News
Memanasnya Hubungan Garuda-Sriwijaya hingga Turun Tangannya Luhut dan Budi Karya
Tidak tanggung-tanggung, mereka mendepak orang-orang Garuda Indonesia dari jajaran direksi maskapai yang didirikan keluarga Chandra Lie tersebut.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sejak kemarin Kamis (7/11/2019), hubungan business to business antara Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air kembali memanas.
Retaknya hubungan kedua maskapai bukan kali ini sajak terjadi, sebelumnya kedua perusahaan tersebut sempat retak karena dewan komisaris Sriwijaya Air disebut melakukan perombakan direksi di tengah kerja sama.
Tidak tanggung-tanggung, mereka mendepak orang-orang Garuda Indonesia dari jajaran direksi maskapai yang didirikan keluarga Chandra Lie tersebut.
Alhasil pada September 2019, Garuda Indonesia melalui GMF menarik dukungan layanan perawatan pesawat milik Sriwijaya Air sehingga 18 pesawat maskapai tidak boleh terbang.
Citilink yang adalah anak usaha Garuda, juga mengajukan gugatan kepada Sriwijaya Air ke PN Jakarta Pusat karena terhentinya Kerja Sama Operasi (KSO).
Namun pada 31 Oktober 2018, kesepakatan kerja sama kembali dilakukan. Kedua maskapai berakhir rujuk karena berbagai alasan.
Cerita Garuda-Sriwijaya tidak berakhir sampai situ. Kemarin, pihak PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengumumkan bahwa Sriwijaya Air bukan lagi bagian dari maskapai BUMN itu.
Kerja sama yang sejatinya dilakukan untuk membantu Sriwijaya melunasi utang ke anak perusahaan Garuda PT GMF AeroAsia, PT Pertamina (Persero), dan PT Angkasa Pura I dan II kembali retak.
Direktur Perawatan dan Servis Garuda Indonesia Iwan Joeniarto menyatakan hal itu terjadi karena kesepakatan antara Garuda Indonesia dan pemegang saham Sriwijaya Air kembali menemui jalan buntu.
Imbasnya, setidaknya 15 penerbangan Sriwijaya Air dari Bandara Soekarno Hatta sempat tidak beroperasi pada Kamis (7/11/2019).
Bahkan, sejumlah penumpang di Bandara Mozes Kilangan Timika, Papua, sempat memblokade pintu keberangkatan untuk penumpang pesawat Garuda Indonesia yang akan berangkat ke Nabire.
Akibatnya, penumpang pesawat Garuda Indonesia harus melewati pintu keberangkatan Internasional
Adapun pembatalan penerbangan Sriwijaya Air di sejumlah titik disebabkan karena Pihak Garuda Indonesia melalui GMF tidak merilis ijin kelayakan terbang pesawat Sriwijaya Air sebagai imbas dari putusnya hubungan kerja sama.
Asal tahu saja, selama masuk dalam lingkaran kerja sama dengan Garuda, maintenance pesawat Sriwijaya Air ditangani oleh GMF.
Kuasa hukum dan pemegang saham Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra membenarkan, penumpang pesawat Sriwijaya Air sempat delay bahkan batal terbang. Kendati demikian, pihaknya telah menangani masalah tersebut dan penerbangan kembali berjalan normal.
Bahkan, maskapai sempat mencari cara untuk mengganti alias memberikan kompensasi kepada penumpang akibat tidak berjalan baiknya operasional.
Yusril membeberkan, rekening Sriwijaya Air diblokir oleh pihak Garuda Indonesia sehingga mengganggu operasional perusahaan.
"Penerbangan masih bisa jalan. Kita sudah cari pakai uang sendiri untuk bayar tiket.
Rekening Sriwijaya sendiri malah diblokir juga sama Garuda, gimana bisa kerja? Itu jadi impact ke pelayanan," ungkap Yusril di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Sebab Kandasnya Kerja Sama
Tidak hanya membeberkan rekening yang diblokir, Yusril juga membeberkan sebab kandasnya hubungan kerja sama menurut perspektif Sriwijaya Air. Penyebab utamanya adalah karena ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Dia pun tidak segan-segan membeberkan bahwa Garuda Indonesia terlalu banyak mengintervensi kerja Sriwijaya Air.
Sebagai contoh, sejak bergabung dengan Garuda Indonesia, maintenance maskapai Sriwijaya Air ditangani oleh GMF AeroAsia dengan biaya yang jauh lebih mahal. Padahal sebelumnya, Sriwijaya kerap mengerjakan maintenance sendiri.
"Lalu, selama ini Sriwijaya punya asrama-asrama untuk menampung para kru pesawat. Sekarang dipindahkan ke hotel. Jadi hasilnya menjadi lebih mahal dibanding jika ditangani oleh Sriwijaya sendiri," papar Yusril.
Belum lagi soal perjanjian KSO yang diubah menjadi penjanjian KSM beberapa waktu lalu. Dalam perjanjian itu Garuda Indonesia secara sepihak menetapkan management fee sebesar 5 persen dan profit sharing sebesar 65 persen dihitung dari pendapatan kotor perusahaan.
"Akibatnya perusahaan bisa collapse kalau begitu. Menurut persepsi Sriwijaya, utang malah bertambah dan membengkak selama di-manage oleh Garuda. Maksud dari kerja sama ini kan untuk meningkatkan kapabilitas Sriwijaya agar bisa membayar utangnya kepada BUMN," tuturnya.
Rute Gemuk Diambil Citilink
Tidak hanya itu, Yusril menuturkan rute-rute gemuk Sriwijaya Air sedikit demi sedikit diambil oleh Citilink. Seperti rute ke Bangka Belitung misalnya, Yusril mengungkap terdapat 14 penerbangan selama 1 hari.
Dari 14 penerbangan itu, biasanya Sriwijaya mendapat 7 kali penerbangan. Namun kini, Sriwijaya hanya mendapat 2 kali penerbangan pada malam hari.
"Sekarang sudah tinggal 2. Itu terbangnya jam 07.00 sampai jam 07.15 malam. Ya siapa yang mau naik? Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau mau menghancurkan Sriwijaya? Ini kan jadi masalah konflik of interest. Menurut saya hal-hal seperti ini harus diselesaikan," tandasnya.
Lakukan Audit
Sriwijaya mengaku, bekerja sama dengan Garuda Indonesia membuat utang makin membengkak. Di sisi lain, Garuda mengklaim Sriwijaya telah untuk 18 persen sejak bergabung dengan maskapai pelat merah tersebut.
"Pihak Sriwijaya mengatakan utang malah tambah membengkak. Sementara Garuda Indonesia menganggap utang malah berkurang 18 persen. Yasudah kita audit saja pake BPKP," kata Yusril.
Hasil dari audit yang bakal keluar dalam 10 hari ke depan akan menentukan kelanjutan kerja sama antar kedua maskapai. Lebih lanjut, dirinya juga bakal bertanya kepada mayoritas pemegang saham Sriwijaya Air terkait keberlanjutan kerjasama.
"Itu (audit) akan kami lakukan segera, dan saya akan bertanya juga mayoritas suara di pemegang saham, apakah akan menerima keputusan ini untuk meneruskan kerjasama atau malah menghentikan," ucap dia.
Luhut dan Budi Karya Turun Tangan
Retaknya hubungan kerja sama antar kedua maskapai membuat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi turun tangan.
Budi dan Yusril terlihat menyambangi kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi untuk mengikuti rapat koordinasi pada kemarin siang dan baru keluar menjelang Kamis malam.
Saat hendak bergegas meninggalkan kantor, Luhut sempat menyampaikan hasil rapat koordinasi antar pihak Garuda dan Sriwijaya. Hasilnya diputuskan, hubungan business to business antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air akan berlangsung selama 3 bulan ke depan.
"Tadi kita sudah sepakat ditandatangani selama 3 bulan ke depan," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Luhut menuturkan, kerja sama dilanjutkan 3 bulan karena masih banyak masalah teknis yang belum selesai, seperti masalah utang.
"Karena ada yang punya utang ini, utang sana. Segala macam teknis lah," ucapnya.
Terkait audit, Luhut menuturkan kedua belah pihak setuju untuk dilakukan audit bersama BPKP.
"Kemudian dilakukan audit terhadap kerjasama ini oleh BPKP. Kita berharap audit akan keluar hasilnya mungkin dalam seminggu atau 10 hari ke depan. Supaya kita bekerja jangan meraba-raba, bekerjanya hasilnya dari audit," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Retaknya Garuda-Sriwijaya hingga Turun Tangannya Luhut dan Budi Karya", https://money.kompas.com/read/2019/11/08/120749926/retaknya-garuda-sriwijaya-hingga-turun-tangannya-luhut-dan-budi-karya?page=all#page2.