Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah Indonesia

Kisah Soeharto, Dapat Kiriman Misterius Jelang G30S, Ajudan & Bu Tien Tak Tau: Kiriman yang Ganjil

Seorang ajudan Soeharto, Wahyudi pernah mengungkap peristiwa yang dialami presiden ke-2 itu jelang terjadinya G30S.

Editor: Rhendi Umar
Tribun Jambi
Ibu tien dan Presiden Soeharto 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden ke-2 Indonesia Soeharto, mengalami peristiwa menganehkan jelas peristiwa gerakan Gerakan 30 September/G30S.

Soeharto mendapat kiriman barang misterius yang tidak tau berasal dari mana asalnya.

Seorang ajudan Soeharto, Wahyudi pernah mengungkap peristiwa yang dialami presiden ke-2 itu jelang terjadinya G30S.

Hal itu diungkapkan Wahyudi dalam buku Pak Harto The Untold Stories yang diterbitkan oleh Kompas pada 2012.

Dikutip TribunWow.com dari Surya pada Minggu (29/9/2019), jelang G30S Wahyudi mengungkapkan bahwa Soeharto pernah mendapat sebuah kiriman dari seseorang yang tidak diketahui secara jelas.

Rupanya kiriman itu adalah sebuah patung.

Baca: Cerita Sukitman, Agen Polisi Lolos dari Lubang Buaya saat G30S/PKI: Saya Pasrah Kepada Tuhan

Baca: Kisah Mayjen DI Panjaitan Dibunuh Pasukan PKI, Sempat Ditolong Keluarga & Diperlakukan Bak Binatang

Baca: Ahmad Sukendro, Jenderal ke-8 Target G30S PKI, Selamat Berkat Soekarno, Ahli Intelejen Dekat CIA

Saat itu, dirinya tengah bertugas di pos jaga.

Wahyudi mengatakan, orang yang membawa kiriman itu adalah seorang pria paruh baya.

Setelah dibuka, patung itu merupakan tokoh di pewayangan Mahabarata, yakni Batara Guru.

Sedangkan Batara Guru dalam dunia pewayangan merupakan Dewa yang merajai tiga dunia, antara lain Mayapada (dunia surga), Madyapada (dunia bumi), dan Arcapada (dunia neraka).

Lantas, Wahyudi menaruh patung tersebut ke tempat meja biasa Soeharto membaca koran.

"Saya meletakkannya di meja dekat Pak Harto biasa membaca koran pagi," ungkap Wahyudi.

Namun, saat Soeharto melihat patung tersebut, ia justru kaget.

Soeharto bertanya dari mana patung itu didapat.

"Saya kira itu pesanan Bapak," ungkap Wahyudi kala itu.

Wahyudi menjelaskan dirinya lupa menanyakan siapa pengirim patung itu.

Lalu, Soeharto bertanya pada istrinya, Tien Soeharto soal siapa yang telah memesan patung tersebut.

"Pak Harto juga bertanya kepada Ibu Tien Soeharto yang juga mengatakan tidak memesannya," jelas Wahyudi.

BERITA TERPOPULER: Peringatan Dini BMKG Hari ini, Senin 30 September 2019, Gelombang Tinggi Capai 2,5 hingga 4 Meter

BERITA TERPOPULER: Polisi Tangkap Seorang Perempuan di SPBU, Kedapatan Mengisi BBM di Jerigen, Sita Mobil Warna Merah

BERITA TERPOPULER: Mengenang G30S 1965 - Berikut Hasil Autopsi Jenazah 6 Jenderal dan 1 Perwira Militer Angkatan Darat

Saat ditanyakan pada anggota keluarga yang lain, mereka juga mengaku tak tahu menahu.

Sehingga, kiriman itu dirasa aneh dan misterius.

Apalagi sepengetahuannya, Soeharto bukan kolektor barang seni.

"Buat saya, itu kiriman yang ganjil, mengingat Pak Harto bukanlah penggemar apalagi pengumpul barang-barang seni semacam itu," jelasnya.

Kendati demikian, Wahyudi hanya bisa berdoa agar tak ada sesuatu yang buruk terjadi.

"Namun sempat terbersit di benak saya, apakah itu sebuah pertanda baik bagi Pak Harto?" ucap Wahyudi bertanya-tanya

"Dalam hati tentu saja saya mengharapkan yang terbaik terjadi pada Pak Harto, mengingat isyarat alam semesta bisa saja datang melalui berbagai cara," sambung dia.

Namun, setelah kejadian aneh itu, Soeharto diketahui lebih sibuk dari biasanya.

Sedangkan, pada saat G30S/PKI terjadi, Ibu Tien dan anak-anaknya diungsikan ke suatu tempat.

"Di hari-hari pertama terjadinya kudeta itu, Pak Harto menyuruh saya mengungsikan Ibu Tien dan putra-putri beliau ke suatu tempat yang dirahasiakan," ujar Wahyudi.

Ibu Tien dan anak-anaknya disembunyikan di suatu rumah di milik Kostrad di Jalan Iskandarsyah, Kebayoran Baru.

Mereka bersembunyi selama tiga hari.

Profil Amalia Yani, Anak Tokoh G30S/PKI Ahmad Yani

Sebagai saksi adanya gerakan 30 September tahun 1965, Amelia Achmad Yani menyimpan duka mendalam terkait kejadian mencekam tersebut.

Namun Amelia Yani, yang merupakan putri dari pahlawan Ahmad Yani, yang gugur pada peristiwa tersebut rupanya masih memeringati tanggal bersejarah itu.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Sabtu (28/9/2019), Amelia Yani masih mengadakan tahlilan untuk memeringati peristiwa yang harus menghilangkan nyawa sang ayah itu.

Amelia Achmad Yani dalam kegiatannya pada 30 September 2017 di tempat tinggalnya, Wisma Indonesia di Sarajevo, sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Bosnia dan Herzegovina.
Amelia Achmad Yani dalam kegiatannya pada 30 September 2017 di tempat tinggalnya, Wisma Indonesia di Sarajevo, sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Bosnia dan Herzegovina. (KOMPAS.com/ATI KAMIL)

 Seperti terlihat dari Wikipedia.com, Amelia Yani merupakan wanita yang terlahir pada 22 Desember 1949.

Wanita yang kini menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Bosnia–Herzegovina ini lahir di kota Magelang.

Sempat mengemban ilmu di tiga universitas berbeda setelah lulus SMA, yakni jurusan Fakultas Sastra Jurusan Antropologi, Universitas Indonesia, University of Hull East Yorkshire - Sociology and South East Asian Studies dan Bussiness Administration Pitman College, London, Inggris.

Sebelum menjadi duta besar, Amelia Yani sempat memegang jabatan di dua perusahaan berbeda lalu menjadi Tim Ahli Pendampingan dan Pelatihan Bappenas sekitar tahun 2003 hingga 2004.

Amelia Yani juga sempat berkiprah di dunia politik sebagai Ketua Umum DPP Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) dan kemudian bergabung dalam partai Hanura.

Amelia Yani sempat menjadi fenomenal ketika menceritakan bahwa dirinya sempat tinggal lebih dari 20 tahun di sebuah desa kecil untuk menepi dari keramaian kota.

Dari pengalamannya tinggal di desa itulah ia kemudian dapat berdamai dengan keadaan yang dirasa tak adil baginya.

Ingatannya terhadap peristiwa G30S selalu muncul sebagai peristiwa kelam saat memasuki bulan September.

"Seperti sebuah potret yang berjalan," ungkap Amelia.

Sehingga pada saat itu dirinya pasti akan menggelar acara tahlilan.

Meskipun saat ini tak berada di Indonesia, Amelia Yani selalu mencoba menyesuaikan dengan waktu di tanah air.

"Dan, saya sesuaikan, kalau di sini (di Wisma Indonesia), di Sarajevo (Bosnia-Herzegovina), saya sesuaikan tanggalnya dengan di Jakarta, jamnya juga bersamaan," jelasnya.

"Kodam (di Jakarta) membuat tahlilan setelah magrib, di sini jam satu (13.00 waktu Sarajevo)."

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Jelang G30S Meletus, Ajudan Soeharto Ungkap Cerita Presiden Dikirimi Patung dari Sosok Misterius

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved