Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Pedagang Bakso

Kisah Tiga Pedagang Bakso Pikul Keliling, Bikin Sedih, Satu Orang Terpisah Menjadi Korban Longsor

Kisah Tiga Pedagang Bakso Pikul Keliling, Bikin Sedih, Satu Orang Terpisah Menjadi Korban Longsor. Ceritanya bikin terharu.

Tribun Jateng/Khoiruk Muzakki
Sabar mendapatkan perawatan medis setelah sempat tertimbun longsoran tanggul saluran irigasi, Rt 4 Rw 1 Kelurahan Parakancanggah Banjarnegara,Sabtu (2/11/2019). Kisah Tiga Pedagang Bakso Pikul Keliling, Bikin Sedih, Satu Orang Terpisah Menjadi Korban Longsor. Ceritanya bikin terharu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kisah Tiga Pedagang Bakso Pikul Keliling, Bikin Sedih, Satu Orang Terpisah Menjadi Korban Longsor. Ceritanya bikin terharu.

Semuanya tertimbung longsor dalam rumah. Dua kemudian selamat, satu orang lagi tak selamat. 

Hujan pagi hari tak membuat Sabar terlambat bangun.

Ia tetap terjaga seperti biasa, pukul 05.30 WIB meski kantuk masih membujuk.

Maklum, waktu tidur Sabar semalam kurang.

Ia pulang jualan tengah malam, lalu tidur dini hari.

Letih yang ia kumpulkan, harusnya ia bayar dengan istirahat panjang.

Mulai menjelang sore hingga larut malam, ia jalan kaki menyusuri kota.

Di pundaknya, ia memikul beban dagangan, bakso lengkap dengan kuah panas.

Beban itu akan berkurang jika ramai orang yang membeli.

Tetapi langkahnya akan tetap berat jika dagangannya sepi.

Sabar tak sendirian.

Ia punya teman seperjuangan, Minoto dan Darto yang berasal dari kecamatan sama, Pagentan.

Mereka merantau ke kota Banjarnegara untuk mengais rizki.

Cara berjualan mereka masih sangat tradisional.

Bukan sepeda motor atau gerobak untuk transportasi jualan.

Mereka masih mengandalkan otot pundak dan kaki untuk tumpuan dagangan.

Di sebuah rumah sederhana yang menempel di tanggul saluran irigasi, Rt 4 Rw 1 Kelurahan Parakancanggah Banjarnegara, ketiganya tinggal.

Gubuk di lahan liar itu mereka sewa seharga Rp 300 ribu perbulan.

Mereka mungkin tak pernah menyangka, tinggal di bawah tanggul bakal membawa petaka.

Di pagi teriring hujan itu, mereka sebenarnya sudah mendengar alarm bahaya.

Air di saluran irigasi meluap hingga airnya merembes ke tanah tanggul.

Meski Sabar tak menyadari tanah sudah retak sebelumnya.

Hingga warga mengingatkan mereka saat marabahaya itu kian dekat.

Nahas, tanah bergerak lebih cepat dari langkah mereka.

"Kejadiannya sangat cepat.

Mau keluar gak bisa karena sudah ketutup semua," katanya.

Pintu rumah telah tertutup tanah.

Mereka terjebak dalam rumah.

Sabar berusaha keluar melalui lubang jendela.

Tetapi usahanya gagal.

Bongkahan batu jatuh menjepit kakinya.

Ia pun tertawan.

Tubuhnya semakin lemah, hingga tenaganya hilang.

Material longsor terus menghujaninya.

Nyaris seluruh anggota tubuhnya terkubur.

Beruntung kepalanya tak ikut terpendam, meski luka karena hantaman.

Setidaknya lubang hidungnya masih menghirup udara.

Masih ada harapan untuk hidup meski nyawanya di ujung tanduk.

Jika bantuan terlambat menjemput, ia pasrah akan nasibnya.

Ia melihat warga pun panik memikirkannya.

Tetapi mereka bingung harus bagaimana.

Mereka ingin menolong, namun jiwanya harus ikut terancam.

Tanah masih terus bergerak dan mengancam yang coba menghadangnya.

Beruntung, setelah sekitar 20 menit tertimbun tanah, warga berhasil mengangkat tubuh Sabar.

"Tubuh saya tertimbun, mungkin tinggal kepala.

Saya selamat adalah keajaiban.

Karena sudah hilang tenaga,"katanya

Sabar melihat dua temannya bernasib sama.

Mereka berjuang keras menyelamatkan diri dari jebakan longsor.

Darto dilihatnya sempat tertimbun material bangunan.

Tetapi ia berhasil lepas dari material longsor itu dan lari menyelamatkan diri.

Berbeda dengan dia yang tidak mampu lolos dari jepitan batu.

Ia hanya bisa memasrahkan hidup matinya pada Yang Kuasa.

Adapun Minoto tak jelas dimana.

Minoto berlari ke arah yang berbeda dengannya.

Hingga nasibnya diketahui paling tragis.

Ia tertimbun material longsoran hingga menutupi tubuhnya.

Minoto diduga tak bisa bernafas karena terkubur tanah hingga meninggal.

Di ruang Kenanga RSUD Banjarnegara, Sabar dan Darto dirawat bersebelahan.

Adapun Minoto, tidak lagi bersama mereka.

Pria itu menghuni ruang berbeda, kamar jenazah lantai bawah.

Pertemanan mereka terpisah oleh bencana yang membawa maut.

Sabar masih sadar.

Ia memperlihatkan dirinya paling tegar.

Meski batinnya rapuh karena trauma.

"Saya sebenarnya juga masih sangat shock.

Lihat teman saya (Darto) seperti ini, yang satu meninggal," katanya. (aqy)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Pilu 3 Penjual Bakso Korban Longsor di Banjarnegara, Kehilangan Rekan yang Tertimbun Tanah

Subscribe YouTube Channel Tribun Manado:

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved