Ratusan Penumpang Sriwijaya Telantar: Imbas Pecah Kongsi dengan Garuda
Kemelut bisnis yang membelit dua maskapai nasional, PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) dan PT Sriwijaya
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Bahkan, Citilink menggugat PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air atas dugaan wanprestasi. Gugatan ini buntut dari sengketa kerja sama manajemen (KSM) antara grup maskapai pelat merah itu dengan Sriwijaya Air Group. Tapi pada awal Oktober lalu, keduanya menyatakan rujuk alias menjalankan kerja sama kembali.
Utang Sriwijaya Membengkak
Sebelum terjadi kerja sama antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya, maskapai ini punya beban tanggungan ke beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang cukup besar.
Beberapa kewajiban itu di antaranya kepada PT Pertamina (Persero) sebesar Rp942 miliar, PT GMF AeroAsia Tbk atau anak usaha Garuda Indonesia sebesar Rp810 miliar, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebanyak Rp585 miliar, utang suku cadang AS $15 juta, dan kepada PT Angkasa Pura II (Persero) Rp80 miliar, serta PT Angkasa Pura I (Persero) sebesar Rp50 miliar.
Nilai utang Sriwijaya kepada Garuda pun semakin membengkak. Garuda diketahui mengenakan Sriwijaya utang bunga sebesar 0,1 persen per hari dari jumlah yang belum dibayarkan dengan maksimum sebesar 5 persen per bulan.
Mengutip laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia per September lalu, total utang Sriwijaya Air ke Garuda sebesar AS $95,6 juta atau setara dengan Rp1,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/$). Jumlah ini meningkat 72,7 persen dari akhir Desember 2018 yang senilai AS $55,39 juta (Rp775,55 miliar).
Besarnya beban itu mendorong terjadinya kerja sama pada 19 November 2018 dan pemegang saham Sriwijaya menyerahkan operasional maskapai itu kepada Garuda Indonesia. (tribun network/fah/ria/ega/dod)