Tiga Kekuatan di Istana, Prabowo dan Moeldoko Bersaing, Luhut dan Surya Paloh Terdepak
Sejak awal Presiden Joko Widodo berkuasa banyak yang percaya ada beberapa orang berpengaruh di belakang Presiden Jokowi.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sejak awal Presiden Joko Widodo berkuasa banyak yang percaya ada beberapa orang berpengaruh di belakang Presiden Jokowi. Selentingan beredar beberapa figur berpengaruh di belakang Jokowi antara lain, Jenderal TNI (Purn) Prof Dr Drs H Abdullah Mahmud Hendropriyono SE SH MBA MH atau sering disebut AM Hendropriyono yang merupakan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Kemudian ada nama Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat Menko Maritim dan Investasi dan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.
Namun bagi pengamat politik, Rocky Gerung yang mengomentari nasib politik di Indonesia setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 selesai. Ada beberapa figur yang menjadi rujukan Presiden Jokowi sebelum mengambil keputusan.
Hal itu diungkapkan Rocky Gerung melalui kanal YouTubenya Rocky Gerung Official yang diunggah pada Sabtu (16/11/2019).
Rocky Gerung juga mengatakan, politik di Indonesia setelah Pemilu ini lebih dari sekadar 'bagi-bagi kekuasaan'.
Namun, 'pembagian kekuasaan' itu disertai dengan rasa bersalah.
• BPJS Kesehatan dan Persi Sepakat 3 Komitmen Peningkatan Pelayanan Peserta JKN-KIS
• Cecep Reza Meninggal Karena Jantung, Kenali Gejala Penyakit Jantung Koroner
• Nikita Mirzani Akui Tanggal 3 Kemarin Baru Tidur dengan Bule, Terungkap Lewat 9 Huruf: Siapa Kecil
"Ya politik Indonesia setelah Pemilu selesai adalah bagi-bagi bukan sekedar bagi-bagi kekuasaan."
"Tapi berupaya untuk saling menutupi rasa bersalah dan itu buruk," ujar Rocky Gerung.
Menurut pengamat politik 60 tahun tersebut, hal itu dapat berdampak buruk bagi demokrasi.
"Kalau sekedar bagi-bagi kekuasaan itu hak, kalau demi tukar tambah rasa bersalah kekuasaan itu dibagi itu buruk bagi demokrasi itu," katanya.

Rocky Gerung menduga, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini merasa terbebani lantaran harus membagi jabatan pada relawannya.
"Sehingga Jokowi akhirnya jadi Sinterklas tapi merasa dia terbebani dengan prestasi orang lain atau sumbangsih relawan," ungkap dia.
Rocky Gerung menilai seharusnya hal itu tak perlu dilakukan.
• BPJS Kesehatan dan Persi Sepakat 3 Komitmen Peningkatan Pelayanan Peserta JKN-KIS
• Cecep Reza Meninggal Karena Jantung, Kenali Gejala Penyakit Jantung Koroner
• Nikita Mirzani Akui Tanggal 3 Kemarin Baru Tidur dengan Bule, Terungkap Lewat 9 Huruf: Siapa Kecil
Pasalnya, relawan merupakan pihak yang pada dasarnya ikhlas membantu Jokowi.
"Sebetulnya tidak perlu dilayani namanya juga relawan, relawan itu ya orang yang paling jujur di dalam politik ya relawan."
"Sekarang terlihat bahwa relawan bukan relawan, tapi orang yang punya pamrih itu dan pamrih itu pasti ditranksaksikan dengan presiden pada sebelum pemilu yang lalu itu," tutur Rocky Gerung.
Sehingga, Rocky Gerung menilai keinginan relawan untuk mendapat balasan dari Jokowi dalam merusak etika politik.
"Sekarang terlihat bahwa enggak ada yang disebut relawan Jokowi, semuanya itu adalah pamrih dan pamrih itu harus sekarang dibayar."
"Nah itu pelajaran yang buruk bagi etika politik," kata Rocky Gerung.
Jika yang meminta kekuasaan adalah partai politik maka hal itu dinilai wajar.
"Di dalam teori politik demokrasi itu tidak wajar karena partai jelas minta dari kekuasaan."
"Tapi relawan enggak boleh minta, di mana-mana orang yanng paling mengerti kekuasaan itu harus dirawat dengan kondisi etik maksimal," lanjut Rocky Gerung.
Menurutnya, relawan seharusnya membantu menghasilkan suara bagi kekuasaan, bukan menagih kekuasaan.
"Relawan sebetulnya mensuplay bagian etika, bagian moral dari politik."
"Dia enggak boleh nagih kekuasaan itu itu kacaunya pengertian relawan di Indonesia,"
"Volunteer itu artinya membantu untuk menghasilkan suara bukan untuk menagih suara," ujar Rocky Gerung panjang lebar.

Pada kesempatan itu, Rocky Gerung juga menilai nantinya akan ada tiga tokoh yang menjadi sorotan dalam Istana.
Mulanya, Rocky Gerung menduga Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memiliki pusat kekuasaanya sendiri.
"Kalau dilihat dari sudut power game (permainan kekuasaan), kelihatannya Pak Moeldoko juga ingin bikin pusat kekusaan yang lebih besar," ujar Rocky Gerung.
Rocky Gerung menduga, Moeldoko ingin membangun kekuasaan ada kaitannya dengan Menteri Pertahnan Prabowo Subianto yang menjadi sorotan.
"Karena diam-diam kedudukan Pak Prabowo makin kuat di mata publik, dengan postur yang selalu jadi sorotan," terangnya.
• Rocky Gerung Diusir dari Indonesia, Ini Jawaban Pengamat Asal Manado, Relawan Rusak Etika Politik
• Buat Vlog Bareng Sebelum Cecep Reza Meninggal, Marshanda Bakal Buat Karya Ini Kenang Sosok Bom-bom
• Mauricio Pochettino Dipecat Manajemen Tottenham Hotspurs, 3 Pelatih Jawara UCL Siap Jadi Pengganti
Sehingga pengamat politik asal Manado ini merasa maklum Moeldoko ingin membangun kekuatan baru untuk menyeimbangkan.
"Postur politik Prabowo selalu jadi sorotan publik maka sangat masuk akal Pak Moeldoko ingin bikin polar baru, kutup baru."
"Berseberangan bukan berseberangan, saling menandingi dengan postur politik Prabowo," ungkap Rocky Gerung.
Sehingga, Rocky Gerung menduga akan ada tiga kekuasaan dalam Kabinet Indonesia Maju.
"Jadi mungkin ada tiga matahari di Istana, matahari Moeldoko, matahari Prabowo, dan matahari Jokowi itu sendiri," ujarnya.
"Itu menarik power playnya itu atau interplay antar tiga pusat kekusaan," imbuh Rocky Gerung.
Dalam kesempatan itu, Rocky Gerung juga mengomentari penambahan anggota dalam Kantor Staf Presiden.
Ia menilai penambahan tersebut karena banyak tokoh yang belum mendapat jatah jabatan dari Jokowi.
"Ya itu menunjukkan bahwa pembagian kekuasaan itu belum selesai, atau saya balik tekanan pada Jokowi masih berlanjut.

"Karena masih ada yang enggak puas, masih belum dapat segala macam," katanya.
Namun, perekrutan anggota baru dalam KSP diyakini tetap dalam izin Jokowi.
"Akhirnya Pak Moeldoko ambil inisiatif menambah personel dalam KSP. Tentu itu dengan izin Jokowi."
"Jadi akan dibuat keranjang baru atau keranjang sampah baru untuk menampung mereka yang tidak puas," ungkap Rocky Gerung.
Rocky Gerung menyimpulkan, Jokowi tidak bisa benar-benar mendapatkan haknya dalam penyusunan Kabinet Indonesia Maju.
"Kalau kita analisis presiden tetap tidak independen dalam menentukan hak prerogatifnya," ucapnya. (TribunWow.com/Mariah Gipty)