Djaduk Ferianto Meninggal Dunia
Profil Lengkap Almarhum Djaduk Ferianto, Seniman Multitalenta, Belajar dari Dua Tokoh Legendaris
Almarhum Djaduk Ferianto adalah sosok seniman multitalenta, ia belajar musik dan film dari dua tokoh lengendaris
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Rabu 13 November 2019 pukul 02.30 WIB, seniman multitalenta, Djaduk Ferianto menghembuskan nafasnya yang terakhir di usia 55 tahun.
Pria asal Yogyakarta itu telah mencatatkan banyak karya dibidang filmografi dan diskografi sepanjang kariernya sebagai seniman.
Ia adalah seorang aktor, sutradara, dan musikus.
Di bidang musik, Djaduk menyabet penghargaan Pemusik Kreatif 1996 dari PWI Yogyakarta, Piala Vidia sebagai Penata Musik Terbaik 1995 di Festival Sinetron Indonesia.
Selain itu, Djaduk juga telah mendapat penghargaan Grand Prize 2000 dari organisasi pendidikan dunia, Unesco.
Perihal musik, kosentrasi Djaduk ada pada penggalian musik-musik tradisi.
Dikutip dari kapanlagi.com, Djaduk tercatat sebagai anggota dari grup Kua Etnika, musik humor Sinten Remen, dan Teater Gandrik.
• Pengisi Musik Dalam Film Fenomenal Petualangan Sherina Seniman Djaduk Ferianto Meninggal Dunia
Selain bermusik, dia juga menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan menggarap ilustrasi musik untuk sinetron di televis
Profil Djaduk
Berdasarkan catatan dari laman Tokoh.id nama lengkap Djajuk adalah Gregorius Djaduk Ferianto.
lahir di Yogyakarta 19 Juli 1964, Djajuk adalah putra bungsu pasangan Bagong Kusudiarjo dan Soetinah.
Ia awalnya dinamai Guritno yang merupakan nama pemberian sang paman.
Namun nama itu hanya bertahan sampai ia berusia 10 tahun. Karena ia kerap jatuh sakit, nama Guritno akhirnya diganti menjadi Djaduk yang artinya unggul.
Menurut kepercayaan orang tua zaman dulu, Djaduk sakit-sakitan akibat keberatan nama.
Pergantian nama tersebut rupanya tak salah karena setelah menyandang nama tersebut, ia tak lagi didera penyakit yang dulu sering menyerangnya.
Ia selalu ditemani radio yang sering menyiarkan pertunjukan wayang. Tidak lupa juga buku cerita wayang yang selalu ada di sampingnya.
Kemudian ia bercita-cita menjadi dalang, bahkan pernah belajar mendalang.
Lingkungan masa kecilnya di Tedjakusuman, Yogyakarta yang dekat dengan kesenian sangat mendukung kariernya di bidang musik, juga teater.
Dikutip dari merdeka.com, sejak umur delapan tahun, Djaduk sudah aktif menari di Pusat Latihan Tari milik ayahnya.
Djaduk banyak belajar soal musik dan film dari dua tokoh perfilman legendaris, Teguh Karya dan Arifin C. Noer.
Selain itu, ia secara khusus pergi ke Jepang untuk mempelajari teknik olah pernapasan dalam memainkan alat musik tiup.
• Ruben Onsu Dituduh Pesugihan, Suami Sarwendah Lapor Polisi, Tak Punya Masalah Dengan Roy Kiyoshi
Ilmunya di bidang musik pun semakin bertambah saat ia belajar musik di New York.
Sepanjang perjalanan karirnya, ayah lima anak ini sempat mengalami diskriminasi, salah satunya adalah pembedaan antara lokal dan nasional.
Djaduk baru bisa masuk industri musik nasional di tahun 1996.
Meskipun frekuensi tampil di ibukota sangat tinggi, Djaduk memilih untuk tetap tinggal di Yogyakarta.
Mengutip Tokoh.id, Djaduk turut membidani lahirnya kelompok musik Rheze di tahun 1976.
Pada tahun 1984, jebolan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Yogyakarta ini mulai melebarkan sayapnya dengan ikut menangani proyek pembuatan musik untuk Festival Film Indonesia 1984 dan Pekan Tari Muda VI Dewan Kesenian Jakarta.
Karya
Filmografi: Petualangan Sherina (2000), Koper (2006), Jagad X Code (2009), Cewek Saweran (2011)
Diskografi: Orkes Sumpeg Nang Ning Nong (bersama Kua Etnika,1997), Ritus Swara (bersama Kua Etnika, 2000), Parodi Iklan (bersama Orkes Sinten Remen, 2000), Komedi Putar (bersama Orkes Sinten Remen, 2002), Janji Palsu (bersama Orkes Sinten Remen, 2003), Maling Budiman (bersama Orkes Sinten Remen, 2006), Dia Sumber Gembiraku (Lagu Rohani, 2006), Pata Java (bersama Kua Etnika dan Pata Master Jerman)
Penyebab meninggalnya Djaduk Ferianto
Djaduk Ferianto, seniman asal Yogyakarta yang meninggal Rabu 13 November 2019, pukul 02.30 WIB adalah adik tercinta dari Butet Kertaredjasa.
Menurut keterangan Butet, sang adik meninggal karena serangan jantung.
"Karena serangan jantung. Maafkan Djaduk ya," kata seniman yang piawai menirukan gaya bicara Presiden RI ke-2 Soeharto.
Djaduk meninggal dunia saat berada di rumah usai mengikuti rapat Ngayogjazz.
"Di rumah sempat tidur, lalu terbangun dan merasa kesakitan. Jam 02.30 meninggal di rumah," kata Board Creative Ngayogjazz Novindra Dirantara kepada Kompas.com, Rabu pagi.
Ia mengatakan, Djaduk masih terlihat sehat saat rapat Ngayogjazz bersamanya.
"Walaupun terlihat lelah," ujar pria yang akrab disapa Vindra tersebut.
Saat di rumah, lanjut dia, Djaduk Ferianto sempat terbangun dari tidurnya dan merasa kesakitan.
"Saat bangun beliau merasa kesemutan di tubuh dan bicaranya sudah enggak jelas," kata Vindra.
Vindra mengaku diberi kabar oleh keponakan Djaduk yang tinggal bersama.
"Saya baru dikasih info dari keponakannya jam 3 pagi tadi. Kebetulan selesai rapat Ngayogjazz jam 12 malam, kami pulang ke rumah masing-masing," ujar Vindra.
Djaduk mengembuskan napas terakhir pada Rabu dini hari pukul 02.30.
Jenazah Djaduk akan disemayamkan di Padepokan seni Bagong Kusudiardjo di Yogyakarta pada Rabu siang.
Menurut rencana, Djaduk akan dikebumikan di makam keluarga Sembungan, Kasihan, Bantul, pada Rabu sekitar pukul 15.00.
Kabar duka dari Djaduk Ferianto mengejutkan banyak pihak.
Sebab, Djaduk masih akan dijadwalkan tampil di Ngayogjazz pada Sabtu (16/11/2019) di Godean, Yogyakarta.
Djaduk Ferianto dilahirkan di Yogyakarta pada 19 Juli 1964.
Bersama grup musik Kua Etnika dan Sinten Remen, Djaduk memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan modern.
Selain bermusik, Djaduk juga aktif sebagai anggota Teater Gandrik.
Dia pernah menyutradarai beberapa pertunjukan teater dan mengerjakan ilustrasi musik untuk film.
Djaduk Ferianto meninggalkan seorang istri dan lima anak. (*)
• Anak Tiri Bella Saphira Curhat saat Ayahnya Bakal Pensiun Jadi TNI : Siap-siap Liburan ke Korea