Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jokowi Dilema Puaskan Mahasiswa soal Revisi Undang-undang KPK

Posisi Presiden Joko Widodo serba salah dalam menyikapi revisi Undang-undang KPK. Demonstran menganggapnya bagian dari pelemahan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Ribuan mahasiswa dan pelajar menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (30/9/2019). Dalam aksinya yang berujung ricuh dengan polisi itu, mereka menuntut pemerintah dan DPR untuk membatalkan Revisi Undang-Undang KPK dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

"Jadi kita tunggu dulu bagaimana proses di MK melanjutkan gugatan itu. Jadi yang jelas presiden bersama seluruh partai-partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama. Untuk sementara enggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan perppu," kata Surya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).

Presiden dan partai pendukung memahami tuntutan masyarakat dan mahasiswa untuk menerbitkan Perppu KPK. Namun, menurut Surya, sebagian dari mereka yang menuntut tak tahu bahwa UU KPK sudah diproses di MK.

"Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK), presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisasi. Salah-salah presiden bisa di-impeach (dimakzulkan) karena itu," ujar Surya Paloh.

Kendati demikian, Surya mengatakan, meskipun belum akan mengeluarkan perppu, pemerintah dan DPR sudah mengabulkan tuntutan dengan menunda sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang menuai polemik. "Tapi sejumlah produk UU yang tertunda tetap akan ditunda," katanya.

JK Tolak Perpu

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kurang setuju jika Jokowi menerbitkan Perppu sebagai langkah mengatasi polemik RUU KPK yang sudah terlanjur disahkan DPR. Menurutnya ada jalan lain yang masih bisa ditempuh oleh Presiden, salah satunya melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi). Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro-kontranya,” kata JK.

Alasan lain yang dikemukakan JK, mengeluarkan Perppu sama halnya dengan menjatuhkan kewibawaan Pemerintah yang sebelumnya baru saja menyetujui DPR melakukan revisi. “Karena baru saja Presiden teken berlaku, langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikanya di mana?” ujar JK.

Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga tidak mendukung jika Presiden menerbitkan Perppu. Ia beranggapan keputusan untuk merevisi UU KPK adalah hal yang sudah tepat sehingga tidak perlu ditinjau kembali apalagi dengan mengeluarkan Perppu.

“Sebaiknya jangan. Ini kan kita maksudkan untuk perbaikan governance-nya KPK,” kata Yasonna yang kini menjadi anggota DPR, Rabu (2/10). Politisi partai PDI-Perjuangan ini menyarankan jika masih ingin membahas UU KPK sebaiknya melalui jalur konstitusional dan berhenti mendesak Presiden menerbitkan Perppu. “Jangan membudayakan menekan-nekan. Sudahlah. Kita atur secara konstitusional saja,” ujar Yasonna.

Ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Perppu juga disampaikan Sekjen PPP Arsul Sani. Ketidaksetujuan itu sudah disampaikan pada presiden oleh para ketua umum parpol dalam satu pertemuan di Istana. Koalisi menyebut penerbitan Perppu menjadi langkah akhir yang paling final dan bisa diambil jika memang dibutuhkan.

“Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi Perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga,” ujar Arsul. (Tribun Network/sen/Kompas.com)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved