Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Peristiwa G30S

Fakta atau Rekayasa? Sejarah yang Kita Kenal dengan Peristiwa G30S, Begini Ulasan Lengkapnya

Siapa sesungguhnya yang paling bertanggung jawab atas peristiwa paling kelam dalam sejarah bangsa ini?

Kolase Foto: Wikipedia/indocropcircles.wordpress.com
Proses Pengangkatan Jenazah Para Jenderal dan Perwira TNI pasca G30S PKI 

Menjelang pelaksanaan, nama Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dicoret dari sasaran. Tujuannya, kata Untung, untuk menyamarkan kudeta sebagai konflik internal.

Salah satu adegan film Penghianatan G30S/PKI, penyerangan rumah jenderal oleh pasukan Tjakrabirawa.
Youtube/Pondok Pesantren Alkautsar Cipaku Cianjur. Salah satu adegan film Penghianatan G30S/PKI, penyerangan rumah jenderal oleh pasukan Tjakrabirawa.
Untung membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas. Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Tjakrabirawa bertugas menangkap tujuh jenderal yang jadi sasaran.

Satgas Bimasakti dipimpin Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya, bertugas mengamakan Ibu Kota dan menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.

Terakhir, satgas Pringgodani di bawah kendali Mayor (Udara) Soejono, bertugas menjaga basis dan wilayah di sekeliling Lubang Buaya, yang rencananya akan jadi lokasi penyanderaan para jenderal.

Usai memeriksa kesiapan di Lubang Buaya, Untung bersama bawahannya Kolonel (Inf) Latief, bergerak ke Gedung Biro Perusahaan Negara Aerial Survey (Penas) di Jalan Jakarta By Pass (kini Jalan Jend. A Yani), Jakarta Timur.

Sehari-hari, gedung itu disewa Angkatan Udara (AURI). Namun di malam senyap itu, Soejono menyiapkan Gedung Penas sebagai Central Komando (Cenko) I untuk memantau jalannya operasi penangkapan para jenderal.

Julius Pour mencatat, operasi penculikan di bawah Untung direncanakan secara serampangan. Banyak yang akan dilibatkan, tak jadi datang.

Jumlah pasukan kurang dari 100 personel, jauh dari yang diharapkan mampu memantik revolusi.

Yang berikutnya terjadi persis yang dikhawatirkan Untung. Penculikan berubah jadi serangan berdarah.

Baca: Najwa Shihab Dinasehati Mahfud MD soal Berita Hoaks: Diamkan Saja, Tak Usah Ditanggapi

Baca: Jenderal Abdelaziz al-Fagham Pengawal Pribadi Raja Salman Meninggal Dunia Karena Tertembak

Baca: Fakta Adegan Penyiksaan pada Kontroversi Film G30S hingga Sosok di Balik Penghentian Penayangan Film

FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN MANADO

Tangkap, hidup atau mati

Pukul 03.30, anggota Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Sersan Kepala Bungkus mengingat pasukannya yang terakhir diberangkatkan dari Lubang Buaya.

Ia khawatir, alokasi 15 sampai 20 menit untuk meluncurkan penculikan Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani, tak akan cukup.

"Saya sendiri berpikir kok hanya 20 menit, peluangnya pasti singkat sekali? Meski begitu saya tidak lupa. Perintahnya jelas, saya mendengar langsung dari Letnan I Abdul Arief, '...tangkap sasaran, hidup atau mati'," kata Bungkus.

Sesampai di kediaman Yani di Jalan Lembang, Menteng, Jakata Pusat, Bungkus dan rekan-rekannya segera meminta Yani ikut dengan alasan akan dibawa ke hadapan presiden. Yani pun meminta waktu untuk mandi dan berganti pakaian.

Bungkus dan rekan-rekannya menolak permintaan itu dan marah. Yani menampar salah satu prajurit dan mencoba menutup pintu rumahnya. Salah satu prajurit melepaskan tembakan, dan mengenai Yani hingga membunuhnya.

Masih di kawasan Menteng, tepatnya di Jalan Teuku Umar, Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution tak bisa tidur nyenyak. Nyamuk mengerubunginya meski tempat tidurnya sudah dilengkapi kelambu.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved