Berita Terkini
Sosok Budi Soehardi, Mantan Pilot yang Menampung Ratusan Anak Korban Konflik: Saya Lihat Ada Harapan
Budi dan Peggy tertegun melihat banyaknya anak-anak yang menjadi korban konfilik di Timor Timur kala.
Panti Asuhan Roslin dirintis dengan menyewa sebuah rumah pada 1999, ketika awal dibuka, ada 4 bayi yang dirawat.
Bayi-bayi tersebut terlantar dan tidak ada yang mau mengurus. Kondisi mereka mengenaskan.
BERITA TERPOPULER:
• Harapan Seorang Guru untuk Nadiem Makarim
• Ingin Cantik Awet Muda Seperti Yuni Shara? Hindari 4 Kebiasaan Buruk Ini
• Kekasih Dylan Carr Turut Jadi Korban Kecelakaan, Tetap Setia Temani Sang Pacar di Rumah Sakit
Makin hari bayi yang diasuh makin bertambah hingga pada tahun 2002 mereka harus memutuskan untuk membangun sendiri tempat permanen panti yang dananya diambil dari sebagian gaji pilot yang rutin ia sisihkan.
Makin hari PA Roslin makin berkembang, bahkan pernah jumlah anak mencapai hingga 150 orang.
Sebelumnya saat awal merintis Panti Asuhan, Budi tetap bekerja sebagai pilot.
Ia pernah jadi juru mudi Garuda Indonesia (19767-1989), Korean Air (1989-1998) hingga Singapore Airlines (1998-2015).
Sejak dini, Budi berusaha memperlengkapi anak asuhnya dengan life skills, menanamkan semangat juang, kerja keras, kepercayaan diri, tanggung jawab, kejujuran dan sikap saling mengasihi.
Permasalahan pasangan suami istri ini tak hanya di situ saja, mereka juga harus berpikir keras ketika Budi berhenti dari pekerjaan yang telah menjadi mata pencahariannya berpuluh-puluh tahun.
Tidak hanya membekali anak-anak dengan ilmu pertanian, Budi juga mewajibkan anak-anak asuhnya untuk bersekolah.
Ia yakin benar, akses pendidikan yang berkualitas merupakan jalan terbaik untuk meretas kemiskinan.
Demi menghidupi idenya ini, pada 2013, Budi mendirikan Sekolah Roslin.
Tak ada pungutan biaya untuk murid sekolah itu, bahkan mereka diberi susu dan makanan gratis setiap hari.
Pada tahun 2015 sesaat setelah ia memutuskan berhenti sebagai pilot, pasangan suami istri ini harus memutar otak bagaimana bisa menghidupi keluarga sekaligus dengan Panti Asuhan yang berisi 100 anak lebih.
Untuk menjadi seorang petani di sekitar Panti Asuhan itupun susah sebab unsur tanah yang ada disana tidak dapat mendukung untuk bercocok tanam.