Keluarga Ketua KPK Diteror: Kasus Buku Merah Akan Dilanjutkan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku kerap mendapatkan teror. Tidak hanya Agus
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku kerap mendapatkan teror. Tidak hanya Agus, komisioner KPK lainnya seperti Laode Syarif, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata juga mendapatkan hal serupa.
• Hacker Serang Twitter Wamenag Zainut: Pelaku Unggah Konten Pronografi
Teror tersebut muncul saat lembaga antirasuah itu menangani kasus korupsi besar dan melibatkan 'orang-orang penting' di Indonesia. "Kasus yang ditangani itu kalau kasusnya besar, melibatkan orang penting, dan orang besar itu biasanya memang satu, penanganannya susah sekali dan biasanya lama. Dan itu juga mohon maaf pressurenya juga cukup kuat," kata Agus di sela-sela Media Gathering di Sukabumi, Jawa Barat, Minggu(27/10).
Bahkan, Agus berujar, tekanan bernada teror itu sampai menyasar tidak hanya pada dirinya melainkan hingga ke keluarganya. "Baik pada saya sendiri maupun lingkungan saya termasuk keluarga," ujarnya.
Agus enggan menjelaskan lebih rinci soal teror dan tekanan-tekanan yang dialaminya itu. Ia hanya mengaku apabila KPK tengah membidik dan menelusuri kasus korupsi yang melibatkan orang penting di Indonesia, pihaknya kerap mendapatkan tekanan yang diberikan itu besar sekali.
"Jadi itu mau tidak mau harus diakui, ada. Kasusnya saya nggak perlu sebut satu per satu ya. Tetapi kasus yang besar, melibatkan tokoh besar itu biasanya memang complicated, waktunya panjang dan memberikan tekanan yang cukup besar," kata Agus.
Diketahui, kediaman Agus Rahardjo pernah diteror bom oleh orang tak dikenal beberapa waktu lalu. Tak hanya Agus, Laode M Syarif juga pernah mendapatkan teror serupa. Celakanya, hingga kini pihak kepolisian masih mengusut kasus itu, dan belum diketahui siapa orang yang melakukan teror tersebut.
Buku Merah
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut pihaknya memiliki salinan buku merah yang merujuk pada barang bukti terkait kasus suap ke hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar berupa buku tabungan atau catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha daging Basuki Hariman. "Ya buku merah sendiri kita punya copy-nya kok," ujar Laode.
• Dua Istri Baghdadi Pakai Rompi Bom: Trump Benarkan Pemimpin ISIS Tewas
Pernyataan tersebut sekaligus menjawab pertanyaan awak media terkait langkah kepolisian yang telah menghentikan penanganan kasus dugaan perusakan buku merah. Komisioner KPK yang akan purna tugas pada Desember ini menegaskan penanganan kasus perusakan buku merah ditangani pihak kepolisian.
Namun, menurut Laode Syarif, penyidik KPK masih bisa mengembangkan perkara itu menggunakan buku merah hasil salinan. "Sebelum kita menyerahkan buku merah itu ke Polri kita bikin duplikasinya dan ditandatangani semua oleh para pihak yang mengambil itu jadi sama otentik. Jadi kalau ada pengembangan kasus yang berhubungan dengan itu, itu masih ada," kata Laode. Mabes Polri sebelumnya menyatakan dalam gelar perkara yang dilakukan di Polda Metro Jaya diputuskan tidak ditemukan adanya perusakan buku merah. Kepolisian menyebut gelar perkara tersebut dilakukan secara transparan dengan melibat pihak dari KPK dan kejaksaan.
Laode Syarif mengaku tidak mengetahui secara pasti isi gelar perkara tersebut. Yang jelas, dia berujar, KPK menyerahkan alat bukti tersebut ke Polri karena putusan pengadilan menyatakan kasus perusakan buku merah masuk ranah pidana umum.
"Makanya kita serahkan karena katanya untuk melakukan penyidikan lebih lanjut karena itu kan tindak pidana umum, tetapi karena sekarang misalnya Polri mengatakan bahwa tidak cukup bukti ya kita serahkan kepada mereka," ujar Laode Syarif.
Sekadar info, kasus buku merah ini merujuk buku tabungan transaksi keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman yang menjadi salah satu bukti kasus suap ke hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.
• Partai Hanura Tak Diakomodir, Ketua DPP Hanura: Kami Tidak akan Meminta-minta Jabatan
Dalam kasus ini mantan penyidik KPK diduga merobek 15 lembar catatan transaksi dan membubuhkan tipe-ex guna menghapus sejumlah nama penerima uang dari perusahaan Basuki.
Akibatnya, dua penyidik KPK, AKBP Roland Ronaldy dan Komisaris Harun dipulangkan ke Polri. Bahkan, kasus ini pun disebut-sebut masih ada keterkaitan dengan penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum Novel, Alghifari Aqsa. "Seminggu sebelum Novel diserang. Laptopnya hilang dicuri dan file dalam laptopnya itu ada berkas soal kasus buku merah.
Makanya tetap ada keterkaitan menurut saya. Selain hilangnya laptop yang isinya berkas-berkas buku merah, kemudian robekan buku merah. Kenapa ini kemudian dihilangkan dari dugaan-dugaan itu?" kata mantan Ketua LBH Jakarta itu.
Polri menyatakan kasus dugaan perusakan barang bukti dalam kasus impor daging atau yang lebih dikenal sebagai skandal buku merah telah selesai. Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, pernyataan selesai itu telah berdasarkan keputusan dalam proses gelar perkara di Kepolisian Daerah Metro Jaya.
"Bahwa faktanya tidak ditemukan adanya perusakan catatan tersebut," kata Iqbal.
Tidak Khawatir
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 meminta kepada semua pihak untuk tidak skeptis terhadap pimpinan KPK periode mendatang 2019-2023.
Dikatakan Ketua KPK Agus Rahardjo, sebab hal itu juga dirasakan oleh pimpinan KPK sebelumnya. "Sama, kan dulu waktu kami memimpin boleh dikatakan orang memandang skeptis, kok pilihannya ini? Tetapi kemudian dalam berjalannya waktu kan ya," kata Agus.
Agus mengakui pimpinan KPK nanti yang digawangi oleh Irjen Firli Bahuri cs itu pasti ada positif dan negatifnya. Hal itu sama dengan kepemimpinannya yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
"Dalam perjalanan waktu kan mungkin tidak juga optimal betul, ada sisi positifnya. Bahwa itu harus diakui, meski itu ada sisi negatifnya. Kita tunggu saja," ujar Agus.
Lebih lanjut, Agus meminta semua pihak agar tidak perlu khawatir dengan kepemimpinan KPK periode Firli cs. Sekalipun, keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) sesuai UU KPK yang baru diberlakukan itu belum terbentuk hingga saat ini.
"Enggak usah khawatir. Dilihat saja nanti dalam perjalanan waktu. Mungkin lebih baik ada Dewas, ada pimpinan. Mungkin bisa saling bersinergi," kata Agus. (Tribun Network/dit/ham/wly)