
Jumlah tersebut terdiri atas yayasan sebanyak 226.994 ormas dan yang bersifat perkumpulan sebanyak 167.385 ormas.
Terakhir, ada 71 ormas yang tercatat di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Harapan kita bersama eksistensi dan kesadaran kolektif ormas akan benar-benar dapat ditingkatkan kualitasnya. Ormas bisa memberi kemanfaatan baik kepada masyarakat, pemerintah dan tentu upaya percepatan berbagai tujuan NKRI," kata Hadi.
Hadi mengakui jumlah ormas saat ini semakin bertambah.
Meski jumlahnya semakin banyak, pemerintah tetap melakukan penilaian atas kinerja ormas-ormas yang ada.
"Kemendagri sebagai instansi yang punya tugas membina ormas, sejak 2017 memberikan pernghargaaan kepada ormas berprestasi," ucap Hadi.
"Ormas sudah ada sejak Republik Indonesia belum berdiri, kemudian (berkembang) pada zaman kemerdekaan dan tentunya terus ada seiring dengan dinamika perkembangan kehidupan reformasi," kata dia.
Pada Senin, Kemendagri akan menyampaikan penghargaan untuk ormas yang berprestasi di bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, penanggulangan bencana dan demokrasi.
Sementara itu sebelumnya, berdasarkan data Kemendagri ada 420.381 ormas yang terdaftar di Indonesia hingga 31 Juli 2019.
"Data kami per 31 Juli, ormas yang terdaftar yaitu 420.381," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar berdasarkan keterangan tertulis yang diterima wartawan pada 1 Agustus 2019.
Jumlah ormas yang terdaftar tersebut dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama, ormas yang telah mendapatkan surat keterangan terdaftar (SKT) sejumlah 25.812 ormas.
Rinciannya, terdaftar di Kemendagri 1.688 ormas, di pemerintah provinsi berjumlah 8.170, dan di pemerintah kabupaten/kota 16.954 ormas.
Kategori kedua, ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Ada 393.497 ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenkumham dengan rincian 163.413 berupa perkumpulan dan 30.084 berbentuk yayasan.
Ketiga, ormas asing yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Jumlahnya, 72 ormas.
Bahtiar mengatakan, ormas yang terdaftar di Indonesia banyak dan beragam.
Menurut dia, banyaknya jumlah ormas tersebut menunjukkan keberagaman dan toleransi di tengah masyarakat.
Ia mengatakan, kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan hak setiap warga negara sesuai UUD 1945, termasuk membentuk ormas.
"Dalam UUD 1945, negara menjamin kepada rakyatnya untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tulisan. Karena itu, ormas merupakan potensi masyarakat yang harus dikelola," kata Bahtiar. (*)
Tujuan Fachrul Razi sebagai menteri agama dan Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri
Ternyata inilah maksud sebenarnya ditempatkannya dua orang dari kalangan TNI Polri sebagai menteri dalam kabinet Indonesia Maju. Tak hanya sekedar penunjukkan tetapi ada tujuan tertentu.
Setara Institute berpandangan bahwa penunjukan Fachrul Razi sebagai menteri agama dan Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri untuk menangani masalah intolerasi dan radikalisme.
"Publik harus secara terbuka diberikan pemahaman bahwa dua beliau itu memang ditempatkan di situ, sebagai bagian dari cara pemerintahan baru meng-address isu bahwa intoleransi harus diatasi, bahwa radikalisme itu harus diatasi," kata Direktur Riset Setara Institute, Halili, di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurut Halili, kedua menteri harus memberi perhatian pada kerukunan umat beragama di daerah.
Sebab, kerukunan umat beragama di daerah menjadi awal untuk membangun basis sosial dalam rangka mencegah intoleransi dan radikalisme.
Ia pun berpandangan bahwa publik juga harus turut mengontrol kebijakan yang diambil dua menteri itu agar tidak menyeleweng.
"Kalau kemudian pendekatan yang dilakukan oleh kedua menteri ini lebih banyak soal pendekatan kuratif, pendekatan represif, pendekatan keamanan apa lagi, nah di situlah ada potensi abuse, ada potensi non-democratic ways," ucap dia.
Maka dari itu, Setara mendorong kedua menteri agar memperkuat kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah.
Sebelumnya, survei Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan, menteri yang dinilai paling tidak tepat berada di pos kementeriannya yaitu Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Sebanyak 15,2 persen responden menjawab Luhut sebagai menteri yang tak tepat di posisinya.
Kemudian, sebesar 14,7 persen publik menilai, mantan Kapolri Tito Karnavian tak tepat mengisi posisi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Artinya orang yang bagus, tapi tidak sesuai dengan posisi kementeriannya yang didapatkan di sini adalah Pak Luhut binsar Panjaitan 15,2 persen juga tinggi adalah Pak Tito Karnavian," kata peneliti IPO, Dedi Kurnia Syah, dalam dalam diskusi "Efek Milenial di Lingkaran Istana" di Ibis Hotel Tamarin, Menteng, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Lalu, 12 persen publik menilai, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate tidak tepat berada di pos Kemenkominfo.
Kemudian, 8,2 persen publik menilai, Nadiem tidak tepat berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Survei tersebut menggunakan metode purposive sampling dalam penarikan sampel.
Survei tersebut dilakukan pada 30 Oktober-2 November 2019 dengan responden yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Selain itu, survei melibatkan 800 responden dengan margin of error sekitar 4,5 persen (pada tingkat kepercayaan 95 persen). (*)
Subscribe YouTube Channel Tribun Manado: