Camat Kebingungan 'Desa Siluman': Mendes Bersikukuh Tidak Ada 'Desa Siluman'
Keberadaan 'desa siluman' yang disebut-sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani berada di Konawe, Sulawesi Tenggara
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Serahkan ke Penegak Hukum
Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi menyerahkan sepenuhnya penyidikan kasus dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara ke Polda Sultra dan KPK.
"Itu kan ditangani oleh penegah hukum. Kita serahkan semua ke Polda Sultra. Kita beri kepercayaan ke mereka untuk mengusut," ucap Ali Mazi saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin.
Ali Mazi juga mengamini ada beberapa anak buahnya yang sudah diperiksa. Mengenai hasil pemeriksaan, dirinya mengaku belum mendapatkan laporan.
Lantas apakah Ali Mazi bersedia dimintai keterangan oleh Polda Sultra ataupun KPK sebagai saksi di kasus ini. Terlebih dia adalah kepala daerah disana?
"Pemda sudah dimintai keterangan, para pihak yang tahu kejadian ketika itu dimintai keterangan. Kalau dimintai keterangan ya saya bersedia," jawab pria kelahiran Buton itu.
Mengenai nama kedua desa hingga apakah dirinya pernah berkunjung ke desa itu, Ali Mazi menyatakan sama sekali tidak tahu dan tidak pernah dengar karena dirinya baru menjabat sebagai gubernur. Dia pun tidak berniat turun langsung mencari tahu desa fiktif karena kasus ini tengah disidik oleh Polda Sultra dibantu lembaga antirasuah.
"Kan sudah ditangani kepolisian, kita tidak bisa masuk. Saat itu saya belum jadi gubernur, peristiwanya kan tahun 2015. Sementara saya baru jadi gubernur di tahun ini," tuturnya.
"Kalau ada perintah turun, ya kita turun. Kalau tidak ada perintah ya tidak. Kan nanti malah cawe-cawe. Jangan sampai kita salah kerja kan. Yaudah kita pasrah saja pada kepolisian, kejaksaan, KPK yang sudah ikut campur," tambahnya lagi.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) Bahtiar mengatakan pemekaran atau pembentukan desa baru merupakan kewenangan pemerintah daerah yang dituangkan dalam peraturan daerah atau perda. Bahtiar menegaskan pemekaran desa harus melalui proses yang panjang sebelum diterbitkan perda pembentukan desa baru.
“Permintaan itu diajukan oleh kecamatan, tapi harus didahului musyawarah dengan masyarakat, agar mereka tahu bahwa desanya akan dibelah menjadi dua atau tiga bagian. Masyarakat harus dilibatkan,” kata Bahtiar.
Bahtiar menegaskan bila warga tidak menghendaki adanya pemekaran maka proses itu bisa dihentikan. Jika warga setuju maka selanjutnya kecamatan akan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah kabupaten atau Pemkab.
Pemkab kemudian mengkaji kelayakannya secara objektif melalui sejumlah poin seperti sebaran penduduk, luas wilayah, aksesibilitas hingga potensi ekonomi yang ada di wilayah calon desa. Selanjutnya rekomendasi diajukan ke pemerintah provinsi atau pemprov yang juga akan melakukan verifikasi.
“Setelah disetujui baru pemprov menyerahkan ke Kemendagri untuk diberi nomor registrasi,” terangnya.
Bahtiar menegaskan jika proses-proses itu sudah dilalui tak serta merta muncul desa baru. Desa baru itu akan didahului dengan status desa persiapan selama tiga tahun dengan dipimpin kepala desa yang ditunjuk dari aparatur sipil negara (ASN).